7 transaksi haram

Salah satu cobaan terbesar kaum Muslimin saat ini adalah sulitnya mendapatkan akses pendanaan syariah namun sebaliknya begitu derasnya penawaran dana riba di lingkunagn sekitar. Akibatnya banyak umat Islam terjerat hutang bunga berbunga yang tidak hanya mencekik namun juga bergelimang dosa riba.

Riba merupakan salah satu model transaksi haram dalam Islam. Orang yang usaha dan makan harta riba selama hidupnya kelak di akhirat dibangkitkan seperti orang gila. Orang yang tahu hukum riba namun masih terus menjalankan praktek riba diancam siksa neraka yang kekal.

…وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275)
… barang siapa terus mengulangi (usaha/makan riba setelah tahu hukum riba) mereka itu penghuni neraka, mereka dalam neraka kekal.

[Surah Al-Bqarah ayat 275]

Dalam Islam setidaknya ada 7 jenis transaksi haram sepadan dengan riba yang harus dijauhi oleh setiap orang beriman, yaitu: 1. Riba, 2. Gharar (ketidakpastian), 3. Dharar (penganiayaan), 4. Maysir (perjudian), 5. Maksiat, 6. Suht (barang haram), 7. Risywah (suap).

1. Riba

Secara bahasa = ziyadah (tambahan)
Secara umum : “pengambilan tambahan (dari pokok), baik dalam jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam”

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ* سورة آل عمران : ١٣٠
Wahai orang-orang beriman janganlah kalian makan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kalian mendapatkan keberuntungan.

[Surah Ali Imron ayat 130]


3333 – حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا سِمَاكٌ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ وَشَاهِدَهُ وَكَاتِبَهُ»
__________
[حكم الألباني] : صحيح
… meriwayatkan kepadaku Abdurrohman bin Abdullah bin Mas’ud, dari ayahnya, Ayah berkata: “Rasulullah s.a.w. melaknati orang yang makan riba, orang yang memberi makan riba, dan orang yang menjadi saksi riba dan juru tulis riba”.

[Hadist Sunan Abi Dawud No. 3333 Kitabul Buyu’]


4611 – أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، وَحُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ، عَنْ يَزِيدَ قَالَ: حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ، وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ، وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ»
__________
[حكم الألباني] حسن صحيح
… dari Abdullah bin Umar dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: ”Tidak halal pinjaman dan jual-beli (dalam satu akad), tidak juga dua syarat dalam satu jual-beli, dan tidak boleh menjual barang yang tidak ada padamu”.

[Hadist Sunan nasa’i No. 4611 Kitabul Buyu’]

Ada beberapa pengertian berdasarkan hadis tersebut, yaitu:

Hadis tersebut memberikan penjelasan bahwa seseorang tidak boleh bertransaksi dalam satu akad terdapat pinjaman sekaligus jual beli.
Contoh: A bersedia memberikan pinjaman kepada B dengan syarat B harus menjual sepeda motornya kepada A.

Hadis tersebut juga melarang seseorang menentukan dua syarat dalam satu akad jual beli.
Contoh: A menjual motornya kepada B secara tunai, B menjual kembali motornya kepada A dengan cara kredit dan A terus memakai / menggunakan motor itu.

Contoh lain: A menjual sepeda motornya, jika dibeli dengan tunai maka harganya Rp 10 juta, kalau dibeli dengan kredit harganya Rp 15 juta dan sampai dengan keduanya berpisah tidak ada keputusan pemilihan salah satu harga yang ditawarkan.

Seseorang dilarang menjual barang yang tidak ada pada dirinya.
Contoh: A menjual sepeda motor yang hilang kepada orang lain.(atau ada menjual burung yang terbang di angkasa, burung yang di hutan, di pohon )

2. Maisir

Maysir atau judi di dalam syariat Islam hukumnya haram, berdasarkan dalil-dalil berikut ini.

يَاأَيُّهَاالَّذِينَ أَمَنُوا إِنَّمَاالْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنَ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ* سورة المائدة: ٩٠
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khomer, judi, anshob (berkurban untuk berhala), dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka menjauhlah kalian pada perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung.

[Surah Al-Maidah ayat 90]


…عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ …ثُمَّ قَالَ إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَىَّ أَوْ حُرِّمَ الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْكُوبَةُ *رواه ابوداود في كتاب الأشربة (تحقيق الألباني : صحيح)
“Dari Ibnu Abbas … kemudian Nabi s.a.w. bersabda: ”Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadaku (keragu-raguan rowi) atau telah diharamkan khomer, judi, dan gendang.

[Hadist Sunan No. 3696 Kitabul Asyribati]


Contoh Bentuk maysir
A. Bermain valas
Bermain valas dikategorikan perjudian karena pemilik dana menyerahkan sejumlah uang tertentu pada agen untuk mendapatkan keuntungan tanpa adanya proses jual beli valas yang sesungguhnya.

Transaksi ini dikemas dengan nama investasi pada pasar uang.
Tidak ada barang yang ditransaksikan, semuanya bersifat semu.
Pemilik dana tidak menerima valuta asing yang dibelinya, agen tidak menyerahkan valas yang diamanatkan untuk dibeli oleh pemilik dana.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait jual beli mata uang, yaitu NO: 28/DSN-MUI/III/2002.

Transaksi valas yang diijinkan adalah berbentuk transaksi Spot.
Transaksi spot yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari.
Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (mimmaa laa budda minhu) karena merupakan transaksi internasional.
Transaksi valas yang di larang : forward, swap, option

B. Bermain Indeks Harga Saham

Berbeda dengan jual beli saham, dalam transaksi ini yang ditransaksikan adalah indeks harga sahamnya dan bukan sahamnya.
Pemilik dana menyerahkan uang tertentu (dikemas dengan nama investasi) kepada manajer investasi (agen) untuk ditransaksikan dalam indeks harga saham.
contoh : Indeks Hanseng, merupakan salah satu bursa saham cukup besar di Hongkong.
Manajer investasi akan memberikan informasi kepada investor (pemilik dana) mengenai perkembangan indeks harga saham dan memberikan saran untuk membeli atau menjual.
Transaksi seperti ini haram karena mengandung unsur maisir (perjudian).
Tidak ada transaksi barang di dalamnya, yang ada adalah jual beli secara semu.
Investor mempertaruhkan uangnya untuk mendapatkan keuntungan yang tidak terbatas. Sementara di sisi lain, penjual adalah pihak yang menerima premi sebagai keuntungan maksimal dan bersedia untuk menanggung kerugian yang tidak terbatas. Dari transaksi (permainan) tersebut tanpa adanya transaksi jual beli secara riil.
C. Bermain Bursa Emas

Berbeda dengan jual beli saham, dalam transaksi ini yang ditransaksikan adalah indeks harga emas dan bukan emasnya.
Pemilik dana menyerahkan uang tertentu (dikemas dengan nama investasi) kepada manajer investasi (agen) untuk ditransaksikan dalam indeks harga emas.
Manajer investasi akan memberikan informasi kepada investor (pemilik dana) mengenai perkembangan indeks harga emas dan memberikan saran untuk membeli atau menjual.
Transaksi seperti ini haram karena mengandung unsur maisir (perjudian).
Tidak ada transaksi barang di dalamnya, yang ada adalah jual beli secara semu.
Investor mempertaruhkan uangnya untuk mendapatkan keuntungan yang tidak terbatas. Sementara di sisi lain, penjual adalah pihak yang menerima premi sebagai keuntungan maksimal dan bersedia untuk menanggung kerugian yang tidak terbatas dari transaksi (permainan) tersebut tanpa adanya transaksi jual beli secara riil.
D. Acara-acara permainan di televisi, seperti who want to be millionaire, superdeal 1 miliar, dan lain-lain

Mengikuti acara who want to be millionaire dan superdeal 1 miliar adalah haram karena mengandung unsur perjudian.
Pemain setelah mampu menjawab pertanyaan atau melakukan kegiatan tertentu (dalam acara superdeal) ditantang untuk mendapatkan hadiah lebih tinggi dengan mempertaruhkan uang atau hadiah yang telah diperoleh sebelumnya.
Namun risikonya, hadiah yang sudah diberikan sebelumnya bisa hilang.
Hukumnya haram karena mengandung unsur perjudian.
3. Gharar

“Segala bentuk transaksi yang sifatnya tidak jelas (uncertainty) dan spekulatif sehingga dapat merugikan pihak yang bertransaksi”

4 – (1513) وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ إِدْرِيسَ، وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، وَأَبُو أُسَامَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ، ح وحَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، وَاللَّفْظُ لَهُ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ، حَدَّثَنِي أَبُو الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: «نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ»
… dari Abu Hurairah: Rosululloh SAW melarang dari jual beli hashah dan jual beli gharar.

[Hadist Shohih Muslim No. 4-(1513) Kitabutholaq]


Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan gharar sebagai : “Transaksi yang obyeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali bila diatur lain dalam syariah”.

Beberapa bentuk traksaksi gharar adalah:

Bai’ ma’dum (: jual beli di mana barangnya tidak ada atau fiktif )
Bai’ ma’juzi at-taslim (: jual beli di mana barangnya tidak bisa untuk diserah-terimakan).
Bai’ majhul (: jual beli di mana kualitas, kuantitas, dan harga barang tidak diketahui)
Contoh:
Beli anaknya anaknya (cucu) hewan yang masih ada dalam kandungan (bai’ ma’dum).
Transaksi2 gharar pada pra dan awal Islam :
1). Mulamasah
Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sebuah produk dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut.

2). Hashah
Jual beli hashah (kerikil) ialah jual beli di mana pembeli menggunakan kerikil dalam jual beli. Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual. Kerikil yang mengenai suatu barang, barangnya harus dibeli dan ketika itu terjadilah jual beli .

3). Hablul habalah
Hablul habalah adalah anak dari janin unta yang sedang dikandung (Diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitab Mushannaf-nya dari Ibnu Umar dari Nabi SAW, dalam Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Jilid 3 hal: 94). Seseorang menjual seekor anaknya anak unta yang masih berada dalam perut induknya (menjual cucunya unta).

4). Munabadzah
Jual beli secara lempar melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan tidak pasti, apakah barang A, B, C atau lainnya. Seperti seorang berkata: “Lemparkanlah padaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula padamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi saling melempar barang, maka terjadilah jual beli.

5). Muzabanah
Buah-buahan ketika masih ada di atas pohon yang masih basah dijual sebagai alat pembayar untuk memperoleh kurma atau anggur kering jumlahnya di atas lima wasak. Jual beli ini dilarang karena buah yang di atas pohon belum bisa dipastikan kualitas dan kuantitasnya. Jadi hanya berdasarkan perkiraan/taksiran.

6). Muhaqalah
Menjual biji tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah (belum siap panen) dengan biji-bijian yang kering (yang siap dimasak).

7). Mukhodhoroh
( مُخَدَّرَة = buah yang masih hijau) yaitu : Menjual buah-buahan yang belum saatnya dipanen, seperti menjual buah durian yang masih muda, rambutan yang masih muda/pentil hijau . Jual belinya pentil, tapi ngambilnya / harganya setelah tua / matang. Jadi kalo memang pentil langsung petik (jagung muda, dondong muda, pentil …) tidak masalah . beli , deal langsung petik harga saat itu

8). Malaaqih
Malaaqih adalah apa yang ada di dalam kandungan unta betina (Diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitab Mushannaf-nya dari Ibnu Umar dari Nabi SAW, dalam Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Jilid 3 hal: 94).

9). Madhamin
Madhamin adalah sperma yang ada di tulang sulbi unta jantan (Diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitab Mushannaf-nya dari Ibnu Umar dari Nabi SAW, dalam Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Jilid 3 hal: 94).

Madhamin ialah menjual sperma hewan, di mana si penjual membawa hewan pejantan kepada hewan betina untuk dikawinkan. Anak hewan (yang mungkin dihasilkan) dari hasil perkawinan itu dalam akad jual beli ditentukan menjadi milik pembeli, seolah-olah sudah pasti bahwa hasil perkawinan itu menghasilkan anak padahal belum tentu menghasilkan anak (termasuk ghoror).

4. Dharar

Dharar adalah transaksi yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, ataupun ada unsur penganiayaan, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pemindahan hak kepemilikan secara bathil.

2340 – حَدَّثَنَا عَبْدُ رَبِّهِ بْنُ خَالِدٍ النُّمَيْرِيُّ أَبُو الْمُغَلِّسِ قَالَ: حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يَحْيَى بْنِ الْوَلِيدِ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَضَى أَنْ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ»
__________
[حكم الألباني] صحيح
… dari Ubadah bin Shomit, sesungguhnya Rasululloh s.a.w. menghukumi bahwa tidak boleh seseorang merusak (diri, harta, kehormatan) orang lain dan tidak boleh membalas pengrusakan dengan pengrusakan.

[Hadist Ibnu Majah No. 2340 Kitabul Ahkam


Contoh Dharar masa kini :
1). Asuransi Konvensional

Peserta asuransi membayar premi sejumlah tertentu.
Ada yang mensyaratkan apabila peserta tidak dapat membayar premi lagi sebelum masa perjanjian keikutsertaan asuransi habis, maka preminya hangus, tidak dikembalikan pada peserta.
Ada peserta yang baru ikut beberapa bulan, kemudian karena mengalami musibah mengajukan klaim. Klaim yang diterima jauh lebih besar dari uang premi yang baru disetor.
Jika terjadi kasus banyak peserta yang mengajukan klaim, bisa terjadi perusahaan asuransi bangkrut karena melebihi kemampuan keuangan/aset yang mereka miliki untuk membayar klaim tersebut.
Asuransi konvensional = haram (dharar & gharar)
2). Predatory Pricing (Pemangsa Harga)

Perusahaan yang memiliki sebuah toko besar menetapkan harga barang-barangnya di bawah harga pasar.
Beberapa jenis barang bahkan dijual merugi untuk menarik pembeli ke toko-nya. Tindakan ini dinamakan predatory pricing.
Hukumnya haram karena akibat tindakannya tersebut menghancurkan pasar peritel lainnya yang kalah modal. Toko tersebut telah melakukan perbuatan dharar terhadap peritel kecil. Sengaja melakukan perbuatan tersebut untuk menghancurkan pesaing dan menguasai pasar
5. Maksiat

Termasuk dalam transaksi atau usaha maksiat antara lain:

Bentuk transaksi yang terkait dengan usaha-usaha yang secara langsung ataupun tidak langsung melanggar (menentang) hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya.Contoh: membuat pabrik minuman keras, membuat pabrik obat terlarang, membuat tempat pelacuran, membuat tempat perjudian, perdukunan/paranormal.
Menjual barang yang mubah kepada pembeli yang diketahui akan menggunakannya untuk berbuat maksiat juga diharamkan,
Contoh: menjual anggur kepada pabrik minuman keras dan menjual senjata kepada perampok. Begitu juga akad sewa, seumpama; menyewakan rumahnya untuk tempat pelacuran, menyewakan gedung kepada bank konvensional dan lain-lain.
وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ* سورة المائدة: ٢
… Janganlah kalian tolong-menolong atas dosa dan permusuhan, dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah berat siksanya.

[Surah Al-Maidah ayat 2]


2237 – حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الكَلْبِ، وَمَهْرِ البَغِيِّ، وَحُلْوَانِ الكَاهِنِ»
… Abi Mas’ud meriwayatkan, “Sesungguhnya Rasululloh s.a.w. melarang uang hasil penjualan anjing, uang hasil pelacur, dan ongkos paranormal”.

[Hadist Shohih Bukhari No. 2237 Kitabul Buyu’]


6.Suht (barang haram)

Barang haram adalah barang-barang yang diharamkan dzatnya untuk dikonsumsi, diproduksi, dan diperdagangkan menurut nash yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Hadits.

Contoh: minuman keras, narkoba, babi, darah, bangkai, patung, binatang buas yang bertaring dan burung yang memiliki cakar kuku yang kuat.

Barang haram juga haram untuk diperjual belikan / ditransaksikan

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ. سورة البقرة ١٧٣
70 – (1733) وحَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، وَإِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، وَاللَّفْظُ لِقُتَيْبَةَ، قَالَا: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: بَعَثَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَمُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ إِلَى الْيَمَنِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ شَرَابًا يُصْنَعُ بِأَرْضِنَا يُقَالُ لَهُ الْمِزْرُ مِنَ الشَّعِيرِ، وَشَرَابٌ يُقَالُ لَهُ الْبِتْعُ مِنَ الْعَسَلِ، فَقَالَ: «كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ»
… Nabi bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah HARAM”.

[Hadist Shohih Muslim No. 70 – (17330) Kitabul Asyribati]


15 – (1933) وحَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ يَعْنِي ابْنَ مَهْدِيٍّ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي حَكِيمٍ، عَنْ عَبِيدَةَ بْنِ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ»
… Nabi s.a.w. bersabda: “Setiap binatang buas yang mempunyai cakar tajam maka haram memakannya”.

[Hadist Shohih Muslim No. 70 – (1733) Kitabul Shoidi wa Dzibahi]


7. Risywah

Risywah (suap) dalam urusan hukum dan risywah yang harus dipertanggungjawaban dari suatu perbuatan, hukumnya haram tanpa adanya perbedaan pendapat dan termasuk dosa besar.

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ (سورة المائدة : ٤٢)
“..mereka banyak mendengar untuk berdusta, mereka memakan barang haram (suap). …Hasan dan Sa’id bin jubair berkata: yaitu risywah.

[Surah Al-Maidah ayat 42]


وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (سورة البقرة : ١٨٨)
“Dan janganlah kalian memakan harta diantara kalian dengan cara yang batal dan kalian membawa dengannya kepada para hakim agar kalian memakan sebagian harta manusia dengan berdosa padahal kalian mengetahui”.

[Surah Al-Baqarah ayat 188]

Ilustrasi antara hutang piutang dan kerjasama

Yang masih bingung antara hutang piutang (qardh) dan kerjasama (mudhorobah;musyarokah), silahkan disimak ilustrasi berikut:

👳🏽 Gimana kabarnya mbak?
🙎🏻 Sehat dek, alhamdulillah.

👳🏽 Ini saya selain silaturahmi juga ada perlu mbak.
🙎🏻 Apa apa dek...apa yang bisa tak bantu.

👳🏽 Anu..kalau ada uang 20juta saya mau pinjam.
🙎🏻 Dua puluh juta? Banyak sekali. Untuk apa dek?

👳🏽Tambahan modal mbak. Dapat order agak besar, modal saya masih kurang. Bisa bantu mbak?
🙎🏻 Mmm..mau dikembalikan kapan ya?

👳🏽 InsyaAllah dua bulan lagi saya kembalikan.
🙎🏻 Gitu ya. Ini mbak ada sih 20juta. Rencana untuk beli sesuatu. Tapi kalau dua bulan sudah kembali ya gak apa-apa, pakai dulu aja.

👳🏽 Wah, terimakasih mbak.
🙎🏻 Ini nanti mbak dapat bagian dek?

👳🏽 Bagian apa ya mbak?
🙎🏻 Ya kan uangnya untuk usaha, jadi kan ada untungnya tuh. Naa..kalau mbak enggak kasih
pinjem kan ya gak bisa jalan usahamu itu, iya kan?
*tersenyum penuh arti*

👳🏽 Oh, bisa-bisa. Boleh saja kalau mbak pengennya begitu. Nanti saya kasih bagi hasil mbak.
🙎🏻Besarannya bisa kita bicarakan.
Lha, gitu kan enak. Kamu terbantu, mbak juga dapat manfaat.

👳🏽 Tapi akadnya ganti ya mbak. Bukan hutang piutang melainkan kerjasama.
🙎🏻 Iyaa..gak masalah. Sama aja lah itu. Cuman beda istilah doang.

👳🏽Bukan cuma istilah mbak, tapi pelaksanaannya juga beda.
🙎🏻Maksudnya??

👳🏽Jadi gini mbak: kalau akadnya hutang, maka jika usaha saya lancar atau tidak lancar ya saya
tetap wajib mengembalikan uang 20juta itu. Tapi jika akadnya kerjasama, maka kalau usaha
saya lancar, mbak akan dapat bagian laba. Namun sebaliknya, jika usaha tidak lancar atau
merugi maka mbak juga turut menanggung resiko. Bisa berupa kerugian materi→uangnya
tidak bisa saya kembalikan, atau rugi waktu→ kembali tapi lama.
🙎🏻Waduh, kalau gitu ya mending uangnya saya deposito kan tho dek: gak ada resiko apa2, uang
utuh, dapat bunga pula.

👳🏽Itulah riba mbak. Salah satu ciri2nya tidak ada resiko dan PASTI untung.
🙎🏻Tapi kalau uangku dipinjam si A untuk usaha ya biasanya aku dapet bagi hasil kok dek. 2% tiap
bulan. Jadi kalau dia pinjam 10juta selama dua bulan, maka dua bulan kemudian uangku
kembali 10juta+400ribu.

👳🏽Itu juga riba mbak. Persentase bagi hasil ngitungnya dari laba, bukan berdasar modal yang disertakan.Kalau berdasar modal kan mbak gak tau apakah dia beneran untung atau tidak.
Dan disini selaku investor berarti mbak tidak menanggung resiko apapun donk. Mau dia untung atau rugi mbak tetep dapet 2%. Lalu apa bedanya sama deposito?
🙎🏻Dia ikhlas lho dek, mbak gak matok harus sekian persen gitu kok.

👳🏽Meski ikhlas atau saling ridho kalau tidak sesuai syariat ya dosa mbak.
🙎🏻Waduh...syariat kok ribet bener ya.

👳🏽Ya karena kita sudah terlanjur terbiasa dengan yang keliru mbak. Memang butuh perjuangan untuk mengikuti aturan yang benar. Banyak kalau tidak berkah bikin penyakit lho mbak.hehe.
🙎🏻Hmmm...ya sudah, ini 20juta nya hutang aja. Mbak gak siap dengan resiko kerjasama. Nanti dikembalikan dalam dua bulan yaa.

👳🏽Iya mbak. Terimakasih banyak mbak. Meski tidak mendapat hasil berupa materi tapi insyaAllah mbak tetap ada hasil berupa pahala.
Amiiin..



Kl cuma bicara anti riba.... burung beopun juga bisa.

Kl cuma diskusi masalh ekonomi umat... ngbrol sama balita yg baru belajar bicara jauh lebih menarik.

Ayuuu hidupkan ekonomi mikro.. berikan pancingan bukan ikan.

investasi dunia akhirat

Notes : perhatikan dlm bisnis akad kerjasama kah?? Atau akad peminjaman uang.. ini 2 hukum islam yg berbeda dn efeknya pun di dunia dan akhirat juga berbeda.

“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS.Al-baqarah:275)

Sebenarnya apa sih tujuan islam melarang riba? Seharusnya khan asal saling sepakat, saling rela, tidak kena dosa?

Hukum islam itu dibuat untuk mengatur agar manusia mendapatkan kemaslahatan sebesar-besarnya tanpa manusia merugikan siapapun sekecil-kecilnya.

Mari kita bahas contoh LABA dan RIBA agar anda mudah untuk memahami dengan bahasa yang umum:

1. Saya membeli sebuah sepeda motor Rp. 10 Juta dan saya hendak menjual dengan mengambil untung dengan bunga 1% perbulan untuk jangka waktu pembayaran 1 tahun.
Transaksi seperti ini tergolong transaksi RIBAWI.

2. Saya membeli sepeda motor Rp. 10 juta, dan saya hendak menjual secara kredit selama setahun dengan harga Rp. 11.200.000,-. Transaksi ini termasuk transaksi SYARIAH.

Apa bedanya? Khan kalau dihitung2 ketemunya sama Untungnya Rp. 1.200.000?

Mari kita bahas kenapa transaksi pertama riba dan transaksi kedua syar'i.

TRANSAKSI PERTAMA RIBA karena:
1. Tidak ada kepastian harga, karena menggunakan sistem bunga. Misal dalam contoh diatas, bunga 1% perbulan. Jadi ketika dicicilnya disiplin memang ketemunya untungnya adalah Rp. 1.200.000,-. Tapi coba kalau ternyata terjadi keterlambatan pembayaran, misal ternyata anda baru bisa melunasi setelah 15 bulan, maka anda terkena bunganya menjadi 15% alias labanya bertambah menjadi Rp. 1.500.000,-.

Jadi semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk melunasi utang, semakin besar yang harus kita bayarkan.

Bahkan tidak jarang berbagai lembaga leasing ada yang menambahi embel2 DENDA dan BIAYA ADMINISTRASI, maka semakin riba yang kita bayarkan. Belum lagi ada juga yang menerapkan bunga yang tidak terbayar terakumulasi dan bunga ini akhirnya juga berbunga lagi.

2. Sistem riba seperti diatas jelas2 sistem yang menjamin penjual pasti untung dengan merugikan hak dari si pembeli. Padahal namanya bisnis, harus siap untung dan siap rugi.

TRANSAKSI KEDUA SYARIAH karena:
1. Sudah terjadi akad yang jelas, harga yang jelas dan pasti. Misal pada contoh sudah disepakati harga Rp. 11.200.000,- untuk diangsur selama 12 bulan.

2. Misal ternyata si pembeli baru mampu melunasi utangnya pada bulan ke-15, maka harga yang dibayarkan juga masih tetap Rp. 11.200.000,- tidak boleh ditambah. Apalagi diistilahkan biaya administrasi dan denda, ini menjadi tidak diperbolehkan.

Kalau begitu, si penjual jadi rugi waktu dong? Iya, bisnis itu memang harus siap untung siap rugi. Tidak boleh kita pasti untung dan orang lain yang merasakan kerugian.

Nah, ternyata sistem islam itu untuk melindungi semuanya, harus sama hak dan kewajiban antara si pembeli dan si penjual. Sama-sama bisa untung, sama-sama bisa rugi. Jadi kedudukan mereka setara. Bayangkan dengan sistem ribawi, kita sebagai pembeli ada pada posisi yang sangat lemah.

Nah, sudah lebih paham hikmahnya Alloh melarang RIBA?

Kalau menurut anda informasi ini akan bermanfaat untuk anda dan orang lain, silakan share. Semoga Alloh selalu meridhoi kita semua.

Semoga bermanfaat

Makan


Rosulullah Shollallahi ‘Alaihi WaSallam bersabda,

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas”.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan,

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

“Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah”.

Bahkan kekenyangan hukumnya bisa haram, Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

وما جاء من النهي عنه محمول على الشبع الذي يثقل المعدة ويثبط صاحبه عن القيام للعبادة ويفضي إلى البطر والأشر والنوم والكسل وقد تنتهي كراهته إلى التحريم بحسب ما يترتب عليه من المفسدة

“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat penuh perut dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Bisa jadi hukumnya berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan dan merusak jasmani)”.

"Orang yg hari-harinya hanya memikirkan isi perut saja, maka nilainya dalam pandangan Allah lebih hina dari apa yg keluar dari perutnya."
(Ali bin Abi Thalib RA)


Allah Maha memberi rezeki

السلامے عليكمے ورحمـﮧ اللّـﮧ وبركاتـﮧ
Allah Maha Memberi Rezeki.. MasyaaAllah..

Seekor semut dengan susah payah membawa sebutir gandum. Diikuti oleh seekor katak, lalu semut pembawa gandum kemudian masuk ke mulut katak, lantas sang katak melompat masuk kedalam air. Yang kemudian si semut dibawa oleh sang katak menuju ke batu berlubang yang di dalamnya ada ulat buta. Semut pun masuk ke lubang batu tersebut membawa gandum untuk makanan si ulat..
Tak lama kemudian si katak muncul lagi mengantar si semut ke permukaan air..
Peristiwa itu diperhatikan oleh Nabi Sulaiman AS. Nabi Sulaiman AS bertanya kepada semut: "Apa yang kalian lakukan?".
Jawab semut: "Kami diperintah oleh Alloh agar setiap hari mengantarkan makanan bagi seekor ulat yang buta yang tinggal di dalam sebuah batu di dasar kolam ini".
Nabi Sulaiman bertanya lagi: "Kamu tahu apa doa yg dibaca ulat buta itu?".
"Ya, saya tahu", jawab semut, ... Dia selalu berdoa "Ya Alloh, sebagaimana Engkau tak pernah melewatkan rejeki bagiku, jangan Engkau lewatkan rejeki bagi orang-orang sholih.".
Begitulah Allah Ar-Rozzaaq, Maha Pemberi Rejeki. Mari jadikan diri kita sebagai orang sholih.

-Oleh Syech Abdul Aziz Ridwan-

Selamat menjemput rezeki dan sukses dengan usaha yg halal.. Diiringi doa & ibadah yg istiqomah..
Semoga Manfaat Berhikmah dan Barokah..

أللّهُـمَّ يَسِّرْلِي رِيـزْقً كَثِيرًا مُبَـارَكَة
Ya Alloh mudahkanlah bagiku rezeki yg banyak lagi barokah..

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ أَوْسَعْ رِزْقِكَ عَلَيَّ عِنْدَ كِبَرِ سِنِّي
Ya Alloh jadikanlah semakin lebih luas rezekimu atasku ketika makin bertambah usiaku

اَللَّهُــمَّ اجْعَلْ أَوْسَـعَ رِزْقِـكَ عَلَينَــا
Ya Alloh jadikanlah semakin lebih luas rezekimu atas kami

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا رِزْقًا حَسَنًا وَاسِعًا حَلاَلاً طَيِّبًا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ
Ya Alloh berilah rezeki kami, dengan rezeki yg baik, luas, halal, bagus, barokah dan adapun Engkau adalah sebaik-baiknya dzat yg Maha memberi rezeki..

آميـــــــــن .... يَارَبَّ الْعَالَمِين

والسلامےعليكمے ورحمـﮧ اللّـﮧ وبركاتـﮧ


Wudhu , penjelasan lebih rinci

Cara wudlu sesuai sunah nabi

Oleh : Al-Ustadz Abu Ibrahim Abdullah bin Mudakir
Mengetahui bagaimana tatacara wudhu yang benar adalah perkara yang sangat penting dikarenakan wudhu adalah ibadah yang sangat agung dan merupakan syarat sah ibadah shalat seseorang. Di samping itu wudhu mempunyai keutamaan yang sangat banyak dan itu dicapai dengan niat yang ikhlas dan berwudhu yang benar.
TATACARA WUDHU
Pembahasan Pertama: Pengertian Wudhu
استعمال الماء في الأعضاء الأربعة -وهي الوجه واليدان والرأس والرجلان- على صفة مخصوصة في الشرع، على وجه التعبد لله تعالى
Menggunakan air pada anggota tubuh yang empat – wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki- menurut sifat (tatacara –ed) tertentu dalam syar’i dalam rangka beribadah kepada Allah Ta’aala. (Al-Fiqh al-Muyasar, hlm 33)

Pembahasan Kedua: Keutamaan-Keutamaan Wudhu
Wudhu mempunyai keutamaan yang sangat banyak, diantaranya apa yang kami sebutkan dalil-dalinya dibawah ini:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ
“Barangsiapa yang membaguskan wudhu keluarlah dosa-dosanya dari jasadnya sampai keluar dari  bawah kukunya.” (HR. Muslim  no. 245)
dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ – أَوْ فَيُسْبِغُ – الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
“Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu dan sampai selesai atau menyempurnakan wudhu kemudian membaca doa : “Aku bersaksi tidak ada ilah (sesembahan) yang berhaq disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga yang dia bisa masuk dari pintu mana saja yang dia kehendaki.”
Dalam sebuah riwayat : “Aku bersaksi tidak ada ilah (sesembahan) yang berhaq disembah kecuali Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya” (HR. Muslim)
Dalam sebuah hadits dimana Utsman berkata,
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا وَقَالَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhuku ini dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ‘Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat tidak berkata-kata di jiwanya (khusyu’), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.’” (HR. Bukhari no. 159 dan Muslim no. 423)

Pembahasan Ketiga: Syarat-syarat Wudhu
Wudhu mempunyai syarat-syaratnya yang sebagiannya merupakan syarat-syarat ibadah yang lainnya juga. Yaitu Islam, berakal, tamyyiz, niat, menggunakan air yang suci, menghilangkan apa yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit seperti tanah, cat, atau yang lainnya. (silahkan lihat ar-Raudul Murbi’: 189, al-Mulakhos al-Fiqhy: 1/41)

Penjelasannya secara singkat
1. Islam
Ini adalah syarat sahnya ibadah termasuk wudhu menurut kesepakatan (ijma’) ulama. Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’aala,
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.” (at-Taubah: 54)
2. Berakal
Orang gila tidak diterima wudhunya karena dia orang yang tidak berakal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Diangkat pena dari tiga orang, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia baligh, dari orang gila sampai dia berakal.” (HR. Abu Dawud no. 4450, at-Tirmidzi no. 1423 dan Ibnu Majjah no. 2041)
3. Tamyiiz (mampu membedakan yang baik dan yang buruk)
Anak kecil yang belum tamyyiz tidak sah wudhunya.
4. Niat
Tentang hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
5. Menggunakan air yang suci
Tidak boleh berwudhu dengan air yang najis, bahkan wajib untuk berwudhu dengan air yang suci.
6. Menghilangkan apa yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit
Wajibnya untuk menghilangkan sesuatu yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit agar apat tercapai kesempurnaan wudhu.

Pembahasan Keempat: Fardhu-fardhu Wudhu
Menurut pendapat yang benar bahwasanya wajib dan fardhu mempunyai makna yang sama tidak ada perbedaan. Fardhu-fardhu wudhu ada enam yaitu: mencuci wajah termasuk bagian wajah berkumur-kumur dan istinsyaq, mencuci kedua tangan sampai siku, mengusap kepala seluruhnya dan termasuk bagian kepala kedua telinga, membasuh kedua kaki, tartib (berurutan), muwaalaat (berkesinambungan/tidak teputus). (Silakan lihat kitab Duruus al-Muhimmah li ‘aammatil Ummah, Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullah)
Dalilnya firman Allah Ta’aala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.”  (al-Maidah: 6)
Di antara perkara yang hukumnya wajib adalah seseorang berwudhu secara tartib, yaitu berwudhu sesusi dengan runtutan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Begitu juga diantara perkara yang wajib adalah al-Muwaalaat yaitu berkesinambungan dalam berwudhu sampai selesai tidak terhenti atau terputus.

Pembahasan Kelima: Tatacara Wudhu
1.       Niat .
Yaitu berniat di dalam hatinya untuk berwudhu menghilangkan hadats atau dalam rangka untuk mendirikan shalat. hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Apa hukum niat dalam berwudhu?
Niat adalah syarat sah wudhu dan mandi (mandi janabah) menurut pendapat yang benar, ini pendapatnya mayoritas ulama dari kalangan shahabat dan tabi’in, dalilnya berdasarkan hadits yang telah disebutkan di atas.
Di mana tempatnya niat ?
Niat tempatnya di hati tidak perlu diucapkan.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
وَالنِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ
“Dan niat tempatnya dihati menurut kesepakatan para ulama, jika berniat dalam hatinya dan tidak diucapkan dengan lisannya cukup/sah sebagai niat menurut kesepakatan mereka.” (Majmu Fatawa:18/161)
2.      Tasmiyah (membaca Basmallah).
Disyariatkan ketika seseorang hendak berwudhu untuk membaca basmalah, hal ini  berdasarkan dalam sebuah hadits, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ
“Tidak ada shalat (tidak sah) orang yang shalat tanpa berwudhu dan tidak ada wudhu (tidak sah) wudhunya seseorang yang tidak menyebut nama Allah.” (HR. Abu Dawud no. 101, Ibnu Majjah no. 397, dan at-Tirmidzi no. 25 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani di Irwa’ no. 81 dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Hukum membaca Basmallah ketika berwudhu?
Tentang hal ini para ulama berbeda pendapat, dikarenakan perbedaan dalam menentukan shahih dan tidaknya hadits tentang masalah ini.
Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat membaca basmalah ketika berwudhu hukumnya sunnah. Sebagian ulama yang lain berpendapat hukumnya wajib dan sebagian yang lain berpendapat bukan sunnah. Wallahu a’lam bish shawwab adapun kami cenderung kepada pendapat jumhur yang mengatakan hukumnya sunnah membaca (باسم الله) ketika berwudhu. Dalilnya adalah dari hadits diatas yang menunjukkan wajibnya dan hal itu dipalingkan oleh sebuah ayat. Allah Ta’aala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (al-Maidah:6)
Allah tidak menyebutkan pada ayat ini membaca (باسم الله) ketika berwudhu. Begitu juga pada hadits-hadits yang menerangkan tentang wudhunya Rasulullah tidak disebutkan membaca (باسم الله) ini menunjukkan hukumnya adalah sunnah.
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah:
وإن صح ذلك فيحمل على تأكيد الاستحباب ونفي الكمال بدونها
“Jika shahih (hadits) itu maka dibawa kemakna atas penekanan sunnahnya dan peniadaan kesempurnaan tanpanya.” (Mugni:1/85)
Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah merajihkan sunnah membaca (باسم الله) ketika berwudhu (Syarhul Mumti’:1/358). Wallahu a’lam bish shawwab.
Kapan dibaca dan bagaimana bacaannya?
Dibaca setelah ia berniat untuk berwudhu sebelum melakukan seluruhnya dan yang dibaca adalah (باسم الله) sesuai dengan hadits. Wallahu a’lam.

Lalu bagaimana hukum membaca basmallah ketika berwudhu di toliet?
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan dibaca di dalam hati. Adapun Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya dengan pertanyaan: “Apakah seseorang terputus berdzikir sama sekali ketika berada di hammaam (wc) walau di dalam hatinya? Maka beliau menjawab,
وقال الشيخ عبد العزيز بن باز :
الذِّكر بالقلب مشروع في كل زمان ومكان ، في الحمَّام وغيره ، وإنما المكروه في الحمَّام ونحوه :
ذكر الله باللسان تعظيماً لله سبحانه إلا التسمية عند الوضوء فإنه يأتي بها إذا لم يتيسر الوضوء
خارج الحمَّام ؛ لأنها واجبة عند بعض أهل العلم ، وسنة مؤكدة عند الجمهور .
” فتاوى الشيخ ابن باز ” ( 5 / 408 )
“Dzikir di dalam hati disyariatkan pada setiap waktu dan tempat. Pada saat di wc atau selainnya. Dimakruhkan pada saat di wc dan yang semisalnya berdzikir menyebut nama  Allah dengan lisannya sebagai pengagungan terhadap Allah -subhaanah- kecuali ketika berwudhu, dia harus mendatangkannya (membacanya –ed) apabila tidak mudah baginya berwudhu di luar wc; dikarenakan membaca bismillah ketika berwudhu hukumnya wajib menurut sebagian ulama dan sunnah muakad menurut jumhur (mayoritas ulama).” (Fatawaa’: 5/408)
3.      Membasuh kedua telapak tangan.
Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali hal ini berdasarkan banyak hadits, di antaranya,
عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا وَقَالَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Humran –bekas budaknya Utsman bin Affan- beliau pernah melihat Utsman meminta air untuk wudhu, lalu beliau (Utsman) menuangkan air ke kedua telapak tangannya dari wadah tersebut maka dibasuhlah (dicuci) sebanyak tiga kali, beliau lantas mencelupkan tangan kanannya ke dalam air tersebut kemudian berkumur-kumur, istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dan istinsyar (mengeluarkannya). Kemudian beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, kemudian membasuh tangannya sampai sikunya sebanyak tiga kali, kemudian mengusap kepalanya, kemudian membasuh (mencuci) setiap kakinya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau berkata : “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhuku ini dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ‘Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat tidak berkata-kata di jiwanya (khusyu’), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.’” (HR. Bukhari no. 159 dan Muslim no. 423)
Terkadang dilakukan sebanyak dua kali atau satu kali.

Hukum membasuh telapak tangan pada permulaan berwudhu?
Para ulama ijma’ (sepakat) tentang hukumnya sunnah membasuh kedua telapak tangan dalam permulaan berwudhu sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnul Mundzir dan al-Imam an-Nawawi rahimahullah.
Berkata al-Imam Ibnul Mundzir rahimahullah:
أجمع كل من نحفظ عنه من أهل العلم على أن غسل اليدين في ابتداء الوضوء سنة
“Telah ijma’ (sepakat) setiap orang dari kalangan ahlu ilmi (para ulama) yang kami hapal darinya bahwa membasuh kedua telapak tangan pada permulaan wudhu hukumnya sunnah.” (Al-Ausath:1/375)
Hukum menyela-nyela jari jemari tangan dan kaki ketika berwudhu
Disyariatkan untuk menyela-nyela jari jemari tangan dan kaki ketika berwudhu, hal ini berdasarkan pada sebuah hadits dimana
أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Sempurnakanlah dalam berwudhu, sela-selalah jari jemari, bersungguh-sungguh dalam beristinsyak (memasukkan air kedalam hidung dengan tarikan nafas –ed) kecuali dalam keadaan berpuasa.” (HR. Ashabus Sunan, dan sanadnya shahih. Hadits ini tercantum pada shahihul musnad Syaikh Muqbil rahimahullah no 1096).
Adapun tentang hukumnya para ulama berselisih pendapat. Sebagian ulama berpendapat hukumnya sunnah menyela-nyela jari jemari tangan dan kaki ketika berwudhu. Sebagian yang lain bependapat wajib. Adapun kami pribadi cenderung kepada pendapat yang mengatakan hukumnya sunnah. Berkata Asy-syaikh Al-Allamah Abdullah al-Bassam rahimahullah: “Sampainya air kejari jemari kaki tanpa disela-sela, dengan ini sampailah pada batasan wajib (meratanya air keanggota wudhu –ed); maka yang tersisia tinggal yang hukumnya sunnah atas kehati-hatian dalam hal itu.” (Taudihul Ahkaam:1/218)
4.      Madmadhah (berkumur-kumur), Istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dengan menghirupnya) dan istinsyar (mengeluarkan air dari hidung).
Dalil tentang hal ini dalam banyak hadits di antaranya,
Yang diriwayatkan oleh Humran tentang praktek wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dilakukan oleh Utsman bin Affan sampai pada
ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ
“…..Beliau lantas mencelupkan tangan kanannya ke dalam air tersebut kemudian berkumur-kumur, istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dan istinsyar (mengeluarkannya)…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ ماء ثُمَّ لِيَنْثُرْ
“Jika salah seorang dari kalian berwudhu maka hendaknya dia menghirup air ke hidung lalu mengeluarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Berkumur-kumur, istinsyaq dan istinsyar dilakukan terkadang sebanyak tiga kali atau dua kali atau satu kali.
Hukum berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) ketika berwudhu ?
Para ulama berselisih pendapat tentang hal ini, Insya Allah pendapat yang rajih (tepilih) yang kami pribadi cenderung kepadanya bahwasanya berkumur-kumur dan istinsyaq hukumnya wajib. Berdasarkan sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ
“Jika kamu berwudhu maka berkumurlah.” (HR. Abu Dawud no. 144, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di shahih Abi Dawud no.131). Dan ini madzhabnya Ibnu Abi Laila, Hammad, Ishaaq dan masyhur dari Imam Ahmad.

Bagaimana cara berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung)?
Berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dengan tangan kanan kemudian istintsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan tangan kiri.  Sebagaimana dalam sebuah hadits,
وَنَحْنُ جُلُوسٌ نَنْظُرُ إِلَيْهِ فَأَدْخَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى فَمَلأَ فَمَهُ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَنَثَرَ بِيَدِهِ الْيُسْرَى فَعَلَ هَذَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ قَالَ : مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى طُهُورِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَهَذَا طُهُورُهُ
Dari Abdi Khoir berkata : “Suatu ketika kami duduk-duduk sembari melihat Ali yang sedang berwudhu. Lalu Ali memasukkan tangan kanannya, memenuhi mulutnya (dengan air) kemudian berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkan air dengan menggunakan tangan kirinya. Dia melakukan hal itu sebanyak tiga kali lantas mengatakan, siapa yang suka untuk melihat tatacara wudhunya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka inilah sifat wudhunya beliau.” (HR. ad-Darimi dari Abdi Khair, Syaikh al-Albani mengatakan sanadnya shahih di al-Misykat 1/89)

Apakah menggabungkan dengan satu cidukan untuk berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air kedalam hidung) atau memisahkan satu cidukan untuk berkumur-kumur dan mengambil air lagi untuk istinsyaq?
Mayoritas ulama berpendapat menggabungkan cidukan air untuk berkumur-kumur dan istinsyaq. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abdullah bin Zaid yang mencontohkan wudhunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: (sampai pada)
فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا
“Berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air kehidung) dari satu telapak tangan dilakukan sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
            Dan ini pendapat yang benar.
5.      Membasuh wajah.
Membasuh wajah adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala menuju ke bagian bawah kumis dan jenggot sampai pangkal kedua telinga, hingga mengenai persendian yaitu bagian wajah yang terletak antara jengot dan telinga.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’aala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (al-Maidah:6)
Dan dalam banyak hadits diantaranya hadits yang diriwayatkan dari Humran maula (bekas budaknya) Utsman menuturkan bahwa Utsman meminta air wudhu lalu menyebutkan sifat wudhu Nabi shallallahu alaihi wasallam “… (sampai pada)
ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا
Kemudian mencuci wajahnya sebanyak tiga kali..” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum membasuh wajah  ketika wudhu?
Para ulama ijma’ (sepakat) tentang wajibnya membasuh wajah didalam berwudhu. Sebagaimana dinukilkan oleh Imam At-Thahawi,  Al-Maawardi, Ibnu Rusd, Ibnu Qudamah dan An-Nawawi.
Apabila seseorang hendak membasuh wajah dan pada wajahnya ada jenggotnya
Ada perinciannya
Pertama: Apabila jengotnya lebat tidak dibasuh kecuali yang zhohir (bagian luar/permukaan jenggot) darinya.
Kedua: Apabila jengotnya tipis, mayoritas ulama berpendapat wajib membasuhnya dan membasuh kulitnya, mereka berdalil pada keumuman ayat
“Maka basuhlah wajah-wajah kalian” (Al-Maidah : 6).
 6.      Membasuh kedua tangan sampai ke siku.
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (al-Maidah:6)
Dan (إلى) pada ayat ini bermakna (bersama :مع ), maka wajib untuk memasukkan siku dalam penyucian kedua tangan.
Dan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Humran Maula (bekas budaknya) Utsman menuturkan bahwa Utsman meminta air wudhu lalu mempratekkan sifat wudhu Nabi shallallahu alaihi wasallam “… (sampai pada)
وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلاَثًا
mencuci kedua tangannya sampai kesiku sebanyak tiga kali…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Membasuh tangan sampai siku dilakukan terkadang sebanyak tiga kali atau dua kali atau satu kali.

Hukum membasuh kedua tangan sampai siku ketika berwudhu?
Para ulama sepakat (ijma’) tentang wajibnya mencuci kedua tangan sampai ke siku. Sebagaimana dinukilkan oleh oleh At-Thahawi, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Hazm, Ibnu Rusyd, Ibnu Qudamah dan An-Nawawi.
Bagaimana jika seseorang tangannya atau bagian dari tangannya terpotong, masihkah dia wajib membasuh tangannya?
Wajib baginya membasuh sisa tangan yang tersisa, yaitu jika tangannya terpotong dari bawah siku. Dan tidak ada kewajiban untuk membasuhnya jika sudah tidak ada lagi bagian yang dibasuh. Yaitu jika tangannya terpotong dari atas siku. Wallahu a’lam bish shawwab
 7.      Mengusap kepala seluruhnya termasuk telinga.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’aala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (al-Maidah:6)
Dan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Humran Maula (bekas budaknya) Utsman menuturkan bahwa Utsman meminta air wudhu kemudian berwudhu“… (sampai pada)
ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ
kemudian mengusap kepalanya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apa hukumnya mengusap kepala ketika berwudhu?
Para ulama sepakat (ijma’) tentang wajibnya mengusap kepala ketika berwudhu. Sebagaimana dinukilkan oleh At-Thahawi, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Rusyd, Ibnu Qudamah dan An-Nawawi dan yang lainnya
Yang diusap sebagian kepala atau semua?
Yang benar adalah wajib mengusap seluruh kepala berdasarkan ayat diatas dan karena inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak hadits yang menerangkan sifat wudhu Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ini madzhabnya Imam Malik, Ahmad, Al-Mazini yang masyhur dari mereka.
Apakah hal ini untuk laki-laki saja atau juga untuk wanita?
Mengusap seluruh kepala untuk laki-laki dan wanita, sebagaimana disebutkan oleh IbnuTaimiyyah (Majmu Fatawa : 21/23).
Diusap sekali atau tiga kali?
Para ulama berselisih pendapat tentang hal ini, dan pendapat yang raajih (terpilih) insya Allah pendapat yang mengatakan diusap sekali, berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Zaid dan ini pendapatnya kebanyakan para ulama.
Apakah kedua telinga termasuk kepala dan apa hukum mungusapnya?
Kedua telinga termasuk kepala, hal ini berdasarkan sebuah hadits di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
“Kedua telinga termasuk bagian dari kepala.” (HR. Ibnu Majah no 443 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani di dalam shahih Ibnu Majah : 375 dan Irwa’ : 84)
Adapun tentang hukumnya para ulama berbeda pendapat hal ini dikarenakan perbedaan dalam menentukan shahih dan tidaknya hadits di atas, sebagian ulama mengatakan wajib mengusap telinga seperti Imam Ahmad dan sebagian lagi berpandangan sunnah. Insya Allah pendapat yang raajih (terpilih) pendapat yang mengatakan hukumnya wajib berdasarkan dalil-dalil yang ada. Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul ‘Aziz bin Baaz Rahimahullah: “Fardhu-fardhu wudhu ada enam … (disebutkan di antaranya)… mengusap seluruh kepala dan dan termasuk bagian kepala, kedua telinga.” (Duruusul Muhimmah Liaamatil Ummah : 62, beserta syarhnya)

Cara mengusapnya bagaimana?
Caranya yaitu mengusap kepala dengan kedua tangan dari depan menuju ke belakang sampai ke tengkuk kemudian mengembalikannya ke tempat awal kemudian memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga dan ibu jari di belakang daun telinga (bagian luar) dan digerakkan dari bawah daun telinga sampai ke atas.
Tentang hal ini sebagaimana hadits-hadits yang telah lalu penyebutannya yang menjelaskan tentang sifat wudhu Rasulullah dan sebuah hadits dari Abdullah bin Amr, beliau menuturkan tentang sifat wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِى أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ
“… Kemudian beliau mengusap kepala beliau lalu memasukkan kedua jari telunjuk beliau ke dalam telinga dan mengusap bagian luar telinga dengan kedua ibu jari tangan beliau.” (HR. Abu Dawud no 135, An-Nasa’i no 140, Ibnu Majjah no 422 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Apakah mengambil air yang baru untuk mengusap telinga?
Para ulama berselisih pendapat tentang hal ini, Insya Allah pendapat yang rajih (kuat) yang mengatakan tidak mengambil air yang baru cukup dengan air yang digunakan untuk mengusap kepala. Berdasarkan hadits tentang cara wudhunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr dan Ibnu Abbas. Dan ini pendapatnya kebanyakan ulama.
Kalau pakai imamah apakah dibolehkan mengusap imamahnya dan kalau boleh bagaimana cara mengusapnya?
Dibolehkan mengusap imamah menurut pendapat yang benar.
Ada dua cara :
Dengan mengusap imamahnya saja hal ini berdasarkan hadits :
 عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَمْرٍو ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَمْسَحُ عَلَى عِمَامَتِهِ وَخُفَّيْهِ
Dari Abi Salamah dari Ja’far bin ‘Amr, dari bapaknya berkata : “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap imamah dan kedua sepatu beliau.” (HR. Bukhari no 205)
Dan cara mengusapnya seperti mengusap kepala sebagaimana pendapatnya sebagian ulama di antaranya al-Imam Ahmad.
Mengusap ubun-ubunnya dan imamahnya hal ini berdasarkan hadits Mughirah bin Syu’bah, beliau menuturkan :
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى الْخُفَّيْنِ.
“Bahwasanya Nabi berwudhu lalu mengusap ubun-ubun dan imamah serta kedua khufnya.” (HR. Muslim)
Adapun peci maka tidak disyari’atkan mengusap peci menurut pendapat yang benar dan ini pendapatnya kebanyakan  ulama, mereka berdalil karena tidak dinukilkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu a’lam bish shawwab
8.      Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
Hal ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” (Qs. Al Maidah : 6)
Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Utsman di dalam shahih Bukhari dan Muslim :
ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلاَثًا
“…kemudian mencuci kedua kakinya sebanyak tiga kali.”

Hukum membasuh kedua kaki ketika wudhu?
Membasuh kedua kaki  sampai mata kaki hukumnya wajib. Dalilnya hadits sangat banyak tentang sifat wudhunya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan berdasarkan hadits Ibnu Umar, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah tumit-tumit (yang tidak terkena basuhan air wudhu -ed) dari api neraka.” (HR. Bukhari no 161 dan Muslim no 241)
9.      At-Tartiib
Membasuh anggota wudhu satu demi satu dengan urutan yang sebagaimana Allah dan rasul-Nya perintahkan. Hal ini berdasarkan dalil ayat dan hadits yang menjelaskan tentang sifat wudhu. Dan juga berdasarkan hadits :
أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ
“Mulailah dengan apa yang Allah mulai dengannya.” (HR. Muslim no 1118)

Hukumnya?
Hukumnya wajib tartiib (berurutan) dalam berwudhu menurut pendapat yang terpilih (Insya Allah) dan ini Madzhabnya Utsman, Ibnu Abbas dan riwayat dari Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhum. Dan dengannya Qatadah, Abu Tsaur, Syafi’i, Ishaq bin Rahawaih berpendapat, dan pendapat ini  masyhur dari Imam Ahmad. Dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syaikh as-Sa’di, Ibnu Baaz dan Ibnu Utsaimin rahimahullah jamia’an.
10.   Al Muwaalaat (berkesinambungan dalam berwudhu sampai selesai tidak terhenti atau terputus)
Hal ini berdasarkan sebuah hadits :
 عن عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ ». فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى
Dari  Umar bin Khaththab menuturkan bahwasanya seseorang berwudhu, bagian kuku pada kakinya tidak  terkena air wudhu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandangnya maka berkata : “Kembalilah, baguskanlah wudhumu (ulangi –ed), kemudian orang tersebut kembali berwudhu kemudian shalat.” (HR. Muslim no 243)
Hukumnya?
Pendapat yang raajih (terpilih) insya Allah yang mengatakan hukumnya wajib, dalilnya seperti yang telah disebutkan di atas. Kalau sendainya bukan wajib tentu cukup dengan membasuh bagian yang tidak terkena air saja setelah terhenti atau terputus, tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mengulangi wudhunya ini menunjukkan muwaalat (berkesinambungan) hukumnya wajib. Dan pendapat yang mengatakan wajib madzhabnya Imam Malik, pada sebuah riwayat dari Imam Ahmad, Al-Auza’i, Qatadah dan dengannya Ibnu Umar berpendapat.
Kapan seseorang dikatakan berkesinambungan dan kapan dikatakan tidak berkesinambungan?
Yaitu seseorang melakukan gerakan-gerakan wudhu secara berkesinambungan, usai dari satu gerakkan wudhu langsung diikuti dengan gerakan wudhu berikutnya sebelum kering bagian tubuh yang baru saja dibasuh. Contohnya seseorang membasuh wajah maka wajib baginya setelah selesai dari membasuh wajah untuk segera membasuh tangan sebelum wajah mengering dari bekas air wudhu. Adapun jika ia menunda membasuh tangan sehingga air bekas wudhu pada wajah mengering dikarenakan urusan yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas wudhu maka dia dianggap tidak berkesinambungan dan wudhunya tidak sah. Berbeda jika dia menunda karena urusan yang terkait dengan wudhu maka hal itu tidak memutus kesinambungannya dalam wudhu. Misalnya dia pada saat wudhu melihat bagian tangannya ada yang terkena cat sehingga dia berusaha menghilangkannya. Wallahu a’alam bish shawwab.
11.    Doa/dzikr setelah wudhu
Tentang hal ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ – أَوْ فَيُسْبِغُ – الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
“ Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan sampai selesai atau menyempurnakan wudhu kemudian membaca doa: “ Aku bersaksi tidak ada ilah (sesembahan) yang berhaq disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga yang dia bisa masuk dari pintu mana saja yang dia kehendaki.”
Dalam sebuah riwayat : “Aku bersaksi tidak ada ilah (sesembahan) yang berhaq disembah kecuali Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwasannya muhammad hamba Allah dan utusannya” (HR. Muslim)

Apa hukumnya membaca doa/dzikir diatas setelah wudhu?
Hukumnya sunnah sebagaimana diakatakan oleh Imam An-Nawawi didalam syarh shahih Muslim.
Catatan :
Tidak boleh seseorang berlebih-lebihan dalam mengunakan air ketika berwudhu. Hal ini menyelisihi petunjuk Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam, sebagaimana dalam sebuah hadits Anas Bin Malik berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَغْسِلُ ، أَوْ كَانَ يَغْتَسِلُ – بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mandi dengan satu sha’ sampai lima mud dan berwudhu dengan satu mud.” (HR. Mutafaqun alaihi)
1 shaa’ = 4 mud
1 mud = gabungan telapak tangan orang dewasa yang sedang (tidak besar dan kecil)

Pembahasan Keenam: Sunnah-Sunnah wudhu
1. Siwak
2. Mencuci kedua telapak tangan pada awal wudhu.
Sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Utsman bin Affan tentang wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
3. Mendahulukan anggota wudhu yang kanan dari yang kiri.
4. Melakukan sebanyak tiga kali kecuali kepala, mengusap kepala di lakukan hanya sekali.
5. Menyela-nyela jenggot
6. Menggosok-gosok
7. Menyela-nyela jari jemari tangan dan kaki
   Sebagaimana haditsnya telah disebutkan diatas
8. Membaca doa setelah berwudhu
    Sebagaimana haditsnya telah disebutkan di atas.
9. Shalat dua rakaat setalah berwudhu
   sebagaimana haditsnya telah disebutkan diatas

Wudhu


Suci adalah syarat sahnya shalat. Seseorang tidak dikatakan shalat bila tidak suci badan dan tempatnya. Salah satu cara mensucikan diri adalah dengan berwudhu. Walau demikian seorang Muslim tidak harus berwudhu setiap akan shalat. Sekali wudhu bisa digunakan untuk sholat beberapa kali selagi belum batal.

وَقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الكَعْبَيْنِ}
Firman Allah yang Maha Mulya: “Ketika engkau hendak shalat basuhlah wajahmu, dan kedua tanganmu sampai sikut, dan usaplah kepalamu dan dua kakimu sampai mata kaki”.
[Surah Al-Maidah ayat 6]

135 – حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الحَنْظَلِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ» قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ: مَا الحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟، قَالَ: فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ
… Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak diterima sholatnya orang yang hadast sehingga dia berwudhu” Dan seorang laki laki dari Hadramaut bertanya: “Apakah hadast itu: Aba Hurairah menjawab: “Jimak dan berak / kencing.
[Hadist Shohih Bukhari No. 135 Kitabul Wudhu]

Wudhu adalah bersuci dengan menggunakan air putih yang suci, bisa; air sumur, air sungai, air hujan dan sebagainya. Bejana air untuk berwudhu bisa berupa wadah seperti panci, rantang dan sejenisnya, bisa bak mandi atau bisa juga air yang mengalir dari kran.

Tata cara berwhudu tuntunan Nabi shalallohu alaihi wa sallam sebagaiman diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Zaid adalah sebagai berikut:

Membaca Basmallah.
Membasuh telapak tangan.
Berkumur dan menghisap air ke hidung kemudian disemprotkan.
Membasuh wajah.
Membasuh kedua tangan sampai sikut.
Mengusap kepala / rambut kepala dengan telapak tangan. Telapak tangan diusapkan berjalan mulai dahi sampai tengkuk dan kembali ke dahi.
Membasuh kedua kaki
Membaca doa setelah berwudhu.
Jumlah mengusap atau membasuh anggota badan bisa satu kali, dua kali atau tiga kali.

199 – حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ يَحْيَى، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: كَانَ عَمِّي يُكْثِرُ مِنَ الوُضُوءِ، قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ: أَخْبِرْنِيا كَيْفَ رَأَيْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ؟ «فَدَعَا بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ، فَكَفَأَ عَلَى يَدَيْهِ، فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثَ مِرَارٍ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي التَّوْرِ، فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مِنْ غَرْفَةٍ وَاحِدَةٍ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاغْتَرَفَ بِهَا، فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى المِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ، ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهِ مَاءً فَمَسَحَ رَأْسَهُ، فَأَدْبَرَ بِهِ وَأَقْبَلَ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ» فَقَالَ: هَكَذَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ
… Ayahnya Amru bin Yahya meriwayatkan: Pamanku adalah orang yang memperbanyak berwudhu maka ia bertanya bertanya pada Abdullah bin Zaid: Kabarkanlah saya bagaimana engkau melihat wudhunya Nabi s.a.w.

Maka Abdullah minta wadah air. Abdullah menuangkan air di tangannya dan membasuh kedua tangannya tiga kali.

Kemudian memasukkan kedua tangannya dalam wadah maka ia berkumur dan mengisap air ke hidung dan tiga kali, dari satu kali cawukan air.

Kemudian memasukkan tangannya dalam wadah dan mencawuk air, maka membasuh wajahnya tiga kali.

Kemudian ia membasuh kedua tangannya sampai sikut dua kali-dua kali. Kemudian mengambil air dengan tangannya, maka mengusap kepalanya, maka memundurkan sampai tengkuk dan mengembalikan sampai dahi.

Kemudian membasuh kedua kakinya.

Maka Abdullah bin Zaid berkata: “Demikian inilah saya melihat Nabi s.a.w. berwudhu”.

[Hadist Shohih Bukhari No. 199 Kitabul Wudhu]


148 – أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حَرْبٍ الْمَرْوَزِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ قَالَ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ وَأَبِي عُثْمَانَ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، فُتِّحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ»
__________
[حكم الألباني] صحيح
[Hadist Sunan Nasa’i No. 148 Kitabu Thoharoh]

Kisah Imam Ahmad, tukang roti dan Istigfar

Dikisahkan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah bepergian untuk suatu keperluan sampai kemalaman di sebuah kampung. Karena tidak ingin merepotkan siapapun, beliaupun mampir ke sebuah masjid kecil untuk shalat sekaligus berniat bermalam disana. Seusai shalat, ia hendak merebahkan tubuh tua beliau di masjid kecil tersebut guna melepaskan sedikit kepenatan malam itu, tiba-tiba sang penjaga masjid datang dan melarang beliau tidur di dalamnya.

Sang penjaga tidak mengetahui bahwa, yang dihadapainya adalah seorang ulama besar. Sementara Imam Ahmad juga tidak ingin memperkenalkan diri kepadanya. Beliau langsung keluar dan berpindah ke teras masjid dengan niat beristirahat di luar masjid itu. Namun sang penjaga tetap saja mengusir beliau secara kasar dan bahkan sampai menarik beliau ke jalanan.

Tepat saat Imam Ahmad sedang kebingungan di jalan itu, melintaslah seseorang yang ternyata berprofesi sebagai pembuat dan penjual roti. Akhirnya dia menawari dan mengajak beliau untuk menginap di tempatnya, juga tanpa tahu bahwa, tamunya ini adalah Imam Ahmad bin Hanbal.

Ketika sampai di rumahnya, sang lelaki baik hati itupun segera mempersiapkan tempat bermalam untuk Imam Ahmad dan mempersilahkan beliau agar langsung istirahat. Sedangkan dia sendiri justru mulai bekerja dengan menyiapkan bahan-bahan pembuatan roti yang akan dijualnya esok hari.

Ternyata Imam Ahmad tidak langsung tidur, melainkan malah memperhatikan segala gerak gerik sang pembuat roti yang menjamu beliau. Dan ada satu hal yang paling menarik perhatian beliau dari lelaki ini. Yakni ucapan dzikir dan doa istighfar yang terus meluncur dari mulutnya tanpa putus sejak awal ia mulai mengerjakan adonan rotinya.

Imam Ahmad merasa penasaran lalu bertanya, “Sejak kapan Anda selalu beristighfar tanpa henti seperti ini?”

Ia menjawab, “Sejak lama sekali. Ini sudah menjadi kebiasaan rutin saya, hampir dalam segala kondisi.”

Sang Imam melanjutkan pertanyaan beliau, “Lalu apakah Anda bisa merasakan adanya hasil dan manfaat tertentu dari kebiasaan istighfar Anda ini?”

“Ya, tentu saja,” jawab sang tukang roti dengan cepat dan penuh keyakinan.

“Apa itu, kalau boleh tahu?,” tanya Imam Ahmad lagi.

Ia pun menjelaskan, “Sejak merutinkan bacaan doa istighfar ini, saya merasa tidak ada satu doapun yang saya panjatkan, melainkan selalu Allah kabulkan, kecuali satu doa saja yang masih belum terkabul sampai detik ini?”

Sang Imam semakin penasaran dan bertanya, “Apa gerangan doa yang satu itu?”

Si lelaki saleh ini pun melanjutkan jawabannya dan berkata, “Sudah cukup lama saya selalu berdoa memohon kepada Allah untuk bisa dipertemukan dengan seorang ulama besar yang sangat saya cintai dan agungkan. Beliau adalah Imam Ahmad bin Hanbal!”

Mendengar jawaban dan penjelasan terakhir ini, Imam Ahmad terhenyak dan langsung bangkit serta bertakbir, “Allahu Akbar! Ketahuilah wahai Saudaraku bahwa, Allah telah mengabulkan doamu!

Sang pembuat roti kaget dan penasaran, “Apa kata bapak? Doaku telah dikabulkan? Bagaimana caranya? Dimana saya bisa menemui Sang Imam panutan saya itu?”

Selanjutnya Imam Ahmad menjawab dengan tenang, “Ya. Benar, Allah telah mengabulkan doamu. Ternyata semua yang aku alami hari ini, mulai dari kemalaman di kampung ini, diusir sang penjaga masjid, bertemu dengan Anda di jalanan, sampai menginap di rumah ini, rupanya itu semua hanya merupakan cara Allah untuk mengabulkan doa hamba-Nya yang saleh. Ya, orang yang sangat ingin kamu temui selama ini telah ada di rumahmu, dan bahkan di depanmu sekarang. Ketahuilah wahai lelaki saleh, aku adalah Ahmad bin Hanbal…!”

Subhanallah, Allah SWT akan mengabulkan doa hamba-Nya yang senantiasa membaca istighfar.

Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS.Nuh: 10-12).

Dari Ibnu Abbas r. a Rasulullah SAW Bersabda :”Siapa yang selalu beristighfar (meminta ampun kepada Allah), niscaya Allah akan menjadikan baginya kemudahan bagi setiap kesempitan, kesenangan bagi setiap kesedihan dan memberi rezeki tanpa di duga olehnya. (HR. Abu Daud)

Pin : Kesombongan sebesar biji Zarrah


Tugas utama nabi Muhammad bukan untuk mengIslamkan seluruh dunia

Oleh : Dr H Nadirsyah Hosen LLM MA PhD

"Kalau seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua manusia di bumi. Maka apakah engkau (Muhammad) akan memaksa manusia hingga mereka menjadi orang-orang yang beriman semua?" (QS Yunus 10:99).

Banyak yang kaget rupanya ketika disodorkan ayat ini. Misi utama Nabi itu sejatinya bukan untuk menaklukkan dunia dan mengislamkan semua orang.

Misi Nabi itu dijelaskan oleh al-Quran sebagai rahmat untuk semesta alam. "Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam" (QS. Al-anbiya 21/107).

Dan dijelaskan sendiri oleh Nabi dalam satu riwayat Hadis Sahih:

"Sesungguhya aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia." Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq (HR Bukhari).

Menebar Rahmat dan memperbaiki Akhlak itulah misi utama Nabi, bukan maksa-maksa orang lain masuk Islam atau memaksa mengikuti fatwa dan tafsiran kita sendiri, atau bahkan memaksa orang lain mengikuti pilihan politik kita.

Pemaksaan terhadap orang lain itu bukan rahmat dan bukan pula akhlak yang mulia. La ikraha fi al-din. Tidak ada paksaan dalam beragama.

Tafsir Ibn Katsir menjelaskan: "tidak perlu memaksa mereka. Barangsiapa dibukakan pintu hatinya oleh Allah maka mereka akan memeluk Islam. Barang siapa dikunci hati, pendengaran dan penglihatannya maka mereka tidak akan mendapat manfaat jikalau dipaksa masuk Islam".

Tafsir Fi Zhilalil Qur'an mengonfirmasi bahwa "manusia telah diberi tanggung jawab untuk memilih jalannya sendiri, dan mereka pula lah yang akan bertanggungjawab atas pilihannya tersebut."

Keimanan itu tidak perlu dipaksakan. Dakwah itu mengajak, bukan memaksa. Maka hindari cara-cara yang memaksa. QS al-Nahl 16/125 memberi kita petunjuk metode dakwah yang harus ditempuh:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ؕ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
[QS. An-Nahl: Ayat 125]

- Pertama, dengan hikmah,
- Kedua, dengan mauizah (nasehat/pelajaran) yang baik dan
- terakhir kalau harus berdebat, bantahlah dengan argumentasi yang lebih baik.

Tidak perlu pula menjelekkan atau menghina kepercayaan orang lain. Bahkan standar moral yang luar biasa ditegaskan dalam QS al-An'am 6/108:

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan." Kita dilarang dengan tegas untuk menistakan Tuhan dan sesembahan agama lainnya. Inilah akhlak yang diajarkan al-Qur'an.

Jadi, mari kita tunjukkan pada penduduk dunia akan ketinggian ajaran Islam yang menjadi rahmat bagi semesta dan membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak mulia. Begitu mereka tahu maka biarkan mereka sendiri yang akan berbondong-bondong masuk Islam.

"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat". (QS al-Nashr 110/1-3)

Hadits tentang sholat gerhana


Klik gambar untuk memperbesar


Hadist Tentang Sholat Gerhana

 Dari ‘Aisyah Rodhiallohu ‘Anha, katanya: خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَكَبَّرَ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقَامَ وَلَمْ يَسْجُدْ وَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ وَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ أَدْنَى مِنْ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَالَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِثْلَ ذَلِكَ فَاسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ
 Terjadi gerhana matahari pada saat hidupnya Rasulullah SAW, Beliau keluar ke masjid lalu berbaris bersama manusia di belakangnya, lalu Beliau takbir, lalu membaca surat dengan panjang (lama), lalu beliau takbir dan ruku dengan ruku yang lama, lalu bangun dan berkata: sami’allahu liman hamidah, lalu Beliau berdiri lagi tanpa sujud, lalu Beliau membaca lagi dengan panjang yang lebih pendek dr bacaan yang pertama, lalu Beliau takbir, lalu ruku dengan ruku yang lama yang lebih pendek dr ruku yang pertama, lalu mengucapkan: sami’allahu liman hamidah Rabbana wa lakal hamdu, kemudian Beliau sujud. Kemudian melakukan pada rakaat terakhir (kedua) seperti itu juga maka sempurnalah empat kali ruku dalam empat kali sujud. Lalu, matahari telah terbit/terang sebelum Beliau bubar. (HR. Bukhori No. 1046, Muslim No. 901)

 Tentang Sholat Gerhana : HR.Bukhori, Nomer Hadist 1044 : حدثنا محمد بن مهران قال حدثنا الوليد بن مسلم قال أخبرنا ابن نمر سمع ابن شهاب عن عروة عن عائشة رضي الله عنها جهر النبي صلى الله عليه وسلم في صلاة الخسوف بقراءته فإذا فرغ من قراءته كبر فركع وإذا رفع من الركعة قال سمع الله لمن حمده ربنا ولك الحمد ثم يعاود القراءة في صلاة الكسوف أربع ركعات في ركعتين وأربع سجدات وقال الأوزاعي وغيره سمعت الزهري عن عروة عن عائشة رضي الله عنها أن الشمس خسفت على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فبعث مناديا ب الصلاة جامعة فتقدم فصلى أربع ركعات في ركعتين وأربع سجدات وأخبرني عبد الرحمن بن نمر سمع ابن شهاب مثله قال الزهري فقلت ما صنع أخوك ذلك عبد الله بن الزبير ما صلى إلا ركعتين مثل الصبح إذ صلى بالمدينة قال أجل إنه أخطأ السنة تابعه سفيان بن حسين وسليمان بن كثير عن الزهري في الجهر
 dari 'Aisyah radliallahu 'anha: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengeraskan bacaan dalam shalat gerhana. Jika selesai dari bacaan Beliau membaca takbir kemudian ruku'. Jika mengangkat kepalanya dari ruku' Beliau membaca "sami'allahu liman hamidah Rabbanaa lakal hamd". Kemudian Beliau mengulang bacaannya dalam shalat gerhana dengan empat kali ruku' dalam dua raka'at dan empat kali sujud". Berkata, Al Awza'iy dan selainnya aku mendengar Az Zuhriy dari 'Urwah dari 'Aisyah radliallahu 'anha bahwa pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka Beliau mengutus seorang mu'adzin untuk menyerukan "Ashalaatul Jaami'ah". Maka kemudian Beliau maju dan shalat dengan empat kali ruku' dalam dua raka'at dan empat kali sujud".

5 perkara ini hanya Allah yang tahu

5 hal yang hanya Allah yang tahu

Allah berfirman,

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS Al Luqman: 34)

Sering kita dengar, orang-orang hanya mengaitkan masalah-masalah yang ghaib dengan hal-hal mistis, yang ghaib ialah hal-hal yang menakutkan, malah banyak orang yang berani menerangkan hal ghaoib tanpa ia merujuk kepada Al Quran dan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hanya praduga-praduga, kira-kira dan semacamnya, Akhirnya ia jatuh pada kesesatan, ia sesat dan menyesatkan siapa yang mendengarkannya.

Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda dalam hadits yang panjang, yang telah diriwayatkan oleh Syaikhani, Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim,

خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ تَلَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ }

“Ada lima perkara (ghaib) tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, kemudian Rasul membaca (QS Luqman 34) : (1)sesungguhnya hanya disisiNya lah ilmu tentang hari kiamat; (2)Dan Dia yang menurunkan hujan; (3)Dia yang mengetahui apa yang ada dalam rahim; (4)dan tidak ada orang yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakan/diperoleh besok, (5)dan tidak ada seorangpun yang mengetahui di bumi mana ia akan meninggal dunia. Sesungguhnya Allah maha mengetahui, maha mengenal."

Inilah 5 perkara ghaib yang tidak ada seorangpun tahu kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala;

1. Hari Kiamat

Tidak ada makhluk didunia ini, jin, manusia, nabi dan malaikatnya yang mengtahui kapan terjadinya hari kiamat, tahun apa, bulan apa, minggu apa, hari apa, jam berapa dan menit berapa, melainkan Allah satu-satunya, juga hambaNYa Dalam ayat lain Allah menceritakan,
“mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang kiamat, ‘kapan terjadinya?’ katakanlah!, ‘sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada tuhanku, tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan kapan terjadinya kecuali Dia." (QS Al-A’rof 187)

Dalam hadits JIbril yang masyhur, Rasul ditanya tentang hari kiamat, kemudian beliau menjawab “mal-mas’uulu ‘anha bi a’lama minas-sa’il (yang ditanya tidak lebih tahu dari pada yang bertanya)", artinya yang ditanya dan yang bertanya sama-sama tidak tahu. Kemudian rasul hanya menjelaskan tentang tanda-tandanya saja.

Kemarin kita dihebohkan dengan wacana yang dikeluarkan oleh salah satu suku di negeri jauh sana yang menyatakan bahwa kiamat akan terjadi pada tahu 2012, bahkan ini difilmkan dan filmnya laris manis menjadi tontonan dan perbincangan disetiap Negara bahkan.

Apakah benar kiamat akan terjadi pada tahun 2012 seperti yang mereka katakana? Jawabannya : bisa lebih cept, bisa juga lebih lambat, wallahu a’lam. Tidak ada yang mengetahui kepastian kiamat kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sudah dijelaskan diatas bahwa Rasul dan JIbrilpun yang sudah jelas kedekatannya dengan Allah saja tidak tahu, apalagi orang biasa yang tidak jelas apakah ia sholeh atau tidak.

2. Turunnya Hujan

Begitu juga dengan hujan, tidak ada seorangpun yang mengetahui dengan pasti kapan hujan akan turun. Dan ketika hujan turun tidak ada seorangpun yang tahu kapan hujan ini akan berhenti. Dan dimana hujan itu akan turun. Namun jika Allah memrintahkan maka malaikat yang bertugas akan tahu kapan dan dimana hujan itu turun.
Kapan, dimana hujan akan turun, juga dengan detail Allah mengathui berpa debit air yang turun ketika itu. Dan tidak ada ilmu pengetahuan manapun yang mampu mejelaskan ini. Adapun prakiraan-prakiraan cuaca yang sering kita saksikan di tv-tv berita, itu hanya sekedar pra kira berdasarkan sifat-sifat alam yang terjadi, bukan suatu kepastian tentang turunnya hujan.
Namun sudah menjadi rahasia umum, bahwa yang terjadi di kalangan masyarakat, apalagi mereka yang ingin mengadakan suatu walimah atau resepsi, mereka menggunakan jasa pawang hujan. Entah mungkin ada nama lain buat si pawang ini yang bertugas agar huja tidak turun ketika agenda tersebut dilaksanakan. Tapi yang jelas ini adalah kebohongan yang nyata dan jelas melanggar syariat, karena telah jelas si pawang mengaku-ngaku tahu akan hujan, padahal jelas hanya Allah lah yang tahu.

“Dia (Allah) mengatahui yang ghaib dan Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang ghaib itu" (QS Al-Jinn 26)

Kalaupun hujan benar-benar tidak turun pada hari itu, ya itu memang sudah ditentukan oleh Allah, bukan karena mantra si pawang. Juga sebaliknya jika hujan itu turun setelah dilakukan ritual, itu karena Allah menakdirkan hujan turun ketika itu, dan bukan karena ritual. Karena ritual dan sejenisnya itu tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

3. Apa Yang Ada Di Dalam Rahim

Memang dengan berkembangnya teknologi modern zaman sekarang, orang sudah bisa mengetahui apa yang sedang dikandung oleh para istri mereka. Laki-laki atau perempuan kah bayi yang sedang dikandung, dan besar kecilnya, juga cacat atau tidak.
Tapi subhanallah tidak ada seorang pun yang tahu apakah anak ini akan selamat ketika ibunya melahirkannya, berimankah ia setelah dilahirkan atau kufur, bahagia kah ia atau celaka.
Belum tentu bayi yang keluar dari rahim ibu yang miskin akan menjadi miskin pula besarnya nanti, tidak juga bayi yang keluar dari rahim ibu yang sholihah akan menjadi sholihah juga. Tidak ada yang mengetahuinya keculi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Syaikhani dari sahabat Ibnu Mas’ud ra,

إنَّ أحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أربَعِينَ يَوماً نُطْفَةً ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلِكَ ، ثُمَّ يُرْسَلُ المَلَكُ ، فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ ، وَيُؤْمَرُ بِأرْبَعِ كَلِمَاتٍ : بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ

“sesunguhnya seseorang diantara engkau semua dikumpulkan kejadiannya dalam rahim ibunya selama 40 hari sebagai mani, kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging dalam waktu 40 hari pula. Kemudian diutuslah seorang malaikat, lalu ia meniupkan ruh kedalam janin tersebut. Dan diperintahkah malaikat tersebut dengan (menuliskan) 4 perkara; rezekinya; ajalnya; amalnya; dan apakah ia termasuk golongan orang-orang celaka atau bahagia."

4. Apa Yang Dikerjakan/Diperolah Besok Hari

Setiap manusia, apapun keilmuannya, kesaktiannya, kesholihannya tidak akan mengetahui apa yang akan ia lakukan atau ia peroleh dengan pasti esok hari. Dalam segala hal, termasuk rezeki, nasib, keuntungan, dan sebagainya. Kebiakkan kah yang akan ia peroleh atau keburukan? Karen perkara hari esok adalah perkara yang ghaib dan hanya Allah lah yang menguasai semua perkara ghaib.
Setiap manusia hanya berkata : “Saya akan begini", “Saya akan begitu", “Saya akan mendapatkan ini", “Saya akan mendapatkan itu", tapi apakah benar keesokkan harinya ia akan melakukan atau menperoleh semua yang ia rencanakan kemarin? Tentu semua itu Allah yang menentukan. Manusia hanya bisa berharap dan berdo’a.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’abul-Iman, Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menegaskan bahwa, “Sesungguhnya rezeki Allah tidak akan tertarik(didapati) oleh usaha seseorang, dan tidak akan ditolah oleh kebencian seseorang." Seberapapun usaha manusia untuk mendatangkan rizki tapi Allah tidak menghendakinya, maka tak akan datang rezeki tersebut. Dan juga sebaliknya, seberapapun usaha seseorang untuk mencegah datangnya rezeki kepada salah seorang diantaranya tapi Allah menghendaki untuknya rezeki, maka sia-sialah usaha tersebut.

Karena tidak ada yang terjadi dibumi ini kecuali atas kehendakNya, bahkan daun jatuh pun dari pohon dan kapan daun itu jatuh ke bumi itu semua atas pengetahuan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Tidak ada sesuatu apa pun yang kami luputkan di dalam kitab (lauh mahfuz)." (QS Al-An’am 38)

5. Di Bumi Mana Manusia Akan Meninggal

Dr. Aidh Al-Qarniy dalam salah satu tulisannya pernah mengutip sebuah cerita yang terjadi pada zaman Nabi Sulaiman Alayh salam. Dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman sedang berkumpul dengan para pengikutnya.

Namun ada salah satu pengikutnya yang merasa tidak nyaman duduk berkumpul karena ada seseorang yang tepat duduk disamping Nabi Sulaiman terus melototinya. Kemudian dengan gelisah ia bertanya kepada Nabi Sulaiman, “Siapakah gerangan orang tersebut yang sangat tajam melotot kepada ku itu?" Nabi Sulaiman menjawab, “Ia adalah Malaikat Maut yang menyamar sebagai manusia." Mendengar jawaban tersebut, pengikut tersebut kaget dan ketakutan, menyangka bahwa ajal akan tiba. Kemudian ia berkata kepada Nabi Sulaiman, “Wahai Nabi! Mintalah kepada Allah agar memindahkan aku dengan anginNya ketempat yang sangat jauh!" Kemudian nabi berdo’a maka hilanglah pengikut tersebut. Dalam suatu riwayat ia diterbangkan oleh angin ke negeri India.

Tak lama setelah itu, Nabi Sulaiman bertanya kepada malaikat Maut tersebut, “Kenapa kamu melototi orang tersebut seperti itu?" Kemudian ia menjawab, “Aku heran wahai Nabi. Aku mendapat perintah dari Allah untuk mencabut nyawa orang ini siang nanti di negeri India, tapi mengapa pagi ini ia masih berada disini?"

Kematian adalah suatu misteri yang tidak ada seorang pun yang tahu kapan, dimana dan bagaimana ia meninggalkan dunia ini. Maka sejogjanyalah kita sebagai seorang muslim yang tak punya daya apa-apa untuk selalu memohon kepada Allah agar kita diwafatkan dalam keadaan yang husnul khotimah.

Inilah 5 perkara ghaib yang tidak ada satu makhluk pun didunia ini baik jin, manusia bahkan malaikat yang mengetahui hakikatnya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Jadi perkara ghaib bukan semata perkara mistis, atau perkara dunia lain yang menyeramkan, atau pula perkara berhubungan dengan makhluk lain. Tetapi perkara ghaib ialah perkara yang kita sama sekali tidak punya kuasa untuk mengetahuinya, dan tak terlihat, baik dengan mata, pikiran atau khayalan.

Dan ini menjadi penting untuk diketahui, agar kita menjadi yakin akan kekuasaan Allah. Dan agar terhindar dari ikut campur atau masuk ke dalam 5 perkara ghaib tersebut.

Artinya siapa yang mengaku-ngaku mengetahui tentang 5 hal tersebut maka ia kafir. Atas dasar bahwa ia telah mengingkari apa yang ada dalam Al Qur’an. Dan Ijma’ ulama bahwa siapa yang mengingkari apa yang ada dalam Al Qur’an satu hururf saja maka ia telah menjadi kafir.

Surat Al Qashash ayat 71-72

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Ada 2 ayat yang menarik perhatian dalam surat Al Qashash.

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلَا تَسْمَعُونَ (71) قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ أَفَلَا تُبْصِرُونَ (72)

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Terangkanlah kepadaku jika Allah menjadikan untuk kalian malam itu terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan bagi kalian sinar yang terang, maka apakah kalian tidak mendengar?

Katakanlah (wahai Muhammad): “Terangkanlah kepadaku jika Allah menjadikan untuk kalian siang itu terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan bagi kalian malam supaya kalian beristirahat di dalamnya, maka apakah kalian tidak melihat?” (QS. Al-Qashash: 71-72)

Ketika saya mendengar imam membaca ayat ini, saya langsung berpikir kenapa الليل , kemudian أفلا تسمعون. Kenapa النهار , kemudian أفلا تبصرون.
Kenapa gelap diikuti mendengar, terang diikuti melihat..?

Ternyata sungguh Al-Qur’an itu begitu sempurnanya, hingga tidak mungkin bisa diperdebatkan..

Allah berfirman (yang artinya): “…jika Allah menjadikan untuk kalian malam itu terus-menerus…“. Yang mendengarkan ayat ini, tentunya membayangkan malam yang gelap yang tak pernah tergantikan dengan siang. Lalu diakhiri dengan pertanyaan “Apakah kalian tidak mendengar?“.

Ya Allah, betapa agung kalam-Mu! Sungguh tepat penutup ayat ini, karena di malam hari kekuatan pendengaran lebih dominan daripada kekuatan penglihatan. Kalaulah ditutup dengan “Apakah kalian tidak melihat?“. Mungkin orang-orang kafir akan menertawakan Nabi kita -Muhammad- shallallaahu ‘alaihi wa sallam sambil mengatakan, “Ya jelas kami tidak bisa melihat, karena malam ya gelap.”

Begitu pula dengan ayat berikutnya, ketika Allah berfirman (yang artinya): “… jika Allah menjadikan untuk kalian siang itu terus-menerus…“.

Coba bayangkan siang terus-menerus tak pernah tergantikan dengan malam, lalu diakhiri dengan pertanyaan “Apakah kalian tidak melihat?”. Sungguh tepat dan pas sekali, karena memang di siang hari kekuatan penglihatan lebih dominan daripada kekuatan pendengaran.

Contoh diatas menunjukan kesempurnaan Al-Qur'an hingga tidak ada celah sedikitpun bagi kaum kafir melecehkannya..