Pesan palsu Nuzulul Quran


Beredar Pesan Palsu 'Nuzulul Qur'an' Yang Mengatasnamakan Nabi dengan menggunakan hadits hadits palsu seperti di bawah ini,

______________

"Ass... Mengingatkan Tepat jam 24.00 Wib malam nanti, akan datangnya Malam Nuzulul quran. Rasullullah Bersabda "Barang Siapa Yang Memberitahukan Berita Nuzululquran kepada Yang Lain, maka Haram Api Neraka Baginya".
Dan tolong baca sebentar saja kita berdzikir mengingat اَللّهُ ... bismillah "Subhanallah, Walhamdulillah, Walaa ilaaha ilallah, Allahu-Akbar, Laa haula wala quwata illa billahil aliyil adzim”
Bila disebarkan, Anda akan membuat beribu-ribu manusia berzikir kepada Allah SWT آمِّيْنَ آمِّيْنَ آمِّيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ
Maaf... Jangan putus di Anda.
Gak sampai 1 menit kok.. اَللّهُ Maha Besar..."

______________

Saya selalu bertanya-tanya di dalam hati

Apakah orang yang membuat pesan diatas tidak takut kepada Allah?

Membuat hadits palsu atas nama Rasulullah?

Berdusta atas nama Rasulullah.

Netizen yang awam pun tanpa berpikir panjang langsung share, share dan share.

Dikirim secara massal melalui SMS, BBM, WhatApps, Instagram dan Facebook.

Hingga akhirnya menjadi viral.

Dan hal itu dianggap bagian dari ibadah.

Mereka pun meyakini bahwa itu sebagai sebuah kebenaran.

Karena datangnya dari Nabi.

Inna lillah wa inna ilaihi rojiun.

Kita tahu, Bahwa berdusta atas nama seseorang, walaupun bukan orang yang mulia, merupakan dosa dan aib bagi pelakunya.

Lalu bagaimana jika berdusta atas nama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , yang perkataan dan perbuatannya adalah sumber ajaran Islam?

Sudah Pasti, berdusta atas nama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam merupakan dosa besar yang mengakibatkan pelakunya akan masuk neraka. Dalam sebuah hadits shahih, Imam Bukhori meriwayatkan:

عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Dari al-Mughirah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya berdusta atasku tidak seperti berdusta atas orang yang lain. Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah dia mengambil tempat tinggalnya di neraka”. (HR. Bukhori)

Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menegaskan:

لَا تَكْذِبُوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَلِجِ النَّارَ

"Janganlah kamu berdusta atasku, karena sesungguhnya barangsiapa berdusta atasku, maka silahkan dia masuk ke neraka." (HR. Bukhori dan Muslim)

مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ

"Barangsiapa menceritakan sebuah hadits dariku, dia mengetahui bahwa hadits itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari para pendusta." (HR. Muslim di dalam Muqaddimah)

Dalam hadits lainnya disebutkan pula,

يُطْبَعُ الْمُؤْمِنُ عَلَى الْخِلاَلِ كُلِّهَا إِلاَّ الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ

“Seorang mukmin memiliki tabiat yang baik kecuali khianat dan dusta.” (HR. Ahmad)

Imam Adz Dzahabi dalam kitab 'Al Kabair' (dosa-dosa besar) menjelaskan, “Berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk kekufuran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam. Tidak ragu lagi bahwa siapa saja yang sengaja berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal berarti ia melakukan dosa besar dan masuk dalam ranah kekufuran.”

Oleh karena itu, Berhati-hatilah dalam menyampaikan sebuah pesan yang ditulis hadits di dalamnya. Masyarakat harus diberikan kesadaran, Mereka harus dibiasakan untuk selalu kritis jika terkait dengan ajaran syariat. 'Ini diambil dari kitab apa?' 'Mana dalilnya?' 'Itu hadits statusnya apa?' dsb. Jangan cuma asal guru berkata maka perkataan guru itulah yang dianggap paling benar. Sekalipun ucapan itu muncul dari mulut seorang kyai ternama, ajengan, habib, ustadz dll, mereka semua itu manusia biasa, Mereka bukan dalil atau sumber ajaran Islam. Tak ada salahnya untuk bertanya pada guru kita, 'Ini hadits dari kitab apa?', 'Bagaimana riwayatnya?', 'Bagaimana status haditsnya?', 'Dari kitab apa dinukil?' dll. Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang berdusta atas nama Nabi apalagi mendukungnya. Neraka taruhannya! Naudzubillah min dzalik, Semoga Allah Azza wa Jalla menjaga semua dari segala keburukan, dan menuntun kita di dalam segala kebaikan.

Kisah Khalid bin walid

KISAH PANGLIMA PERANG YANG DI PECAT KARENA TAK PERNAH BERBUAT KESALAHAN

Pada zaman pemerintahan Khalifah Syaidina Umar bin Khatab, ada seorang panglima perang yang disegani lawan dan dicintai kawan. Panglima perang yang tak pernah kalah sepanjang karirnya memimpin tentara di medan perang. Baik pada saat beliau masih menjadi panglima Quraish, maupun setelah beliau masuk Islam dan menjadi panglima perang umat muslim. Beliau adalah Jenderal Khalid bin Walid.

Namanya harum dimana-mana. Semua orang memujinya dan mengelu-elukannya. Kemana beliau pergi selalu disambut dengan teriakan, "Hidup Khalid, hidup Jenderal, hidup Panglima Perang, hidup Pedang Allah yang Terhunus." Ya! beliau mendapat gelar langsung dari Rasulullah SAW yang menyebutnya sebagai Pedang Allah yang Terhunus.

Dalam suatu peperangan beliau pernah mengalahkan pasukan tentara Byzantium dengan jumlah pasukan 240.000. Padahal pasukan muslim yang dipimpinnya saat itu hanya berjumlah 46.000 orang. Dengan kejeliannya mengatur strategi, pertempuran itu bisa dimenangkannya dengan mudah. Pasukan musuh lari terbirit-birit.

Itulah Khalid bin Walid, beliau bahkan tak gentar sedikitpun menghadapi lawan yang jauh lebih banyak.

Ada satu kisah menarik dari Khalid bin Walid. Dia memang sangat sempurna di bidangnya; ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan karismatik di tengah prajuritnya. Dia juga tidak sombong dan lapang dada walaupun dia berada dalam puncak popularitas.

Pada suatu ketika, di saat beliau sedang berada di garis depan, memimpin peperangan, tiba-tiba datang seorang utusan dari Amirul mukminin, Syaidina Umar bin Khatab, yang mengantarkan sebuah surat. Di dalam surat tersebut tertulis pesan singkat, "Dengan ini saya nyatakan Jenderal Khalid bin Walid di pecat sebagai panglima perang. Segera menghadap!"

Menerima khabar tersebut tentu saja sang jenderal sangat gusar hingga tak bisa tidur. Beliau terus-menerus memikirkan alasan pemecatannya. Kesalahan apa yang telah saya lakukan? Kira-kira begitulah yang berkecamuk di dalam pikiran beliau kala itu.

Sebagai prajurit yang baik, taat pada atasan, beliaupun segera bersiap menghadap Khalifah Umar Bin Khatab. Sebelum berangkat beliau menyerahkan komando perang kepada penggantinya.

Sesampai di depan Umar beliau memberikan salam, "Assalamualaikum ya Amirul mukminin! Langsung saja! Saya menerima surat pemecatan. Apa betul saya di pecat?"
"Walaikumsalam warahmatullah! Betul Khalid!" Jawab Khalifah.
"Kalau masalah dipecat itu hak Anda sebagai pemimpin. Tapi, kalau boleh tahu, kesalahan saya apa?"

"Kamu tidak punya kesalahan."

"Kalu tidak punya kesalahan kenapa saya dipecat? Apa saya tak mampu menjadi panglima?"

"Pada zaman ini kamu adalah panglima terbaik."

"Lalu kenapa saya dipecat?" tanya Jenderal Khalid yang tak bisa menahan rasa penasarannya.

Dengan tenang Khalifah Umar bin Khatab menjawab, "Khalid, Anda itu jenderal terbaik, panglima perang terhebat. Ratusan peperangan telah Anda pimpin, dan tak pernah satu kalipun Anda kalah. Setiap hari Masyarakat dan prajurit selalu menyanjung Anda. Tak pernah saya mendengar orang menjelek-jelekkan Anda. Tapi, ingat Khalid, Anda juga adalah manusia biasa. Terlalu banyak orang yang memuji bukan tidak mungkin akan timbul rasa sombong dalam hatimu. Sedangkan Allah sangat membenci orang yang memiliki rasa sombong. Seberat debu rasa sombong di dalam hati maka neraka jahanamlah tempatmu. Karena itu, maafkan aku wahai saudaraku, untuk menjagamu terpaksa saat ini Anda saya pecat. Supaya Anda tahu, jangankan di hadapan Allah, di depan Umar saja Anda tak bisa berbuat apa-apa!"

Mendengar jawaban itu, Jenderal Khalid tertegun, bergetar, dan goyah. Dan dengan segenap kekuatan yang Ada beliau langsung mendekap Khalifah Umar. Sambil menangis belaiu berbisik, "Terima kasih ya Khalifah. Engkau saudaraku!"
Bayangkan Sahabat…. jenderal mana yang berlaku mulia seperti itu? Mengucapkan terima kasih setelah dipecat. Padahal beliau tak berbuat kesalahan apapun. Adakah jenderal yang mampu berlaku mulia seperti itu saat ini?

Hebatnya lagi, setelah dipecat beliau balik lagi ke medan perang. Tapi, tidak lagi sebagai panglima perang. Beliau bertempur sebagai prajurit biasa, sebagai bawahan, dipimpin oleh mantan bawahannya kemarin.

Beberapa orang prajurit terheran-heran melihat mantan panglima yang gagah berani tersebut masih mau ikut ambil bagian dalam peperangan. Padahal sudah dipecat. Lalu, ada diantara mereka yang bertanya, "Ya Jenderal, mengapa Anda masih mau berperang? Padahal Anda sudah dipecat."

Dengan tenang Khalid bin Walid menjawab, "Saya berperang bukan karena jabatan, popularitas, bukan juga karena Khalifah Umar. Saya berperang semata-mata karena mencari keridhaan Allah."

Monyet & angin


Seekor monyet sedang nangkring di pucuk pohon kelapa.

Dia gak sadar sedang diintip oleh tiga angin besar.

Angin Topan, Tornado, & Bahorok.

Tiga angin itu rupanya pada ngomongin,
siapa yg bisa paling cepet jatuhin si monyet dari pohon kelapa.

Angin Topan bilang,

dia cuma perlu waktu 45 detik.

Angin Tornado gak mau kalah, 30 detik, katanya.

Angin Bahorok senyum ngeledek & bilang,15 detik jg jatuh tuh monyet.

Akhirnya satu persatu ketiga angin itu maju.

Angin TOPAN duluan,

… dia tiup sekencang-kencangnya, Wuuusss…

Merasa ada angin gede datang, si monyet langsung pegang batang pohon kelapa, Dia pegang sekuat-kuatnya. Beberapa menit lewat, gak jatuh-jatuh si monyet. Angin Topan pun nyerah.

Giliran Angin TORNADO.

Wuuusss… Wuuusss…

Dia tiup sekencang-kencangnya. Gak jatuh jg tuh monyet.

Angin Tornado jg nyerah.

Terakhir, Angin BAHOROK. Lebih kencang lagi dia tiup.

Wuuuss… Wuuuss… Wuuuss… Si monyet malah makin kencang pegangannya.

Gak jatuh-jatuh.

Ketiga angin gede itu akhirnya ngakuin,
si monyet memang jagoan. Tangguh.
Daya tahannya luar biasa.

Gak lama, datang angin SEPOI-SEPOI..

Dia bilang mau ikutan jatuhin si monyet. Keinginan itu diketawain sama tiga angin lainnya. Yg gede aja gak bisa, apalagi yg kecil.

Gak banyak omong, angin SEPOI-SEPOI langsung meniup ubun-ubun si monyet. Psssss…

Enak banget. Adem… Seger… Riyep-riyep matanya si monyet. Gak lama ketiduran dia terus lepas lah pegangannya

Alhasil, jatuh deh tuh si monyet.

*PESAN MORAL :*

Boleh jadi ketika kita Diuji dg KESUSAHAN…

Dicoba dg PENDERITAAN…

Didera MALAPETAKA… Kita kuat bahkan lebih kuat dari sebelumnya…👍

Tapi jika kita diuji dg KENIKMATAN… KESENANGAN… KELIMPAHAN… KEKAYAAN... KEKUASAAN...

Disinilah ” KEJATUHAN ” itu terjadi.

Jangan sampai kita terlena…terbuai..

*Tetap ”Rendah Hati”, “Mawas Diri”, “Sederhana”, "Berbuat Amal" karena bukan KRITIKAN yg membuat anda "JATUH" tapi Sanjungan & Pujian.*

Al Qur'an dan Al Hadits


"ILMU AL QURAN DAN AL HADITS"

1.WAJIBNYA MENCARI ILMU AL QURAN-AL HADITS
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ اللهَ يَبْغَضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ سَخَّابٍ فِى اْلأَسْوَاقِ جِيْفَةٍ بِاللَّيْلِ حِمَارٍ بِالنَّهَارِ, عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِاْلآخِرَةِ رواه البيهقى
Dari Abu Huroiroh berkata : Bersabda Rosululloh صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "Sesungguhnya Alloh murka pada tiap-tiap orang yang kasar, sombong, lagi banyak ramainya di dalam pasar. (Mereka) yang seperti bangkai di malam hari (tidak pernah sholat malam dan memperbanyak tidur) dan seperti himar di siang hari (ramai2 di siang hari). Pintar masalah dunia dan bodoh masalah akhirot (Ilmu Quran Hadits)" (HR Baihaqi)
عَنْ مُعَاوِيَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ ٱللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ يَاأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّمَا ٱلْعِلْمُ بٱِلتَّعَلُّمِ وَٱلْفِقْهُ بِٱلتَّفَقُّهِ وَمَنْ يُرِدِ ٱللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي ٱلدِّينِ وَإِنَّمَا يَخْسَى ٱللهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَاءُ رواه الطبراني
Dari Mu'awiyah berkata : "Aku mendengar Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Wahai manusia ! Sesungguhnya (untuk mendapatkan) ilmu adalah dengan belajar, dan (untuk mendapatkan) kepahaman adalah dengan berusaha untuk paham. Dan barangsiapa yang Alloh menghendaki baik kepadanya, maka Alloh akan menjadikannya paham dalam masalah agama. Dan sesungguhnya yang bisa takut kepada Alloh, dari (semua golongan) hamba-Nya adalah para ulama' !" (HR Thobroni)
ٱلْعِلْمُ حَيَاةُ ٱلإِسْلاَمِ وَعِمَادُ ٱلإِيْمَانِ وَمَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أَتَمَّ ٱللهُ أَجْرَهُ وَمَنْ تَعَلَّمَ فَعَمِلَ عَلَّمَهُ ٱللهُ مَا لَمْ يَعْلَم رواه أبو الشيخ
"Ilmu adalah kehidupannya Islam dan tiangnya keimanan. Dan barangsiapa mengajarkan ilmu, maka Alloh akan menyempurnakan pahalanya, dan barangsiapa yang belajar, lantas mengamalkan(nya), maka Alloh akan mengajarkan kepadanya apa-apa yang tidak ia ketahui" (HR Abu Syaikh)
2.KEUTAMAAN MENCARI ILMU
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ تَعَالَى يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ
وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
رواه ابو داود كتاب الصلاة
Dari Abu Huroiroh : Dari Nabi Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam rumah Alloh dari beberapa rumah Alloh (Masjid), dimana mereka membaca dan saling menderes Kitab Alloh (Al Quran), kecuali turun atas mereka ketenangan, menutupi atas mereka rohmat, mengelilingi atas mereka malaikat dan menyebutlah Alloh tentang mereka dikalangan orang-orang di sisiNya" (HR Abu Dawud)
قَالَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِذَا جَلَسَ الْمُتَعَلِّمُ بَيْنَ يَدَيِ الْعَالِِمِ فَتَحَ اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ سَبْعِيْنَ بَابًا مِنَ الرَّحْمَةِ, وَلاَ يَقُوْمُ مِنْ عِنْدِهِ اِلاَّ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ, وَاَعْطَاهُ اللهُ بِكُلِّ حَرْفٍ ثَوَابَ سِتِّيْنَ شَهِيْدًا, وَكَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ حَدِيْثٍ عِبَادَةَ سَبْعِيْنَ سَنَةً, وَ بَنَى اللهُ لَهُ بِكُلِّ وَرَقَةِ مَدِيْنَةٍ كُلِّ مَدِيْنَةٍ مَثَلَ الدُّنْيَا عَشْرَ مَرَّاةٍ
رواه الديلمى عن جابر بن عبد الله
Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam besabda : "Ketika murid duduk dihadapan gurunya maka Alloh Ta'ala membuka baginya 70 pintu rohmat dan tidaklah sang murid berdiri dari tempat duduknya, melainkan seperti halnya ketika ia dilahirkan (bersih dari dosa). Alloh memberi untuk tiap-tiap huruf (dalam Al Quran yang dipelajari), pahala 60 syuhada', dan Alloh menulis baginya untuk tiap hadits (yang dipelajari), pahala ibadah selama 70 tahun dan Alloh membangun baginya untuk tiap mata uang yang ia keluarkan (untuk mencari ilmu), 10x dunia" (HR Ad Dailamiy dari Jabir bin Abdillah
)عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَا أَبَا ذَرٍّ لأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ أَيَةً مِنْ كِتَابِ اللهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ وَلأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ عُمِلَ بِهِ أَوْ لَمْ يُعْمَلْ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ أَلْفَ رَكْعَةٍ رواه ابن ماجه 219
Dari Abu Dzarr berkata : Bersabda kepadaku Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Wahai Abu Dzarr, niscaya jika engkau pagi-pagian, lantas engkau belajar satu ayat dari Kitab Alloh (Al Quran), itu lebih bagimu dari jika engkau sholat sunnah 100 rokaat. Dan niscaya jika engkau pagi-pagian, lantas engkau belajar satu bab dari Ilmu (Al Hadits), baik (ilmu itu) diamalkan atau tidak diamalkan, itu lebih baik bagimu daripada jika engkau sholat 1000 rokaat (HR Ibnu Majah 219)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ رواه الترمذي 2785
Dari Anas bin Malik berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa yang keluar didalam mencari ilmu (Al Quran-Al Hadits), maka dia didalam sabilllah hingga dia kembali (pulang) (HR Tirmidzi 2785)
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ جَاءَهُ الْمَوْتُ وَهُوَ يَطْلُبُ الْعِلْمَ لِيُحْيِيَ بِهِ اْلإِسْلاَمَ فَبَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّبِيِّينَ دَرَجَةٌ وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ
رواه الدارمي 358
Dari Hasan berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa yang telah datang kepadanya kematian, dan dia sedang mencari ilmu (Al Quran-Al Hadits), (dengan tujuan) untuk menghidup-hidupkan Islam dengan ilmu tersebut, maka diantara dia dan para Nabi adalah satu derajat di surga (HR Darimi 358)
3.KEUTAMAAN MENGAJARKAN ILMU
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
رواه مسلم
Dari Abu Huroiroh : Sesungguhnya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Ketika seorang manusia meninggal dunia, putuslah amalnya kecuali pada 3 perkara, yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anaknya yang sholih yang mendoakan kepadanya !". (HR Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ أَوْ مُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لإِبْنِ السَّبِيلِ بنَاَهُ أَوْ نَهَرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
رواه ابن ماجه 242
Dari Abu Huroiroh berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Sesungguhnya sebagian dari apa-apa yang menyusul kepada orang beriman, dari sebagian amalan dan kebaikan-kebaikannya, setelah kematiannya adalah ilmu yang dia ajarkan dan dia sebarkan, anak-anak sholih yang dia tinggalkan, Mushaf (Al Quran) yang dia waritskan, masjid yang dia bangun, rumah untuk Ibnu Sabil yang dia bangun, sungai yang dia alirkan (untuk kepentingan masyarakat) dan shodaqoh yang dia keluarkan semasa sehatnya dan semasa hidupnya. (Amalan-amalan itu) akan menyusul kepadanya setelah kematiannya !" (HR Ibnu Majah 242)
4.KEUTAMAAN AHLI ILMU
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُو الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ سورة المجادلة 11
Alloh akan mengangkat orang Iman dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat dan Alloh Maha Waspada terhadap apa-apa yang kalian kerjakan" (QS. Al Mujadalah 11)
أَنَّ لُقْمَانَ الْحَكِيْمَ أَوْصَى ابْنَهُ فَقَالَ يَا بُنَيَّ جَالِسِ الْعُلَمَاءَ وَزَاحِمْهُمْ بِرُكْبَتَيْكَ فَإِنَّ اللهَ يُحْيِي الْقُلُوبَ بِنُوْرِ الْحِكْمَةِ كَمَا يُحْيِى اللهُ الأَرْضَ الْمَيْتَةَ بِوَابِلِ السَّمَاءِ رواه مالك في الموطأ 1889
"Sesungguhnya Lukman Al Hakim wasiat kepada anaknya : Wahai anakku menemanilah duduk para ulama' dan menempelkanlah lututmu pada mereka, sebab sesungguhnya Alloh menghidupkan hati dengan cahaya hikmah sebagaimana Alloh menghidupkan bumi yang mati dengan derasnya air hujan" (HR Malik dalam kitab Al Muwattho')
عَنْ أَبِي حَفْصٍ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُوْلُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِي اْلأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُومِ فِي السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ فَإِذَا انْطَمَسَتِ النُّجُومُ أَوْشَكَ أَنْ تَضِلَّ الْهُدَى رواه أحمد
Dari Abu Hafsh yang bercerita kepada muridnya, bahwa sesungguhnya dia mendengar Anas bin Malik berkata : "Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Sesungguhnya gambaran ulama' di bumi sebagaimana gambaran bintang di langit, yang dijadikan alat petunjuk didalam gelapnya daratan dan lautan. Maka ketika bintang telah terbenam, hampir-hampir hilanglah alat petunjuk itu !" (HR Ahmad)
أَيُّمَا نَاشِئٍ نَشَأَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةِ حَتَّى يَكْبُرَ أَعْطَاهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوَابَ اثْنَيْنِ وَسَبْعِيْنَ صِدِّيْقًا
رواه الطبراني فى الكبير
"Siapapun pemuda yang tumbuh dalam mencari ilmu dan ibadah hingga masa tuanya, maka Alloh akan memberinya di hari kiamat pahalanya 72 orang shiddiq" (HR Thobroni)
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيْهِ أُلْبِسَ وَالِدَهُ تَاجًا بَوْمَ الْقِيَامَةِ ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِيْ بُيُوْتِ الدُّنْيَا لَوْ كَانَتْ فِبْكُمْ فَمَا ظَنُّكُمْ بِالَّذِي عَمِلَ بِهَذَا
رواه ابو دود عن معاذ الجهني
"Barangsiapa yang membaca Al Quran dan mengamalkan apa-apa yang terkandung didalamnya, maka akan dipakaikan kepada kedua orangtuanya sebuah mahkota di hari kiamat. Sinar mahkota tersebut lebih bagus dari sinar matahari (yang menerangi) rumah-rumah dunia. Maka seandainya, matahari itu ada di kalangan kalian (kalian ketahui terangnya), maka bagaimana persangkaan kalian terhadap (ganjaran) orang yang mengamalkan (dan membaca Quran) ini" (HR Abu Dawud dari Mu'adz al Juhanniy)
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ ال;ْبَاهِلِيِّ قَالَ ذُكِرَ لِرَسُولِ; اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ رَجُلاَنِ أَحَدُهُمَا عَابِدٌ وَاْلأَخَرُ عَالِمٌ, فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَي أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ اللهَ وَ مَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
رواه الترمذي 2825
Dari Abu Umamah Al Bahiliy berkata : Diceritakan kepada Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam dua orang laki-laki, salah satunya adalah ahli ibadah, dan yang lain adalah ahli ilmu. Maka bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa SallamI : "Keutamaan seorang ahli ilmu atas ahli ibadah, ibarat keutamaanku mengalahkan (keutamaan) orang-orang hinanya kalian !". Kemudian bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Sesungguhnya Alloh, malaikat-malaikat-Nya, penduduk langit dan bumi, sampai semut yang berada di liangnya, sampai ikan-ikan, niscaya mendoakan rohmat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia" (HR Tirmidzi 2825)
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَاعَةٌ مِنْ عَالِمٍ يَبْكِي عَلَى فِرَاشِهِ وَيِنْظُرُ فِي عَمَلِهِ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ الْعَابِدِ سَبْعِينَ عَامًا
رواه الديلمي 3504
Dari jabir berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Sesaat dari seorang ahli ilmu, yang menangis diatas tempat tidurnya dan melihat didalam amalannya (instropeksi—ket), adalah lebih baik daripada ibadahnya seorang ahli ibadah selama 70 tahun!" (HR Dailami 3504)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا اجْتَمَعَ الْعَالِمُ وَالْعَابِدُ عَلَى الصِّرَاطِ قِيلَ لِلْعَابِدِ أُدْخُلِ الْجَنَّةَ وَتَنَعَّمَ بِعِبَادَتِكَ وَقِيلَ لِلْعَالِمِ قِفْ هُنَا فَاشْفَعْ لِمَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ لاَ تَشْفَعُ لإَحَدٍ إِلاَّ شُفِّعْتَ, فَقَامَ مَقَامَ اْلأَنْبِيَاءِ
رواه الديلمي 1293
Dari Ibnu Abbas berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Ketika seorang ahli ilmu dan ahli ibadah berkumpul diatas jembatan (antara surga dan neraka), dikatakan kepada ahli ibadah : "Masuklah engkau ke surga, dan rasakanlah kenikmatan (surga) sebab ibadahmu !". Dan dikatakan kepada ahli ilmu : "Berhentilah disana (di jembatan), maka berilah syafaat kepada orang yang engkau sukai, maka sesungguhnya engkau tidak memberi syafaat kepada seseorang, melainkan diterima syafaatmu !". Maka berdirilah ahli ilmu terseut pada kedudukannya para Nabi !" (HR Dailami 1293)
عَنْ عُثْمَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَوَّلُ مَنْ يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ
رواه الخرائطي
Dari Utsman berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Lebih dahulunya orang yang memberi syafaat pada hari Qiamat adalah para Nabi, kemudian para ulama', kemudian para syuhada' !" (HR Khoroithiy)
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَتَكُوْنُ فِتَنٌ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيْهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا إِلاَّ مَنْ أَحْيَاهُ اللهُ بِالْعِلْمِ
رواه إبن ماجة
Dari Abu Umamah berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Akan ada masa fitnah dimana seorang laki-laki di pagi hari dalam keadaan iman, tapi kemudian menjadi kafir di sore hari, kecuali (yang tidak menjadi kafir) orang-orang yang Alloh hidupkan dengan ilmu" (HR Ibnu Majah)
إِذَا تَبَحَّرَ ٱلرَّجُلُ فِي ٱلْحَدِيثِ كَانَ ٱلنَّاسُ عِنْدَهُ كَٱلْبَقَرِ (إيني أوجفاب أهل حديث)
Ketika seorang laki-laki telah mahir dalam hal hadits, maka manusia disisinya ibarat sapi (Ucapan ahli hadits)
5.ILMU DI ZAMAN AKHIR
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِى بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ يِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوْسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ
عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا رواه البخارى
Dari Abdillah bin Amr bin Al 'Ash berkata : Aku mendengar Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda :"Sesungguhnya Alloh tidak menggenggam (menghilangkan) ilmu dengan sekali mencabut sehingga Alloh benar-benar mencabutnya dari hamba. Akan tetapi (Alloh menghilangkan ilmu) dengan mewafatkan para ulama'. Sehingga ketika tidak tersisa seorangpun ulama', para manusia mengangkat pemimpin yang bodoh, yang ketika mereka ditanya (tentang suatu hukum) mereka menghukumi dengan tanpa berdasar ilmu (Quran Hadits), maka mereka sesat dan menyesatkan" (HR Bukhori)
عَنْ اَبِى اُمَامَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ خُذُوا الْعِلْمَ قَبْلَ اَنْ يَذْهَبَ قَالُوا وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ يَا نَبِيَّ اللهِ وَفِيْنَا كِتَابُ اللهِ, قَالَ فَغَضِبَ لاَ يُغْضِبُهُ اللهُ ثُمَّ قَالَ ثَكِلَتْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ اَوَلَمْ تَكُنِ التَّوْرَاةُ وَاْلإِنْجِيْلُ فِى بَنِى إِسْرَاﺋِﻴْﻞَ, فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمْ ﺷَﻴْﺌًﺎ, إِنَّ ذِهَابَ الْعِلْمَ اَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ, إِنَّ ذِهَابَ الْعِلْمَ اَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ
رواه الدارمى 245
"Dari Abu Umamah dari Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda ; "Mencarilah ilmu sebelum ilmu itu hilang!, Sahabat bertanya : "Bagaimana ilmu itu bisa hilang wahai Nabiyulloh, padahal ada Kitab Alloh di kalangan kami ?". Abu Umamah berkata : Maka Nabi marah yang tidak pernah Alloh membuat Nabi marah seperti itu, kemudian Nabi bersabda : "Kalian kehilangan ibu kalian ! Bukankah telah ada Taurot dan Injil di kalangan Bani Isroil, tapi keduanya tidak mencukupi bagi mereka (sehingga akhirnya keaslian kedua kitab itu hilang). Sesungguhnya hilangnya Ilmu adalah bila telah hilang (wafat) si pembawa ilmu, 2X" (HR Ad Darimi 245).
6.ANCAMAN BAGI AHLI ILMU
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
سورة البقرة 44
Mengapa engkau perintahkan manusia (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal engkau membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (QS Al Baqoroh 44)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونَ
سورة الصف 2-3
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang kalian (sendiri) tidak kerjakan ? Amat besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kalian kerjakan (QS As Shof 2-3)
عَنْ اَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الزَّابَانِيَةُ اِلَى فَسِقَةِ حَمَلَةِ الْقُرْاٰنِ اَسْرَعُ مِنْهُمْ اِلَى عَبَدَةِ اْلاَوْثَانِ فَيَقُوْلُوْنَ يُبْدَأُ بِنَا قَبْلَ عَبَدَةِ اْلاَوْثَانِ فَيُقَالُ لَهُمْ لَيْسَ مَنْ يَعْلَمُ كَمَنْ لاَ يَعْلَمُ
رواه الطبرانى
"Dari Anas berkata : bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Malaikat Zabaniyah lebih cepat (lebih dahulu menyeret ke neraka) bagi orang fasiq dari kalangan pembawa Quran daripada penyembah berhala, maka para pembawa Quran berkata : Mengapa kami lebih dahulu (disiksa) daripada para penyembah berhala ?. Maka dikatakan bagi mereka : Tidaklah sama antara orang yang tahu (berilmu) dan orang yang tidak tahu (tidak berilmu)" (HR At Thobroni)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
رواه الترمذي
Dari Abu Huroiroh berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang dia ajarkan kepadanya, kemudian dia menyimpannya, maka dia diikat di hari Qiamat dengan tali dari api " (HR Tirmidzi)
7.ADAB BAGI AHLI ILMU
وَقَالَ عَلِيٌّ حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللهُ وَرَسُولُهُ رواه البخاري
Berkata Ali : "Berceritalah kepada manusia (tentang ilmu) sesuai dengan apa yang mereka ketahui. (sesuai tingkat pemahaman mereka—ket). Apakah kalian senang jika Alloh dan Rosul-Nya didustakan (hanya karena kalian menerangkan sesuatu diluar daya pemahaman mereka) ? (Riwayat Bukhori)
8.ANCAMAN MENCARI ILMU TIDAK KARENA ALLOH
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِغَيْرِ اللهِ أَوْ أَرَادَ بِهِ غَيْرَ اللهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
رواه ابن ماجه 258
Dari Ibnu Umar berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa mencari ilmu karena selain Alloh atau dia menghendaki dengan ilmu tersebut pada selain Alloh, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di Neraka !" (HR Ibnu Majah 258)
عَنْ¬ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيْحَهَا
رواه ابن ماجه 252
Dari Abu Huroiroh berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa yagn belajar ilmu (Al Quran—Al Hadits), dari apa-apa (yang seharusnya) dicari wajah Alloh dengan ilmu tersebut, (tetapi) dia tidak mempelajarinya kecuali agar dia dapatkan kesenangan dunia dengan ilmu tersebut, maka tidak akan dia jumpai baunya surga di hari Qiamat, yakni (Nabi menghendaki pada) bau wanginya surga" (HR Ibnu Majah
Semoga manfaat dan barokah.

Harta ribawi dan qoidah jual belinya



*Tukar menukar atau jual beli emas dan perak harus kontan (tdk boleh kredit) dan harus sama beratnya*

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلَا تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلَا تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ

dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kamu jual beli emas dengan emas kecuali sebanding, dan jangan kalian lebihkan sebagian atas sebagian yang lain. Janganlah jual beli perak dengan perak kecuali sebanding, dan janganlah kalian lebihkan sebagian atas sebagian yang lain. Dan janganlah kalian menjual sesuatu dengan tunai sementara yang lain dengan tempo." (HR Muslim)

*Tukar menukar bahan makanan pokok harus sama beratnya (Sekalipun beda kualitas)*

*Solusinya: dijual dulu bahan makanan pokok yg kualitas rendah, lalu uang hasil penjualan digunakan utk membeli yg lebih bagus.*

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَعْمَلَ رَجُلًا عَلَى خَيْبَرَ فَجَاءَهُ بِتَمْرٍ جَنِيبٍ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكُلُّ تَمْرِ خَيْبَرَ هَكَذَا فَقَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَنَأْخُذُ الصَّاعَ مِنْ هَذَا بِالصَّاعَيْنِ وَالصَّاعَيْنِ بِالثَّلَاثَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا تَفْعَلْ بِعْ الْجَمْعَ بِالدَّرَاهِمِ ثُمَّ ابْتَعْ بِالدَّرَاهِمِ جَنِيبًا

dari Abu Sa'id Al Khudri dan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat pegawai seseorang di Khaibar, suatu saat dia datang dengan membawa kurma Janib (sejenis kurma yang bermutu tinggi), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Apakah semua jenis kurma Khaibar seperti ini?" dia menjawab, "Tidak. Demi Allah wahai Rasulullah, kami di sana terbiasa menukar satu sha' kurma seperti ini dengan dua sha', atau dua sha' ditukar dengan tiga sha'." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jangan lakukan lagi perbuatan seperti ini, juallah semuanya terlebih dahulu dengan dirham, kemudian dengan dirham itu kamu gunakan untuk membeli kurma yang lebih bagus."* (HR Muslim)

Jilbab dan akhlak


Dalam pandangan masyarakat kita, bahwa wanita berjilbab, adalah wanita yang identik memiliki tatakrama baik, wanita yang santun, yang kalem, rajin ibadah, rajin shodakoh, rajin mengaji, rajin menabung dan berbagai predikat baik lainnya. Boleh jadi sebagian besar wanita berkerudung seperti itu.
Sebaliknya, muslimah yang tidak berkerudung, meski akhlaknya baik, tentu saja dipandang tidak sebaik muslimah berkerudung, hal yang lumrah dan spontanitas terlintas dalam benak kita.
Akibatnya, jika ada kebetulan wanita berjilbab melakukan sesuatu yang kontradiktif dengan jilbabnya itu, seketika penilaian masyarakat menjadi njomplang sangat negatif sekali. Dan tentu saja jilbabnya seketika menjadi objek atas tindakan yang tak sesuai dengan moral pemakai jilbab. “Jilbaban tapi akhlaknya kok gitu”.
Akhirnya, sebagian muslimah yang tidak berjilbab pun, memilih tetap bertahan pada pilihannya, dengan pikiran sangat sederhana sekali, daripada aku tidak bisa menjaga sikapku saat mengenakan jilbab, lebih baik aku tidak mengenakannya sekalian, biarlah aku menjilbabi hatiku terlebih dahulu.
Menjilbabi hati, kalimat yang sangat populer di tengah masyarakat kita.
Sebenarnya, fenomena di atas (pengidentikan jilbab dengan keshalihahan) adalah kesalahan pemahaman umum (salah kaprah) dalam masyarakat kita soal hubungan jilbab dengan akhlak.
Memang wanita yang shalihah, yang menjalankan agamanya dengan baik, tentu saja mengaplikasikan segenap perintah agamanya terhadap dirinya semampu dia, salah satunya adalah berjilbab ini.
Tetapi saya berani mengatakan, bahwa sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali antara jilbab dan berakhlak baik. Lhoh kok bisa?
Berjilbab, adalah murni perintah agama yang berhubungan dengan pribadi muslimah itu. Yakni, jilbab adalah kewajiban baginya dengan tanpa melihat apakah moralnya baik ataupun buruk. Jadi selama dia muslimah, maka berjilbab adalah kewajiban.
Sebagaimana Firman Alloh dalam Q.S. An-Nur 31
… وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا … الأية * سورة النور 31
Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya (yaitu wajah dan telapak tangan)
Tentu saja, jika ada muslimah tidak berjilbab, itu pilihan dia, tetapi tentu ada konsekwensinya, apabila seseorang tidak menjalankan perintah Allah Rosul maka resikonya adalah sanksi yang berupa siksa.
وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً..... الاية سوراة النسا14
Dan barang siapa yang menentang Allah dan Rasulnya serta melanggar peraturan-peraturan, maka Allah akan memasukkan kedalam neraka
Dan sebaliknya, jika dia mengenakan jilbab, maka pahala akan terus mengalir padanya selama jilbab itu bertengger di kepalanya, sebagai bentuk balasan atas kethoatan menjalankan perintah Allah Rosul.
....وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ..... الاية سوراة النسا13
Dan barang siapa taat Allah dan utusannya maka Allah akan memasukkan kedalam surga
Jadi, kesimpulannya, jilbab adalah wajib dikenakan tiap muslimah yang telah memasuki usia baligh, tanpa melihat apakah moralnya baik atau jelek.
Dan akhlak adalah sesuatu yang dituntut dalam kehidupan seorang muslim dan muslimah.
مَكَارِمُ اْلأَخْلاَقِ مِنْ أَعْماَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ * رواه الطبرانى عن أنس
Budi pekerti (akhlak) yang luhur termasuk amalan ahli surga.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً)
“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (Shahih. HR. Abu Dawud 4682 dan At-Tirmidzi 1162).
Semoga manfaat dan barokah.

Tahapan orang belajar ilmu


By. Muhammad Hafizh Al Kayyis
Banyak orang ketika mulai mengaji, dan mengenal dasar-dasar ilmu maka kesombongan datang merasuki hati mereka.
Merasa paling benar
Merasa yang lain salah
Merasa semua ilmu sudah dikuasai.......
Padahal dia baru membuka satu pintu ilmu...
Dan memang orang-orang yang baru mengenal ilmu rentan dengan kesombongan.
Para ulama berkata:
العلم ثلاثة أشبار من دخل في الشبر الأول تكبر ، ومن دخل في الشبر الثاني تواضع ، ومن دخل في الشبر الثالث يعلم أنه لا يعلم شيئاً
“Ilmu itu ada 3 jengkal.
- Barang siapa yang memasuki jengkal pertama, maka dia akan sombong.
- Dan barang siapa yang memasuki jengkal kedua, maka dia akan tawadhu (rendah hati).
- Dan barang siapa yang memasuki jengkal ketiga, maka dia akan tahu bahwa dia tidak mengetahui sesuatu halpun” (madarijus salikin)
Luruskan niat.....
Jangan sampai mencari ilmu hanya utk mengejar popularitas, menyaingi ulama', merendahkan yang bodoh.....
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ العُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ
“Barang siapa yang menuntut ilmu untuk bersaing dengan ulama atau untuk mendebat orang-orang jahil atau untuk memalingkan wajah manusia kepadanya, maka Allah masukkan dia ke dalam api neraka” (HR. Tirmidzi)
Ingatlah....
Kelak ilmu-mu akan menjadi musuhmu ......!!
Jangan hanya pandai berkata-kata.....
Tapi Amalkan........
Karena ilmu tanpa amal adalah ancaman....
Amal tanpa keikhlasan juga akan sia-sia....
Disinilah hakikat pentingnya ilmu......
Dengan banyaknya ilmu yg kita dapat seharusnya menjadikan kita lebih tawadhu' dan taqarub ilallah......
Bukan sebaliknya semakin banyak ilmu justru menjadikan congkak dan sombong...!!
Sufyan bin Uyainah berkata :
العلم إن لم ينفعك ضرك
"Ilmu itu jika tidak memberikan manfaat kepadamu, maka akan mendatangkan kerugian kepadamu." (Shifatush Shafwa ).
Mendatangkan kerugian yakni jika ilmu tidak diamalkan. Karena ilmu justru berbalik menjadi hujjah/musuh atas pemiliknya di hari kiamat...
Dan jangan merasa puas dengan ilmu yg kita miliki....
Tapi belajarlah lagi dan lagi.....
Amalkan lagi dan lagi....
Siyarkan lagi dan lagi.....
Imam Al-Mawardi berkata :
ولا يَقْنَع من العلم بما أدرك، لأن القناعة فيه زهدٌ، والزُّهد فيه تركٌ، والتركُ له جهلٌ
“Janganlah merasa puas dengan ilmu yang telah engkau ketahui.
Sebab perasaan puas seperti itu menunjukkan sedikitnya ilmu (kurang perhatian terhadap ilmu.
Sedangkan sedikit terhadap ilmu akan mendorong seseorang meninggalkan ilmu.
Apabila seseorang meninggalkan ilmu maka dia pun menjadi bodoh.” (Adabud Dunya Wad Din)
Semoga manfaat dan barokah.

Periksalah kembali kiblat arah sholat kita


"Dan dari mana saja engkau keluar (untuk shalat), maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka'bah), dan sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka'bah itu adalah benar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan." (QS. Al-Baqarah : 149)
.
“Baitullah ( Ka'bah ) adalah kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram (Makkah) dan Makkah adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi Timur dan Barat dari umatku” (HR. Al-Baihaqi)
.
“Jika kamu mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadap kiblat, lalu takbir, kemudian bacalah apa yang kamu hafal dari qur’an, lalu ruku’ sampai sempurna, kemudian i’tidal sampai sempurna, kemudian sujud sampai sempurna, kemudian duduk di antara dua sujud sampai sempurna, kemudian sujud sampai sempurna, lakukanlah yang demikian itu setiap rekaat.” (HR. Abu Hurairah).

Dalam ajaran Islam, mengadap ke arah kiblat atau bangunan Ka'bah yang berada di Masjidil Haram adalah merupakan tuntutan syariah dalam melaksanakan ibadah tertentu. Berkiblat wajib dilakukan ketika hendak mengerjakan shalat dan menguburkan jenazah Muslim. Menghadap kiblat juga merupakan ibadah sunah ketika tengah azan, berdoa, berzikir, membaca Al-Quran, menyembelih binatang dan sebagainya.

Mencari arah kiblat krusial buat menentukan letak presisi (keakuratan) juga ketepatan arah kiblat nan benar. Cara tradisional selama ini sering mengikuti arah kiblat di mesjid-mesjid. berikut ini alternatif lain cara mencari arah kiblat.

-Kompas. Melalui alat ini Anda dapat mendapat posisi arah kiblat nan pas. Berapa derajat nan dicapai, arah barat atau timur, dsb. Namun, penggunaan kompas belum lazim di masyarakat kita, sehingga cara ini memang kurang populer di masyarakat.
-Internet. Sekarang ini Anda dapat mengecek arah kiblat melalui online. Anda dapat mengecek di google dengan kata kunci deteksi arah kiblat, software arah kiblat, dst. Nanti google akan memberi penunjuk situs mana nan memberi layanan tersebut. Teknologi ini nisbi mudah digunakan, tetapi memang masih terbatas, terutama bagi masyarakat tradisional pedesaan.
-Software di handphone. Arah kiblat dapat dicek hanya dengan via telepon genggam Anda. Sekarang ini banyak software developer nan telah membuat software mendeteksi arah kiblat. Bahkan, di antaranya gratis alias tak berbayar.

Oleh karenanya marilah kita periksa kembali dan koreksi jika salah arah kiblat sholat di masjid, dirumah, atau dimanapun kita biasa mendirikan sholat...

Yang membatalkan dan yang tidak membatalkan puasa

- 16 Perkara Yang Membatalkan Puasa :

01. Makan dengan sengaja
02. Minum dengan sengaja
03. Jima' (Bersetubuh)
04. Onani (Masturbasi)
05. Gila
06. Muntah dengan sengaja
07. Haid
08. Nifas
09. Infus (suntikan ke pembuluh darah yang berisi cairan nutrisi dengan sedikit natrimum klorida (garam) dan dekstrosa (gula) sebagai pengganti makanan dan minuman)
10. Cuci darah
11. Menerima Tranfusi darah
12. Murtad
13. Tidak berniat untuk berpuasa sebelum datangnya waktu shubuh
14. Pingsan sepanjang siang
15. Merokok
16. Bercumbu dengan istri hingga keluar air mani

- 60 Perkara Yang Tidak Membatalkan Puasa :

01. Tetes hidung
02. Tetes telinga
03. Tetes mata
04. Gas oksigen
05. Celak
06. Pacar
07. Suntikan obat pada kulit (contoh : insulin)
08. Suntikan pada otot (contoh : vaksin, bius, penurun panas, suntikan alergi dll)
09. Suntikan pada pembuluh darah yang cairannya tidak mengandung nutrisi (contoh : antinyeri, antihistamin, pewarna khusus yang disuntikkan pada pasien yang ingin melakukan sinar-x dan MRL), (ke 3 suntikan diatas tidak masuk melalui saluran makanan atau kerongkongan dan tidak sebagai nutrisi atau makanan dan minuman)
10. Salep
11. Obat perangsang BAB
12. Minyak gosok
13. Koyok
14. Donor darah
15. Berbekam
16. Memasukkan kateter atau kamera ke dinding perut untuk pemeriksaan, operasi dll
17. Memasukkan kamera ke rahim
18. Memasukkan kamera ke spiral
19. Memasukkan alat atau bahan obat ke otak atau sumsum tulang belakang
20. Endoskopi lambung atau vagina atau mengambil sebagian dari hati dll dari anggota selama tidak disertai infus dll
21. Mandi
22. Menyelam
23. Berenang
24. Membasahi kepala dengan air
25. Bercumbu dengan istri hingga keluar air madzi
26. Masih junub setelah masuk fajar
27. Mencicipi rasa makanan dengan lidah depan
28. Kentut di dalam air
29. Menghirup minyak wangi
30. Menghirup asap makanan
31. Menghirup debu jalanan
32. Mimpi basah
33. Menelan ludah
34. Muntah tidak sengaja
35. Menggunakan lipgloss atau krim pada bibir yang pecah-pecah karena kering
36. Pelembab kulit
37. Perawatan wajah modern
38. Pemutih wajah
39. Lipstick
40. Bedak untuk mewangikan badan
41. Perkara-perkara dibawah ini yang jika dilakukan dengan hati-hati dan tidak masuk ke kerongkongan maka juga tidak membatalkan puasa seperti inhaler spray (obat semprot mulut seperti ventolin pada penyakit asma (dihirup hingga sampai ke paru-paru melalui trakea dan bukan melalui lambung sehingga tidak termasuk makan dan minum, kemasan inhaler berisi 10 ml dan digunakan untuk 200 kali semprot, maka 1 x semprot hanya 1/20 yang kandungan airnya sangat sedikit seperti kumur-kumur yang akan meninggalkan bekas air yang jika menelan ludah akan ikut terbawa ke lambung)
42. Obat yang diletakkan di bawah lidah untuk pengobatan
43. Berkumur-kumur
44. Hirup air dengan hidung ketika berwudhu
45. Menyikat gigi dengan pasta gigi
46. Bersiwak
47. Mencabut gigi
48. Menggunting kuku
49. Menangis
50. Keluarnya darah istihadhah (penyakit) pada wanita
51. Melakukan pembatal puasa karena lupa
52. Melakukan pembatal puasa karena dipaksa (seperti adanya ancaman pembunuhan dll)
53. Melakukan pembatal puasa karena tidak tahu dari sisi hukumnya atau tidak tahu dari sisi waktunya (seperti orang yang menjalankan sahur setelah terbit fajar dalam keadaan yakin bahwa waktu fajar belum tiba)
54. Tidak sengaja menelan ingus hidung
55. Tidak sengaja menelan sisa makanan
56. Berniat ingin membatalkan puasa, baru sekedar niat dan belum melaksanakan
57. Bilas telinga (membersihkan kotoran)
58. Akupuntur dengan jarum
59. Menghirup gas anestesi (bius)
60. Pingsan beberapa saat, tidak lama
61. Dll

(Ringkasan Dari Berbagai Fatwa Para Ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah)

🔊 Ust. Najmi Umar Bakkar

Kisah Abu Hurairah yang diberi ilmu oleh setan

Tahukah kalian bahwa sahabat mulia Abu Hurairah pernah mendapat pengajaran ilmu dari setan?
Dalam Shahih Bukhari disebutkan kisah di atas secara lengkap sebagai berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ ، وَقُلْتُ وَاللَّهِ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . قَالَ إِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ ، وَلِى حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ . قَالَ فَخَلَّيْتُ عَنْهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ » . قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mewakilkan padaku untuk menjaga zakat Ramadhan (zakat fitrah). Lalu ada seseorang yang datang dan menumpahkan makanan dan mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Demi Allah, aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu ia berkata, “Aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku pun sangat membutuhkan ini.” Abu Hurairah berkata, “Aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.”
فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِنَّهُ سَيَعُودُ . فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . قَالَ دَعْنِى فَإِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ لاَ أَعُودُ ، فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ، مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً ، فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ »
Aku pun tahu bahwasanya ia akan kembali sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan. Aku pun mengawasinya, ternyata ia pun datang dan menumpahkan makanan, lalu ia mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu ia berkata, “Biarkanlah aku, aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku tidak akan kembali setelah itu.” Abu Hurairah berkata, “Aku pun menaruh kasihan padanya, aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya pergi.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.”
فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَهَذَا آخِرُ ثَلاَثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لاَ تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ . قَالَ دَعْنِى أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا . قُلْتُ مَا هُوَ قَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ ، فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ . فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِى كَلِمَاتٍ ، يَنْفَعُنِى اللَّهُ بِهَا ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « مَا هِىَ » . قُلْتُ قَالَ لِى إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) وَقَالَ لِى لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ ، وَكَانُوا أَحْرَصَ شَىْءٍ عَلَى الْخَيْرِ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ » . قَالَ لاَ . قَالَ « ذَاكَ شَيْطَانٌ »
Pada hari ketiga, aku terus mengawasinya, ia pun datang dan menumpahkan makanan lalu mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini sudah kali ketiga, engkau katakan tidak akan kembali namun ternyata masih kembali. Ia pun berkata, “Biarkan aku. Aku akan mengajari suatu kalimat yang akan bermanfaat untukmu.” Abu Hurairah bertanya, “Apa itu?” Ia pun menjawab, “Jika engkau hendak tidur di ranjangmu, bacalah ayat kursi ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum …‘ hingga engkau menyelesaikan ayat tersebut. Faedahnya, Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.” Abu Hurairah berkata, “Aku pun melepaskan dirinya dan ketika pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya padaku, “Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?” Abu Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu kalimat yang Allah beri manfaat padaku jika membacanya. Sehingga aku pun melepaskan dirinya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa kalimat tersebut?” Abu Hurairah menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai yaitu bacaan ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum’. Lalu ia mengatakan padaku bahwa Allah akan senantiasa menjagaku dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga pagi hari. Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar, namun asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?” “Tidak”, jawab Abu Hurairah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia adalah setan.” (HR. Bukhari no. 2311).

Penasehat vs pencela


Tujuan pemberi nasehat adalah untuk melakukan perbaikan, dengan menutup rahasia (keburukan orang yang dinasehati), dan memperbaiki kekurangannya.
Sebaliknya tujuan seorang pencela adalah untuk membongkar rahasia dan aib, menyebarkan fitnah dan kerusakan, menimbulkan kebencian bagi orang yang dinasehati.
Seorang pemberi nasehat wajib menunaikan hak saudaranya seiman yang memang wajib untuk ia tunaikan. Sehingga ia mendapatkan pahala dari nasehat yang ia berikan untuk saudaranya.
وَالْعَصْرِ
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)
Adapun seorang Pencela, mengoyak hak-hak hamba Allah, memecah belah kerukunan serta merusak agama mereka. Lebih jauh lagi dia berdosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai balasan atas perbuatannya yang menyakiti hamba hamba Allah dengan cara menyebarkan fitnah di tengah mereka.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ –
"Sesungguhnya orang-orang yang senang jika berita-jelek tersiar di kalangan orang orang iman mendapatkan siksa yang sangat pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah tahu; sedangkan kalian tidak tahu.” [QS. An-Nuur : 19].
Pada ayat di atas Allah ta’ala menjelaskan bahwa menyebarkan satu kemungkaran (baik dari jenis perkataan atau perbuatan) agar beredar di kalangan orang iman, merupakan sifat orang-orang yang mendapatkan ancaman Allah ta’ala dengan adzab yang sangat pedih.
Seorang pemberi nasehat pada umumnya tidak ditunggangi oleh hawa nafsu.
Adapun seorang pencela tidaklah lepas dari hawa nafsu dan penyakit hati.
Hal itu karena seseorang yang memberi nasehat mencintai orang yang dia cintai baik untuk dirinya sendiri berupa perbuatan perbuatan baik. Kemudian, dia berusaha agar yang diberikan nasehat bertambah kebaikannya.
Adapun seorang pencela tidaklah mencintai orang yang dia cela. Tidak pula mencintai kebaikan untuknya. Bahkan sebaliknya dia mengharapkan keburukan menimpanya. Ucapannya tidak lepas dari hawa nafsu yang mendorongnya untuk menyakiti dan menimbulkan kerusakan.
Semoga manfaat dan barokah.

Tayabun


(Kisah Abu Nawas melarang ruku dan sujud)
Khalifah Harun al-Rasyid marah besar pada sahibnya yang karib dan setia, yaitu Abu Nawas.
Ia ingin menghukum mati Abu Nawas setelah menerima laporan bahwa Abu Nawas mengeluarkan fatwa : "tidak mau ruku’ dan sujud dalam salat".
Lebih lagi, Harun al-Rasyid mendengar Abu Nawas berkata bahwa Ia khalifah yang suka fitnah!
Menurut pembantu-pembantu-nya, Abu Nawas telah layak dipancung karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah.
Khalifah mulai terpancing.
Tapi untung ada seorang pembantunya yang memberi saran, hendaknya Khalifah melakukan tabayun (konfirmasi) dulu pada Abu Nawas.
Abu Nawas pun diseret menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan. ”Hai Abu Nawas, benar kamu berpendapat tidak ruku’ dan sujud dalam salat?” tanya Khalifah dengan keras.
Abu Nawas menjawab dengan tenang, ”Benar, Saudaraku.”
Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, ”Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, Harun al-Rasyid, adalah seorang khalifah yang suka fitnah?”
Abu Nawas menjawab, ”Benar, Saudara-ku.”
Khalifah berteriak dengan suara menggelegar, ”Kamu memang pantas dihukum mati, karena melanggar syariat Islam dan menebarkan fitnah tentang khalifah!”
Abu Nawas tersenyum seraya berkata, ”Saudaraku, memang aku tidak menolak bahwa aku telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya kabar yang sampai padamu tidak lengkap, kata-kataku dipelintir, dijagal, seolah-olah aku berkata salah.”
Khalifah berkata dengan ketus, ”Apa maksudmu? Jangan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya.”
Abu Nawas beranjak dari duduknya dan menjelaskan dengan tenang, ”Saudaraku, aku memang berkata ruku’ dan sujud tidak perlu dalam salat, tapi dalam salat apa? Waktu itu aku menjelaskan tata cara salat jenazah yang memang tidak perlu ruku’ dan sujud.”
”Bagaimana soal aku yang suka fitnah?” tanya Khalifah.
Abu Nawas menjawab dengan senyuman, ”Kala itu, aku sedang menjelaskan tafsir ayat 28 Surat Al-Anfal, yang berbunyi "ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah fitnah (ujian) bagimu".
Sebagai seorang khalifah dan seorang ayah, kamu sangat menyukai kekayaan dan anak-anakmu, berarti kamu suka ’fitnah’ (ujian) itu.”
Mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar.
Rupanya, kedekatan Abu Nawas dengan Harun alRasyid menyulut iri dan dengki di antara pembantu-pembantunya.
Abu Nawas memanggil Khalifah dengan ”ya akhi” (saudaraku). Hubungan di antara mereka bukan antara tuan dan hamba.
Pembantu pembantu khalifah yang iri ingin memisahkan hubungan akrab tersebut dengan memutarbalikkan berita.
Inilah pentingnya tabayun (konfirmasi), untuk mencari kebenaran jangan hanya mendengar dari satu pihak.
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat Al Quran.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ ﴿٦﴾
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (Q.S.49:6)
إِذْ تَلَقَّوْنَهُۥ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم مَّا لَيْسَ لَكُم بِهِۦ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُۥ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمٌ ﴿١٥﴾
"(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar." (Q.S.24:15).
Semoga manfaat dan barokah.

Tanda hitam didahi

Perbanyaklah sujud namun jagalah wajahmu supaya tetap tampak bagus dan hindari munculnya tanda hitam di dahi atau jidatmu karena dikhawatirkan timbul riya’, ujub (bangga diri) dan kesombongan.
Apabila cara sujud benar, maka tidak akan memburukkan wajah melainkan sebaliknya, menjadi bercahaya dan berseri-seri. Adapun jika jidat menjadi ‘kapalan’ maka artinya harus memperbaiki gerakan shalat. Sebab yang menjadi penopang utama adalah kedua tangan, saat sujud, bukan kepala.
Abdullah bin Umar bin Khattab RA. salah seorang shahabat terkemuka tidak menyukai adanya bekas hitam di dahi seorang muslim.
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698).
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!”(Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700)

Dahsyatnya doa perindu malam

Dahsyatnya Doa Perindu Malam

Sudah beberapa lama kota Basrah, Irak, tidak turun hujan. Orang-orang mulai kesulitan mendapati air. Demikian juga binatang peliharaan.

Hal itu penduduk Basrah sepakat untuk mengadakan sholat Istiqa’, untuk meminta hujan. Sholat itu akan dihadiri para ulama Basrah dan tokoh masyarakatnya, yang langsung akan dipimpin oleh salah seorang ulama pilihan di antara mereka.

Sholat Istiqa’ tersebut dihadiri oleh beberapa ulama besar, seperti Malik bin Dinar, Atha’ As-Sulaimi, Tsabit Al-Bunani, Yahya Al Bakka, Muhammad bin Wasi’, Abu Muhammad As-Sikhtiyani, Habib Abu Muhammad Al Farisi, Hasan bin Abi Sinan, Utbah bin Al-Ghulam, dan Shalih Al-Murri.

Benar-benar sebuah sholat Istiqa’ yang istimewa. Dihadiri orang-orang terbaik pada zamannya.

Pada penduduk berduyun-duyun mendatangi lapangan yang telah ditentukan. Para ulama-pun sudah mulai tampak di lapangan itu. Anak-anak kecil yang asyik belajar di tempat pengajian al-Qur’an merekapun berlarian menuju lapangan. Demikian juga para wanitanya. Semuanya tidak ada yang ketinggalan untuk mengikuti sholat.

Sholat dimulai. Dua raka’at sudah selesai. Kemudian sang imam menyampaian khutbah dan doa panjangnya. Mengakui segala kelemahan dan kesalahannya manusia, yang menyebabkan murka Allah. Dan mengharap kembali turunnya berkah hujan dari langit. Doa terus dipanjatkan.

Waktu terus beranjak siang. Tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Mendung tak kunjung datang. Langit masih terlihat cerah. Matahari semakin terasa terik. Shalat Istiqa’ selesai. Semua penduduk pulang ke pulang ke rumah masing-masing. Tinggallah para ulama yang masing-masing yang bertanya dalam hati mengapa hujan tak kunjung datang. Padahal telah berkumpul orang-orang baik dan pilihan di masyarakat Basrah.

Akhirnya diputuskan untuk menentukan hari lain, mengulang sholat Istiqa’. Berharap, untuk kali kedua, Allah mengabulkan doa mereka. Shalat kedua ditegakkan. Suasana shalat saat itu tidak jauh berbeda dengan shalat sebelumnya. Dan kali itupun belum ada tanda-tanda dikabulkannya doa. Langit masih sangat cerah dengan terik matahari tengah hari. Tanda tanya di hati para ulamanya semakin besar.

Shalat ketiga pun segera menyusul. Semoga yang ketiga inilah yang didengar, begitu harapan mereka. Persis seperti yang pertama dan kedua, suasana dan hasilnya pun sama. Hujan masih tertahan. Tanda tanya kian menggelayut di dalam hati hati para ulama Basrah.

Seluruh penduduk dan para ulama pulang, yang tersisa tinggal Malin bin Dinar dan Tsabit Al Bunani. Di lapangan mereka terlihat berbincang serius. Perbincangan itu dilanjutkan di masjid, yang tidak jauh dari tempat itu.

Hingga malam datang menjelang, Masjid sudah sepi, tidak ada lagi yang sholat. Malam pun semakin larut.

Tiba-tiba mereka berdua dikejutkan oleh seorang dengan kulit berwarna gelap, wajah yang sederhana, dengan betis tersingkap yang terlihat kecil, dengan perut buncit. Orang itu memakai baju dan sarung dari kulit domba, bahan yang biasa dipakai oleh orang miskin.

Malik bin Dinar mengamati gerak-geriknya, ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh orang hitam itu di larut malam seperti ini. Orang ini menuju tempat wudhu.

Setelah selesai wudhu, seperti tanpa mempedulikan Malik dan Tsabit, yang mengamatinya dari tadi, orang itu menuju mihrab imam, kemudian sholat dua raka’at.

Sholatnya tidak terlalu lama. Surah yang dibacanya tidak terlalu panjang. Ruku’ dan sujudnya pun tidak lama.

Selesai sholat, ia menengadahkan tangannya ke langit sambil berdoa, “Tuhannku, betapa banyak hamba-Mu yang berkali-kali datang kepada-Mu memohon sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikitpun kekuasaan-Mu. Apakah ini karena apa ada pada-Mu sudah habis? Ataukah perbendaharaan kekuasaan-Mu telah hilang? Tuhanku, aku bersumpah dengan nama-Mu dengan kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau berkenan memberi kami hujan secepatnya.”

Setelah mendengar itu Malik bin Dinar berkata, “Belum lagi dia menyelesaikan perkataannya, anging dingin pertanda mendung tebal menggelayut di langit. Kemudian, tidak lama, hujan turun dengan begitu derasnya. Aku dan Tsabit mulai kedinginan.”

Malik dan Tsabit hanya bisa tercengang melihat orang hitam itu. Mereka berdua menunggu hingga itu selesai dari munajatnya.

Begitu melihat orang itu selesai bermunajat, Malik menghampirinya dan berkata, “Wahai orang hitam, tidakkah kamu malu terhadap kata-katamu dalam doa tadi?”

Orang tadi bertanya, “Kata-kata yang mana ?”

“Kata-kata ‘dengan kecintaan-Mu kepadaku’,” kata Malik, “Apa yang membuatmu yakin bahwa Allah mencintaimu?”

Orang itu menjawab, “Menyingkirlah dari urusan yang tidak kamu ketahui, wahai orang yang sibuk dengan dirinya sendiri! Di manakah posisiku  ketika aku dapat mengkhususkan diri kami untuk beribadah hanya kepada-Nya. Mungkinkah aku dapat memulai hal itu jika tanpa cinta-Nya kepadaku sesuai dengan kadar yang dikehendaki dan cintaku kepada-Nya sesuai dengan kadar kecintaanku?”

Setelah mengatakan itu, dia pergi begitu saja dengan secepatnya.

Malik memohon, “Sebentar, semoga Allah merahmatimu. Aku perlu sesuatu.”

Orang itu menjawab, “Aku adalah seorang budak yang mempunyai kewajiban untuk menaati perintah tuanku.”

Akhirnya Malik dan Tsabit sepakat untuk mengikuti dari jauh.

Ternyata orang itu memasuki rumah seseorang yang sangat kaya di Basrah yang bernama Nakhos.

Malam sudah sangat larut. Malik dan Tsabit merasakan sisa malam begitu panjang, karena rasa penasarannya untuk segera mengetahui orang itu di pagi harinya.

Pagi yang dinanti tiba. Malik yang memang mengenal Nakhos, segera menuju rumahnya untuk menanyakan budak hitam yang dijumpainya semalam.

“Apakah engkau punya budak yang bisa engkau jual kepadaku untuk membantuku?” kata Malik bin Dinar beralasan untuk mengetahui budak hitam yang dijumpainya semalam.

Nakhos berkata, “Ya, saya mempunyai seratus budak. Semuanya bisa dipilih.”

Mulailah Nakhos mengeluarkan budak satu per satu untuk dilihat Malik.

Sudah hampir semuanya dikeluarkan, ternyata Malik tidak melihat bidak yang dilihatnya itu. Sampai Nakhos menyatakan budaknya sudah dikeluarkan semua.

“Apakah masih ada yang lain?” Tanya Malik.

“Masih tersisa satu lagi.” Jawab Nakhos.

Saat itu waktu mendekati waktu zuhur. Saat istirahat siang. Malik berjalan ke belakang rumah menuju suatu kamar yang sudah terlihat reot. Di dalam kamar itulah Malik melihat budak hitam yang dilihatnya malam itu sedang tertidur lelap.

“Nakhos, dia yang saya mau. Ya, demi Allah, dialah orangnya.” Kata Malik bersemangat.

Dengan penuh keheranan Nakhos berkata, “Wahai Abu Yahya, itu budak sial. Malamnya habis untuk menangis dan siangnya habis untuk sholat dan puasa.”

“Justru untuk itulah aku mau membelinya.” Kata Malik.

Melihat kesungguhan Malik, Nakhos memanggil sang budak.

Dengan wajah kutu, dengan rasa kantuk yang masih terlihat berat, budak itu keluar menemui majikannya.

Nakhos berkata kepada Malik, “Ambillah, terserah berapapun harganya, agar aku cepat terlepas darinya.”

Malik mengulurkan dua puluh dinar sebagai pembayaran atas harga budak itu.

“Siapa namanya?” Tanya Malik, yang sampai detik itu masih belum mengetahui namanya.

“Maimun.”

Malik menggandeng tangan budak itu untuk diajak ke rumahnya.

Sambil berjalan, Maimun bertanya, “Tuanku, mengapa engkau membeliku padahal aku tidak cocok untuk membantumu.”

Malik berkata, “Saudaraku tercinta, kami membelimu agar kami bisa membantumu.”

“Bagaimana bisa?” Tanya Maimun.

“Bukankah kamu yang semalam berdoa di masjid itu?” kata Malik.

“Jadi kalian sudah tahu saya?” Maimun tanya kembali.

“Ya, akulah yang memprotes doamu semalam.” Kata Malik.

Kemudian, budak itu meminta diantar ke masjid.

Setelah sampai ke pintu masjid, dia membersihkan kakinya, wudhu dan masuk. Langsung sholat dua raka’at.

Malik bin Dinar hanya bisa diam sambil mengamati dan ingin tahu apa yang ia akan lakukan.

Selesai sholat, orang itu mengangkat tangannya, berdoa, seperti yang dilakukannya malam itu. Namun kali ini dengan doa yang berbeda, “Tuhanku, rahasia antara aku dan Engkau telah Engkau buka dihadapan makhluk-makhluk-Mu. Engkau telah membeberkan semuanya. Maka bagaimana aku nyaman hidup di dunia ini sekarang. Karena kini telah ada yang ketiga yang menghalangi antara aku dan diri-Mu. Aku bersumpah agar Engkau mencabut nyawaku sekarang juga.”

Tangan diturunkan, kemudian ia sujud.

Malik mendekatinya. Menunggu dia bangun dari sujudnya. Tetapi lama dinanti tak juga bangun. Malik lalu menggerak-gerakkan badan budak itu, dan ternyata ia sudah tidak bernyawa lagi. Innalillahi…

Meski seorang budak berkulit hitam dan miskin, Maimun mempunyai kedudukan yang istimewa di sisi Allah SWT, karena kecintaanya yang besar kepada-Nya. Untuk ‘bertemu’ dengan-Nya, ia gunakan waktu-waktu malam. Waktu yang sangat istimewa, karena Allah SWT ‘turun’ ke langit dunia untuk mendengarkan munajat hamba-hambaNya dan mengabulkannya.

Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit dunia pada setiap malam. Lalu berfirman : ‘Adakah orang yang berdoa? Aku akan mengabulkannya. Adakah orang yang memohon ampun? Aku akan mengampuninya’.” (HR. Thabarani)

Heran


Suatu hari, seorang murid bertanya kepada ustadznya.
Murid : Assalamualaikum ustadz, boleh aku bertanya sesuatu yg agak berbeda dr biasanya?
Ustadz : Silahkan. Apa pertanyaanmu?
Murid : Apa yang PALING MENGHERANKAN bagi ustadz tentang “MANUSIA” ?
Ustadz : Manusia itu makhluk yang “ANEH”….
Suka MENCEMASKAN MASA DEPAN, sampai LUPA dengan HARI INI… Sehingga banyak yg LUPA BERSYUKUR dan BERUSAHA.
Mereka HIDUP di dunia seolah-olah KEKAL tidak akan MATI.
Manusia LEBIH BANYAK mengumpulkan BEKAL hidup di DUNIA, daripada BEKAL setelah MATI. Padahal hidup di DUNIA hanyalah SEMENTARA, dan hidup SETELAH MATI adalah KEKEKALAN.
Manusia cepat BOSAN sebagai ANAK-ANAK dan TERBURU-BURU ingin DEWASA, namun setelah DEWASA mereka KEKANAK-KANAKAN : suka bertengkar, ngambek, dan ribut karena soal soal sepele.
Manusia RELA KEHILANGAN KESEHATAN demi MENGEJAR UANG, tetapi kemudian membayar dengan UANG untuk mengembalikan KESEHATAN.
Kala manusia MISKIN dan SAKIT, mereka LEBIH DEKAT kepada Allah dengan ibadah dan doa. Padahal Allah SENANG bila manusia MENDEKAT kepada Nya, tapi mereka tidak suka dengan KEMISKINAN dan PENYAKIT tersebut.
Hal-hal itulah yang membuat HIDUP manusia SUSAH.
Murid : Lantas apa nasihat ustadz agar kami bisa hidup BAHAGIA ?
Ustadz : Sebenarnya semua nasihat sudah pernah aku berikan. Inilah satu lagi keanehan kalian : SUKA MELUPAKAN nasihat.
Baiklah Ku ulangi lagi ya beberapa nasehat yang penting:
Kalian harus sadar bahwa MENGEJAR2 REZEKI adalah sebuah KEKELIRUAN. Yang seharusnya kalian lakukan ialah MEMANTASKAN DIRI agar kalian LAYAK dikucuri rezeki. Ingat, semua rezeki berasal dari ALLAH

Kisah Abu Hanifah

Di zaman Imam Abu Hanifah rahimahullah terdapat sekelompok kaum Sumaniyah yang atheis. Mereka mengingkari keberadaan Allah dan menyatakan alam tercipta secara kebetulan. Langit, bumi, gunung dan lautan menurut mereka juga ada secara kebetulan.

Suatu hari mereka berdebat dengan Abu Hanifah soal keyakinan ini. Karena perdebatan berlangsung lama dan tak kunjung selesai, Abu Hanifah minta debat ditunda beberapa hari. Mereka pun menentukan hari dan waktu debat berikutnya.

Tiba jam yang disepakati, Abu Hanifah belum tiba di lokasi. “Mana Abu Hanifah? Ia terlambat, tak menepati janji?” kata orang-orang Sumaniyah kepada kaum muslimin yang hendak menyaksikan perdebatan itu.

“Mengapa kamu terlambat? Kemarin kamu mengatakan Allah itu ada dan memperhitungkan semua amalmu, mana bukti semua kata-katamu?” seorang tokoh Sumaniyah segera mencerca dengan serentetan pertanyaan begitu Abu Hanifah datang.

“Wahai semuanya,” jawab Abu Hanifah yang ternyata sengaja datang terlambat, “Jangan terburu-buru menilaiku. Saat aku hendak menyeberangi sungai, aku tidak mendapatkan perahu. Tak ada satu pun perahu di sana.”

“Lalu bagaimana kau bisa kemari?”

“Ada sesuatu yang aneh terjadi”

“Aneh? Apa itu?”

“Aku berdiri di tepi sungai. Menoleh ke kanan dan ke kiri mencari-cari barangkali ada perahu, sambil berharap semoga Allah memudahkanku datang kemari. Tiba-tiba, secara kebetulan ada angin berhembus kencang. Lalu ada petir besar menyambar. Jika ia menyambar rumah, mungkin rumah itu akan roboh. Tapi secara kebetulan petir itu menyambar sebuah pohon besar, lalu pohon tersebut terbelah menjadi dua. Secara kebetulan, robohnya ke sungai. Lalu secara kebetulan datanglah potongan besi dan ada dahan yang masuk ke sana membentuk kapak. Secara kebetulan kapak itu bergerak-gerak menghantam potongan pohon tersebut dan jadilah sebuah perahu. Tak berhenti di situ, ada dua ranting yang jatuh ke sungai dan menempel di sisi kanan dan sisi perahu, setelah itu perahu tersebut mendekat padaku dan aku naik. Begitu aku di atasnya, perahu itu mendayung sendiri dengan cepat hingga aku bisa tiba di sini. Nah, begitu ceritanya. Sekarang, mari kita lanjutkan diskusi kita, apakah alam semesta ini tercipta secara kebetulan atau tidak?”

“Tunggu sebentar! Kau ini waras atau tidak?” tanya mereka yang masih terheran-heran dengan cerita Abu Hanifah.

“Waras”

“Tapi ceritamu itu tidak masuk akal. Bagaimana mungkin sebuah perahu bisa tercipta dari petir yang menyambar secara kebetulan lalu terpotong secara kebetulan dari pohon dan ranting jatuh menempel di sisi kanan dan kiri perahu. Tidak mungkin. Untuk membuat perahu dibutuhkan orang yang mengerjakannya, memotong kayunya, memasang tali, membuat sampan dan seterusnya.”

“Subhanallah,” jawab Abu Hanifah, “Kalian mengatakan bahwa langit, bumi, gunung, laut, manusia, hewan, matahari, bulan dan bintang semuanya da secara kebetulan; tapi mengapa kalian tak percaya bahwa ada satu perahu yang tercipta secara kebetulan?” jawaban itu membuat orang-orang atheis Sumaniyah terbungkam. Mereka tak berkutik.

Hadits tidur saat berpuasa


Penjelasan mengenai hadits yang mengatakan..
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).
Ternyata hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).

Terdapat juga riwayat yang lain:

الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه

“Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653).

Jadi tidur saat berpuasa itu bukan merupakan bagian dari ibadah puasa. Dan berpuasa tidaklah harus ada waktu untuk tidurnya, karena itu bukan keharusan.
Walau demikian, tidur orang yang berpuasa berpahala jika diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT, misalnya dengan tujuan dan berniat untuk dapat melaksanakan shalat berjama'ah atau shalat terawih atau tahajud dengan penuh konsentrasi, tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah, maka insya Allah tidur orang tersebut berpahala. Begitu juga orang berpuasa yang tidur dengan berniat menghindari dari hal-hal yang membatalkan puasa maka tidurnya adalah ibadah.

Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bisa bernilai ibadah apabila, sebagai contoh, tidur karena malas, membuang buang waktu, atau tidur karena terlalu kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.