Jilbab dan akhlak


Dalam pandangan masyarakat kita, bahwa wanita berjilbab, adalah wanita yang identik memiliki tatakrama baik, wanita yang santun, yang kalem, rajin ibadah, rajin shodakoh, rajin mengaji, rajin menabung dan berbagai predikat baik lainnya. Boleh jadi sebagian besar wanita berkerudung seperti itu.
Sebaliknya, muslimah yang tidak berkerudung, meski akhlaknya baik, tentu saja dipandang tidak sebaik muslimah berkerudung, hal yang lumrah dan spontanitas terlintas dalam benak kita.
Akibatnya, jika ada kebetulan wanita berjilbab melakukan sesuatu yang kontradiktif dengan jilbabnya itu, seketika penilaian masyarakat menjadi njomplang sangat negatif sekali. Dan tentu saja jilbabnya seketika menjadi objek atas tindakan yang tak sesuai dengan moral pemakai jilbab. “Jilbaban tapi akhlaknya kok gitu”.
Akhirnya, sebagian muslimah yang tidak berjilbab pun, memilih tetap bertahan pada pilihannya, dengan pikiran sangat sederhana sekali, daripada aku tidak bisa menjaga sikapku saat mengenakan jilbab, lebih baik aku tidak mengenakannya sekalian, biarlah aku menjilbabi hatiku terlebih dahulu.
Menjilbabi hati, kalimat yang sangat populer di tengah masyarakat kita.
Sebenarnya, fenomena di atas (pengidentikan jilbab dengan keshalihahan) adalah kesalahan pemahaman umum (salah kaprah) dalam masyarakat kita soal hubungan jilbab dengan akhlak.
Memang wanita yang shalihah, yang menjalankan agamanya dengan baik, tentu saja mengaplikasikan segenap perintah agamanya terhadap dirinya semampu dia, salah satunya adalah berjilbab ini.
Tetapi saya berani mengatakan, bahwa sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali antara jilbab dan berakhlak baik. Lhoh kok bisa?
Berjilbab, adalah murni perintah agama yang berhubungan dengan pribadi muslimah itu. Yakni, jilbab adalah kewajiban baginya dengan tanpa melihat apakah moralnya baik ataupun buruk. Jadi selama dia muslimah, maka berjilbab adalah kewajiban.
Sebagaimana Firman Alloh dalam Q.S. An-Nur 31
… وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا … الأية * سورة النور 31
Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya (yaitu wajah dan telapak tangan)
Tentu saja, jika ada muslimah tidak berjilbab, itu pilihan dia, tetapi tentu ada konsekwensinya, apabila seseorang tidak menjalankan perintah Allah Rosul maka resikonya adalah sanksi yang berupa siksa.
وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً..... الاية سوراة النسا14
Dan barang siapa yang menentang Allah dan Rasulnya serta melanggar peraturan-peraturan, maka Allah akan memasukkan kedalam neraka
Dan sebaliknya, jika dia mengenakan jilbab, maka pahala akan terus mengalir padanya selama jilbab itu bertengger di kepalanya, sebagai bentuk balasan atas kethoatan menjalankan perintah Allah Rosul.
....وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ..... الاية سوراة النسا13
Dan barang siapa taat Allah dan utusannya maka Allah akan memasukkan kedalam surga
Jadi, kesimpulannya, jilbab adalah wajib dikenakan tiap muslimah yang telah memasuki usia baligh, tanpa melihat apakah moralnya baik atau jelek.
Dan akhlak adalah sesuatu yang dituntut dalam kehidupan seorang muslim dan muslimah.
مَكَارِمُ اْلأَخْلاَقِ مِنْ أَعْماَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ * رواه الطبرانى عن أنس
Budi pekerti (akhlak) yang luhur termasuk amalan ahli surga.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً)
“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (Shahih. HR. Abu Dawud 4682 dan At-Tirmidzi 1162).
Semoga manfaat dan barokah.