Tradisi selamatan kematian

Siapa Bilang Tradisi Selamatan Hari Kematian Bid'ah? Silahkan Baca Dalilnya Biar Faham

Sebagian besar umat muslim di Indonesia memiliki kebiasaan selamatan upacara peringatan 1 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari, 100 hari kematian. Mereka membaca Al-Quran Surat Yasin dan tahlilan setiap malam Jum'at dan di samping mayat. Dari mana asal amalan ini?

Memang membaca Al-Qur'an sangat bagus dan membawa keberkahan, bukan hanya surat Yasin namun kita meski membaca semua surat yang ada di Al-Qur'an. Maka kekeliruan saat membaca Yasin dikhususkan saat ada kematian dan khusus malam Jum'at saja untuk dikirim kepada roh para saudara yang telah mendahului kita di alam kubur.

Maka dalam tulisan ini, kita akan paparkan sebenarnya kebiasaan dan tradisi upacara selamatan hari kematian ini asalnya dari mana, dari Al-Qur'an dan hadits shahih atau bukan, karena sebagai umat Islam yang agamanya telah sempurna, tidak mungkin mengamalkan sesuatu tanpa dalil shahih. Karena sesungguhnya amalan selamatan kematian ini sudah sangat ngetren di kalangan kaum muslimin.

Sering orang mengatakan amalan ini adalah ibadah yang dibuat-buat oleh orang di zaman sekarang dan tidak ada dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam atau Bid'ah, namun banyak yang panas kupingnya ketika amalan dan tradisi itu dikatakan bid'ah. Kalau tidak bid'ah, lalu mana dalilnya?

Baik, mari kita luruskan niat untuk mengetahui asal amalan ini, jauhkan hati dari kedengkian dan sifat kesombongan yang membuat hati keras. Terimalah kebenaran dari tulisan ini, jika Anda menentang maka sampaikan secara dalil yang shahih dan ilmiyah.

Mari kita cari dalil (asal) tradisi ini biar tidak dikatakan bid'ah. Ternyata kita temukan dalil peringatan hari kematian ini tertulis dengan rapi di Kitab Wedha. Sedikitpun tidak ada tertulis di kitab Islam yakni Al Qur'an maupun kitab hadits shahih, melainkan tradisi itu ada dalam kitab suci agama Hindu. Berarti kebanyakan kita selama ini ikut-ikutan tradisi agama Hindu dan menganggap ibadah di Islam serta berharap pahala, ternyata kita keliru.

Ketahuilah, lebih dari 200 dalil dari kitab Wedha yang merupakan kitab suci umat Hindu tentang peringatan hari kematian, yakni hari ke 1, 7, 10, 40, 100 hari kematian, nyewu, dan lainnya.

Seperti dikemukakan Romo Pinandhita Sulinggih Winarno yang merupakan sarjana agama Hindu Strata Satu (S1) dan sebagai pendeta Berkasta Brahmana (Kasta Brahmana adalah kasta/tingkatan tertinggi pada umat Hindu).

Alhamdulillah yang sekarang beliau Romo Pinandhita Sulinggih Winarno menjadi Mualaf (masuk Islam) lalu beliau mengubah namanya menjadi Abdul Aziz, sekarang beliau tinggal di Blitar-Jawa Timur.

Dulu beliau tinggal di Bali bersama keluarganya yang Hindu. Beliau hampir dibunuh karena ingin masuk Islam, beliau sering diludahi mukanya karena ingin beragama Islam dan Alhamdulillah ayahnya sebelum meninggal juga memeluk agama Islam. Abdul aziz berharap seluruh kaum muslimin membantu mempublikasikan, menyebarkan materi dibawah ini. Agar umat Islam yang selama ini ikut-ikut dalam membuat suatu amalan, bisa faham dan mengerti asal usul amalan itu. Jazakumullahu khoiran katsira.

Kesaksian mantan pendeta hindu Abdul Aziz bersumpah atas asma Allah bahwa selamatan, ketupat, tingkepan dan sebahagian budaya peringatan kematian dan lainnya adalah keyakinan umat Hindu dan beliau menyatakan tidak kurang dari 200 dalil dari kitab Wedha (kitab suci umat Hindu) yang menjelaskan tentang keharusan selamatan bagi pemeluk umat Hindu, demikian akan diuraikan fakta dengan jelas dan ilmiyah di bawah ini:

1. Di dalam prosesi menuju alam nirwana menghadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa mencapai Alam Moksa, diperintahkan untuk selamatan/kirim do'a pada 1 harinya, 2 harinya, 7 harinya, 40 harinya, 100 harinya, Mendak Pisan, Mendak Pindho, nyewu (1000 harinya).

Pertanyaan, apakah Anda orang Islam juga melakukan itu?

Ketahuilah bahwa tidak akan pernah Anda temukan dalil dari Al Qur'an dan As Sunnah/hadits shahih tentang perintah melakukan selamatan, bahkan hadits yang dhoif (lemah) pun tidak akan Anda temukan, akan tetapi kenyataan dan fakta membuktikan bahwa Anda akan menemukan dalil (dasar) selamatan kematian justru ada dalam kitab suci umat Hindu.

Namun sebagian umat Islam sudah terlanjur sekian lama mengamalkan cara-cara itu dibarengi dengan bacaan tahlil dan Yasinan serta mengirim do'a kepada roh saudara yang sudah meninggal dunia dengan cara berkumpul di rumah duka, pada hari 1, 7, 10, 40, 100 kematian, sambil mereka makan-makan di rumah duka. Astaghfirullah..

Coba Anda baca sendiri dalil dari Kitab Wedha di bawah ini:

a. Anda buka kitab Samawedha halaman 373 ayat pertama, kurang lebih bunyinya dalam bahasa Sansekerta sebagai berikut: Pratyasmahi bibisathe kuwi kwiwewibishibahra aram gayamaya jengi petrisada dwenenara.

b. Anda buka lagi Kita Samawedha Samhita, buku satu, bagian satu, halaman 20, bunyinya: Purwacika prataka prataka pramoredya rsi barawajah medantitisudi purmurti tayurwantara mawaeda dewata agni candra gayatri ayatnya agna ayahi withaigrano hamyaditahi liltastasi barnesi agne.

Di paparkan dengan jelas pada ayat Wedha di atas bahwa lakukanlah pengorbanan pada orang tuamu dan lakukanlah kirim do'a pada orang tuamu di hari pertama, ketiga, ketujuh, empat puluh, seratus, mendak pisan, mendhak pindho, nyewu(1000 harinya).

Dan dalil-dalil dari Wedha selengkapnya silahkan Anda bisa baca di dalam buku karya Abdul Aziz (mantan pendeta Hindu) berjudul "Mualaf Menggugat Selamatan", dipaparkan tidak kurang dari 200 dalil dari Wedha kitab suci umat Hindu semua.

c. Silahkan Anda buka dan baca kitab Mahanarayana Upanisad.

d. Baca juga buku dengan judul "Nilai-nilai Hindu dalam Budaya Jawa", karya Prof. Dr. Ida Bedande Adi Suripto (beliau adalah duta dari agama Hindu untuk negara Nepal, India, Vatikan, Roma, dan beliau menjabat sebagai sekretaris Parisada Hindu Dharma Indonesia).

Beliau menyatakan selamatan Surtanah, Geblak, hari pertama, ketiga, ketujuh, keseratus, mendhak pisan, mendhak pindho, nyewu (1000 harinya) adalah ibadah umat Hindu dan beliau menyatakan pula nilai-nilai Hindu sangat kuat mempengaruhi budaya Jawa.

Adi Suripto dengan bangga menyatakan umat Hindu jumlah penganutnya minoritas akan tetapi ajarannya banyak diamalkan masyarakat, yang maksudnya sejak masih dalam kandungan ibu-pun sebagian masyarakat melakukan ritual Telonan (selamatan bayi pada hari ke 105 (tiap telon 35 hari x 3 = 105 hari sejak hari kelahiran), Tingkepan (selamatan untuk janin berusia 7 bulan)

e. Baca majalah "Media Hindu" tentang filosofis upacara Nyewu (ritual selamatan pada 1000 harinya sejak meninggal). Dan budaya Jawa hanya tinggal sejarah bila orang Jawa keluar dari agama Hindu.

f. Jika Anda masih kurang yakin, masih ngeyel dan ingin membuktikan sendiri, Anda bisa meneliti kitab Wedha, datang saja ke Dinas Kebudayaan Bali, mereka siap membantu Anda atau hubungi Nyi Ketut Suratni di 0857 3880 7015 (dia beragama Hindu tinggal di Bali, wawasanya tentang Hindu cukup luas, dia bekerja sebagai pemandu wisata).

g. Apa dasar yang lain di dalam Agama Hindu?

Rukun Iman Hindu (Panca Srada) yang harus diyakini umat Hindu:

1. Percaya adanya Sang Hyang Widhi

2. Percaya adanya roh leluhur

3. Percaya adanya karmapala

4. Percaya adanya smskra manitis

5. Percaya adanya moksa

Panca Srada punya rukun, yaitu:

- Panca Yajna (artinya 5 macam selamatan)

1. Selamatan Dewa Yajna (selamatan yang ditujukan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau biasa dikenal orang dalam istilah dengan memetri Bapa Kuasa Ibu Pertiwi).

2. Selamatan Pritra Yajna (selamatan yang ditujukan pada leluhur).

3. Selamatan Rsi Yajna (selamatan yang ditujukan pada guru atau kirim do'a yang ditujukan pada guru, biasanya dipunden/ndanyangan). Kalau di kota dinamakan dengan nama lain yaitu Selamatan Khaul, memperingati kiyainya/gurunya dan semisalnya yang sudah meninggal dunia.

4. Selamatan Manusia Yajna (selamatan yang ditujukan pada hari kelahiran atau di kota disebut Ulang Tahun)

5. Selamatan Buta Yajna (selamatan yang ditujukan pada hari kebaikan), misalnya kita ambil contoh biasanya pada beberapa masyarakat Islam (Jawa) melakukan selamatan hari kebaikan pada awal bulan Ramadhan yang disebut Selamatan Megengan.

Fenomena di atas tidak diragukan lagi, saat ini sangat banyak pula diamalkan umat Islam, kenapa? Karena pengaruh agama Hindu, budaya Jawa dan ajaran nenek moyang.

Allah berfirman: "Dan apabila dikatakan kepada mereka "ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab, "(Tidak) kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukan-nya). "Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk." (QS. Al-Baqarah, 170).

"Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka" (QS.An-Najm, 23).

Dan Allah juga berfirman: Dan apabila dikatakan pada mereka, "Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul". Mereka menjawab, "Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya)". Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?" (QS. Al-Maidah, 104)

Kemudian, ada pula akibat yang dipercaya umat Hindu dan ini juga dipercaya pula sebagian umat Islam yang ikut-ikut tanpa mengetahui dalilnya, diantaranya:

- Orang tua kalau tidak diselamati rohnya gentayangan.

Buka dalilnya di Kitab Suci Umat Hindu Siwasasana halaman 46-47 cetakan tahun 1979. Bagi yang tidak mau selamatan mereka diperalina hidup kembali dalam dunia bisa berwujud menjadi hewan atau bersemayam di dalam pohon, makanya kalau anda ke Bali banyak pohon yang dikasih kain-kain dan sajen-sajen itu, karena mereka meyakini rohnya ada dalam pohon itu, dan bersemayam dalam benda-benda bertuah misal keris dan jimat, di hari sukra umanis (Jum'at Legi) keris atau jimat diberi bunga dan sajen-sajen.

Menurut keyakinan umat Hindu, Dewa Asura akan marah besar jika orang tidak mau melakukan selamatan, maka Dewa Asura akan mendatangkan bala/bencana dan membunuh manusia yang ada di dunia.

Dewa Asura atau dikenal dalam masyarakat dengan nama Betharakala anak ontang anting harus diruwat (ritual dengan selamatan dan sajen) karena takut betharakala, sendhang kapit pancuran (anak wanita diantara kedua saudara kandung anak laki-laki) diruwat karena takut betharakala, rabi ngalor ngulon merga rawani karo betharakala (nikah tidak boleh karena rumahnya menghadap utara dan barat, karena takut celaka).

Dalam keyakinan hindu bagi yang mau selamatan maka mereka langsung punya tiket ke surga.

- Nasi Tumpeng

Konsep dalam agama Hindu, dalam kitab Manawa Dharma Sastra Wedha Smrti, bagi orang yang berkasta Sudra (Kasta yang rendah) yang tidak bisa membaca kalimat persaksian "Hom suwastiasu hom awi knamastu ekam eva adityam brahman"

Bagi yang tidak bisa mengucapkan kalimat dalam bahasa Sansekerta di atas, sebagai penggantinya maka mereka cukup membikin tumpeng, bentuknya adalah segitiga, segitiga yang dimaksud adalah Trimurti (Shiva, Vishnu, Brahma/Brahman) artinya tiga manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa, umat Hindu mengatakan barangsiapa yang membikin tumpeng maka dia sudah beragama Hindu.

Di kitab Baghawaghita, dijelaskan bahwa Tuhan orang Hindu lagi minum dan di tengahnya ada tumpeng, dan di depan Dewa Brahma ada sajen-sajen.

- Pemberangkatan mayat diwajibkan dipamitkan di depan rumah lalu beberapa sanak keluarga akan lewat di bawah tandu mayat (tradisi brobosan), karena umat hindu meyakini brobosan sebagai wujud bakti pada orang tua dan salam pada dewa, dalam Hindu mayat di tandu lalu diatasnya diberi payung, pemberangkatan mayat menggunakan sebar/sawur bunga, uang logam, beras kuning dan lainnya, lalu bunga dironce (dirangkai dengan benang) lalu ditaruh/dikalungkan di atas beranda mayat.

Dengan upacara ini umat Hindu meyakini:

a. Bunga warna putih mempunyai kekuatan Dewa Brahma

b. Bunga warna merah mempunyai kekuatan Dewa Wisnu

c. Bunga warna kuning mempunyai kekuatan Dewa Siwa

Umat hindu berkeyakinan bunga itu berfungsi sebagai pendorong do'a (muspha/trisandya) dan pewangi.

- Ketupat

Di dalam keyakinan umat Hindu, roh anak menjelang hari raya pulang ke rumah, sebagai penghormatan orang tua kepada anak, maka biasanya Hindu setelah hari raya mereka dipasang ketupat di atas pintu dan dibagi-bagikan kepada tetangga.

Pertanyaan, apakah Anda tahu dasarnya setelah hari raya Idul Fitri di Islam ada hari raya kupatan/ketupat? Apa dasarnya? Demi Allah tidak ada satu dalil pun perintah Allah dari Al Qur'an dan As-Sunnah tentang perbuatan tersebut di atas.

Sungguh Allah berfirman: "Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka" (QS. An-NAJM: 23).

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," Mereka menjawab, "(Tidak) kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya)." Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun, dan tidak mendapat petunjuk." (QS. Al-Baqarah: 170)

Kesimpulan:

Tradisi-tradisi salah yang membudaya di sebagian umat Islam merupakan tradisi keliru dan telah membudaya pada masyarakat kita yang kita sebutkan di atas, bukan untuk diikuti akan tetapi untuk dijauhi. Bahwa setidaknya ada dua alasan mereka melakukan tradisi-tradisi tersebut:

1. Mereka berpedoman dengan hadits palsu

2. Sebagian dari mereka hanya sekedar ikut-ikutan (mengekor) terhadap tradisi yang berjalan di suatu tempat

Mereka akan mengatakan bahwa ini adalah keyakinan para pendahulu dan nenek moyang mereka.

Saudaraku sekalian, argumentasi "Apa kata orang tua", bukanlah jawaban ilmiyah dari seorang muslim yang mencari kebenaran. Apalagi masalah ini menyangkut baik buruknya aqidah seseorang. Maka, permasalahan ini harus didudukkan dengan timbangan Al Qur'an dan As-Sunnah As-Shahihah.

Sikap mengekor kepada pendahulu dan nenek moyang dengan tanpa memperdulikan dalil-dalil syar'i merupakan perbuatan yang keliru, karena sikap tersebut menyerupai orang-orang quraysy, ketika diseru oleh Rasulullah untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, apa jawab mereka? Silahkan Anda baca Al Qur'an Surat Az-Zuhruf ayat 22 dan QS. Asy-Syu'ara ayat 74.

"Bahkan mereka berkata, "Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama (bukan agama yang engkau bawa) dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka" (Qs. Az Zuhruf, 22).

Jawaban seperti ini serupa dengan apa yang dikatakan kaum Nabi Ibrahim, ketika mereka diajak meninggalkan peribadatan kepada selain Allah. Mereka mengatakan, "Kami dapati bapak-bapak kami berbuat demikian (yakni beribadah kepada berhala)." (QS. Asy-Syu'ara, 74).

Penutup:

Demikian wahai saudaraku persaksian yang disampaikan. Mari janganlah mencampuradukkan ajaran agama Hindu dengan ajaran Islam. Misalnya jika Anda tidak berani mendakwahi atau menyampaikan pada saudara kita sebahagian umat Islam yang masih melakukan selamatan dan sebagainya adalah dari Hindu bukan ajaran Islam, misal jika Anda merasa malu, gak enak (ewuh pakewuh) menyampaikan atau mendakwahi kepada saudara kita muslim yang masih melakukan selamatan dan sebagainya atau malu gara-gara kita menegakkan Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka Anda keliru besar.

Ingat janji-Nya, Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka,..." (QS. At-Taubah, 111).

Marilah masing-masing kita selalu berbenah dan memperbaiki diri. Semoga Allah memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita dan seluruh kaum muslimin. Aamiin. Wallahu a'lam.