Kisah bijak Nabi Sulaiman ( Bayi dibelah dua )


Pada zaman Nabi Sulaiman as, ada seorang bayi yang diperebutkan oleh dua orang wanita. Keduanya sama-sama mengakui sebagai ibu dari bayi tersebut.
Singkat cerita akhirnya mereka membawa permasalahan ini kepada Nabi Sulaiman as selaku raja di negeri itu.
Setelah kedua ibu tersebut dimintai keterangan tentang siapakah pemilik bayi itu, keduanya masih tetap bersikukuh bahwa bayi itu adalah anaknya.
Kemudian Nabi Sulaiman as memutuskan dengan berpura-pura akan membelah bayi itu supaya dapat dibagi dua.
Ibu yang satu menyetujuinya keputusan Nabi Sulaiman as tersebut, sedangkan yang satunya lagi menolaknya dengan tegas.
Ibu yang menolak keputusan itu akan merelakan bayinya untuk diberikan kepada ibu yang menyetujui keputusan itu karena ia tidak tega melihat bayinya akan dibelah menjadi dua.
Pada akhirnya Nabi Sulaiman dapat mengetahui siapa sebenarnya ibu bayi tersebut hingga beliau memberikan bayi itu kepada wanita itu. Karena seorang ibu pasti tak rela anaknya dibelah menjadi dua.
Sedangkan wanita yang setuju keputusan itu dihukum karena ia telah berdusta.
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَاهُمَا جَاءَ الذِّئْبُ فَذَهَبَ بِابْنِ إِحْدَاهُمَا فَقَالَتْ لِصَاحِبَتِهَا إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ وَقَالَتْ الْأُخْرَى إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام فَقَضَى بِهِ لِلْكُبْرَى فَخَرَجَتَا عَلَى سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلَام فَأَخْبَرَتَاهُ فَقَالَ ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّهُ بَيْنَهُمَا فَقَالَتْ الصُّغْرَى لَا تَفْعَلْ يَرْحَمُكَ اللَّهُ هُوَ ابْنُهَا فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى
قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَاللَّهِ إِنْ سَمِعْتُ بِالسِّكِّينِ قَطُّ إِلَّا يَوْمَئِذٍ وَمَا كُنَّا نَقُولُ إِلَّا الْمُدْيَةَ
(BUKHARI - 6271) : Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib mengatakan; telah menceritakan kepada kami Abu Az Zanad dari Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dahulu ada dua wanita bersama kedua anaknya. Seekor serigala datang dan memangsa salah satu dari kedua anak tersebut. Wanita pertama mengatakan; 'Serigala itu memangsa anakmu'. Wanita kedua mengatakan; 'Justeru serigala itu memangsa anakmu, bukan anakku.' Kedua wanita itu terus mengadukan perkaranya kepada Dawud 'alaihissalam, dan Dawud memutuskan bahwa bayi yang masih adalah milik wanita yang tua. Kemudian keduanya menemui Sulaiman alaihissalam dan menceritakan kisahnya. Sulaiman mengatakan; 'beri aku pisau, bayi ini akan kubelah menjadi dua, satu untukmu dan satu untukmu! ' Wanita yang muda berkata; 'jangan kau lakukan, kiranya Allah merahmatimu, bayi ini miliknya.' Maka Sulaiman memberikan bayi itu kepada wanita yang muda...."
Hikmah yang dapat diambil dari kisah ini adalah bahwa seorang pemimpin harus bisa memutuskan suatu keputusan dengan tepat, adil dan bijaksana.
Salah satu kewajiban pemimpin yaitu pemimpin berkewajiban sebagai Qodli yang menghukumi dan mendamaikan diantara rakyatnya yang bersengketa.
Adalah hal wajar bila diantara para rakyat yang dipimpin terjadi persengketaan atau perselisihan, lalu mereka datang ke pemimpin untuk minta dihukumi dan diselesaikan permasalahnya.
Sebagaimana kisah tersebut di atas yang bersengketa datang pada Nabi minta dihukumi dan di selesaikan permasalahnya.
Untuk itu seorang pemimpin dituntut untuk banyak mengaji (banyak ilmu) agar bisa mengerti, faham dan bisa memutuskan atau menghukumi suatu perkara dengan tepat, adil (tidak pilih kasih), tegas dan bijaksana.
Perintah adil untuk seorang pemimpin :
I’diluu huwa aqrabu littaqwa artinya “berbuat adillah kamu sebab adil itu lebih mendekatkan pada ketaqwaan”(Qs.Almaidah:8).
Pada dasarnya adil adalah merupakan kewajiban semua orang iman. Karena setiap insan adalah pemimpin, baik pemimpin dalam rumah tangga, Rasulullah bersabda: ……Kullukum ro’in wakullukum mas-ulun ‘an ro’yatihi …, artinya:” Setiap kamu sekalian adalah pengembala (pemimpin) dan setiap pengembala (pemimpin) akan ditanya tentang apa yang digembalanya/dipimpinnya (ra’yah)”(HR. Bukhari)
Umaro’ juga pengembala, dia akan ditanya tentang gembalaanya(ro’yah), seorang laki-laki juga pengembala dia akan ditanya tentang keluarga dan anak-anaknya, bahkan seorang budakpun juga pengembala dia akan ditanya tentang harta majikannya.
Adilnya seorang pemimpin yang baik adalah tidak pandang bulu/ tidak membeda-bedakan suku, ras, golongan dan lain-lain walupun dengan keluarganya sendiri kalau salah tetap dikatakan salah seperti yang telah dilakukan oleh rasulullah dalam sabdanya yang artinya: “ Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri niscaya aku potong tangannya” (HR Bukhari)
Semoga manfaat dan barokah