Mengapa suami jadi betah di luar


“ Gimana ini ayah pergi ke sana terus ngurus Bapak sakit, saya juga butuh perhatian “, sergah seorang istri pada suaminya, lalu suaminya sontak marah atas ucapan istrinys itu, “ Kamu ngatur aku…?.Lain waktu suami ada keperluan, membantu orang tuanya, memberikan uang sesuai kebutuhan yang diminta , sang istri marah tidak setuju karena merasa masih ada kebutuhan di rumah tangga mereka.
Banyak kejadian seperti di atas yang membuat hubungan suami istri jadi kurang harmonis, malah sebagiannya menjadi factor pencetus terjadinya perceraian. Banyak hal yang menyebabkan ini terjadi beberapa kemungkinan, seorang konseling rumah tangga pernah menyampaikan pendapat dari hasil observasi dan identifikasi jenis keluhan suami ia rumuskan sikap istri yang kurang tepat sebagai berikut,”awalnya ingin dicintai, kemudian ingin memiliki, selanjutnya ingin menguasai “. Ketika sampai pada tahap menguasai maka jadilah anekdot warga DKI (Dibawah Komando Istri), berlanjut dengan sindiran susis (suami sieun istri). Sampai di sini suami jatuhlah harga dirinya, ia menjadi orang yang sangat galak di kantor atau dilingkungannya, atau jadi gampang kles dengan anak. Sementara itu ia mulai terdengar desas desus punya teman ngobrol baru, ia sering pergi dan tak betah di rumah, jarum – super (jarang di rumah suka pergi), bukan primus (pria musyawaroh), kebiasaan buruk muncul jadi agak boros, banyak miting yang kurang jelas, yang ujung-ujungnya tak betah di rumah.
Hal di atas itu yang namanya gangguan peran, jika dibiarkan akan berlanjut dengan gangguan harga diri rendah dengan tandanya mudah tersinggung, atau dapat juga haus akan pujian dari wanita, dan senang sekali dengan penghargaan dari wanita. Jika dibiarkan berlanjut, mungkin suatu saat akan terdengar kabar kurang enak ke telinga istri, bahwa si suami beristri lagi. Jika kebutuhannya di sana terpenuhi maka ia pun rela jika terpaksa harus meninggalkan istri pertamanya. Waah nauzubillah, gawaaat.
Untuk mencegah terjadinya alias antisipasi kata kuncinya dudukanlah suami sesuai peranya, penuhi haknya. Secara umum biarkanlah ia jadi peminpin alih-alih jadi yang dipimpin. Mari kita lihat dalil terkait hal-hal tersebut.
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka “ (An – Nisa 4.:34)
"Tidak halal bagi seorang isteri untuk berpuasa[3], sedangkan suaminya hadir, kecuali dengan ijinnya. Dan ia tidak boleh mengijinkan orang lain masuk rumah suami tanpa ijin darinya. Dan jika ia menafkahkan sesuatu tanpa ada perintah dari suami, maka suami mendapat setengah pahalanya" [HR al-Bukhâri, 5195, dan Muslim, 1026]
"Jika seorang suami mengajak isterinya berhubungan dan isteri menolak, lalu suami marah kepadanya sepanjang malam, para malaikat melaknat isteri itu sampai pagi" [HR al-Bukhâri, 5193, dan Muslim, 1436]
“Maka wanita yang shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada (bepergian) dikarenakan Allah telah memelihara mereka…” (An-Nisa’: 34)
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan2.”
“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya niscaya ia akan masuk surga.” (HR At-Tirmizi).
Tatkala Mu’adz datang dari bepergiannya ke negeri Syam, ia sujud kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau menegur Mu’adz, “Apa yang kau lakukan ini, wahai Mu’adz?”Mu’adz menjawab, “Aku mendatangi Syam, aku dapati mereka (penduduknya) sujud kepada uskup mereka. Maka aku berkeinginan dalam hatiku untuk melakukannya kepadamu, wahai Rasulullah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan engkau lakukan hal itu, karena sungguh andai aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada selain Allah niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang istri tidaklah menunaikan hak Rabbnya sampai ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya dalam keadaan ia berada di atas pelana (hewan tunggangan) maka ia tidak boleh menolaknya.”(HR Ahmad,HR Ibnu Majah)
Begitu banyak aturan-aturan dalam Islam dalam menuntut rumah tangga yang sesuai dengan ketentuan dan ‘rule-nya’ Allah serta Rasulullah, semata-mata agar terciptanya keharmonisasian dalam berumah tangga, namun Islam juga tidak membenarkan jika ada suami yang berlaku dzolim terhadap istrinya, sama hal-nya suami yang memiliki hak atas istri-nya, begitu juga sebaliknya. Taatilah suami selagi perintahnya tidak maksiat“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.” (HR Ahmad).
Surga di telapak kaki Ibu, namun surga istri dibawah ketoatan suami. Ajkh.