oleh M. Arif As-Salman
Alkisah, sekelompok orang sedang melakukan perjalanan di padang pasir yang
luas dan panas. Di tengah perjalanan, perbekalan yang mereka miliki habis.
Di perkampungan tempat mereka berhenti terdapat kebun buah-buahan. Kepada
si pemilik kebun salah seorang dari mereka meminta izin agar dibolehkan
memetik buah-buahan yang ada di dalamnya.
Pemilik kebun bertanya, “Apakah kalian punya uang untuk membelinya?”
Ia menjawab, "Tidak ada satupun dari kami yang masih memiliki uang. Uang
kami telah habis untuk membeli perbekalan sebelumnya. Tolonglah kami tuan,
perjalanan kami masih jauh, perbekalan kami sudah habis, kami berharap
tuan mau bermurah hati.”
Setelah melihat keadaan mereka, akhirnya pemilik kebun merasa kasihan. Ia
berkata, "Baiklah, saya persilahkan kalian masuk kebun dan memetik apapun
dan sebanyak apapun yang kalian inginkan, tapi dengan syarat, saya hanya
beri kalian waktu 20 menit. Setelah 20 menit kalian harus keluar.”
“Baiklah tuan, terima kasih atas kebaikan hati tuan,” balas mereka.
Mereka yang berjumlah 20 orang itu memasuki kebun buah-buahan tersebut.
Kebunnya begitu luas, indah dan bersih. Ada tempat duduk dinaungi oleh
daun-daunan. Ada mata air yang mengalirkan air jernih, taman-taman indah
dan penuh pesona serta segala keindahan yang menggoda pandangan mata.
Sebagian mereka melepas lelah dengan menikmati indahnya kebun, sebagian
lagi tidur untuk melepas penat dibawah pohon, sebagian lain bersegera
menuju tempat buah-buahan untuk memetiknya.
Mereka yang sedang memetik buah-buahan berkata kepada teman-teman mereka,
“Wahai teman-teman, bukan saatnya kita bersantai, perjalanan kita masih
sangat jauh, kita hanya diberi waktu 20 menit disini. Ayolah semuanya
bergerak dan memetik buah-buahan sesuai yang dibutuhkannya!”
Sebagian mereka tersadar setelah mendengarkan seruan itu lalu dengan cepat
memetik buah-buahan. Sebagian lagi masih asyik dalam santai dan main-main.
Waktu terus berjalan, tak terasa sudah mendekati 20 menit. Mereka yang
memetik buah-buahan sudah memenuhi kantong-kantong perbekalan. Sedangkan
yang masih santai dan main-main belum memetik apa-apa. Sebagian lain
tersadar baru 5 menit sebelum batas waktu, sehingga mereka hanya bisa
mengumpulkan sedikit bekal.
Waktu telah sampai 20 menit. Mau tidak mau mereka harus keluar.
Beruntunglah mereka yang telah mengumpulkan banyak bekal, dan merugilah
mereka yang menghabiskan waktunya untuk santai dan main-main, sehingga
mereka menjadi sengsara dalam perjalanan selanjutnya. Mereka kehausan dan
kelaparan ditengah padang pasir yang luas dan panas, sehingga sebagian
mereka pun tewas.
Kehidupan yang kita jalani di dunia (lebih kurang) diumpamakan dengan
kisah sekelompok orang yang sedang melakukan perjalanan di padang pasir
seperti dalam cerita diatas.
Sesungguhnya keberadaan kita di dunia hanyalah sesaat. Kehadiran kita di
dunia pada hakikatnya punya tujuan yang mulia, yaitu mengenal dan mengabdi
sepenuhnya pada Allah SWT. Hanya saja sangat disayangkan, banyak manusia
yang lupa, lalai, terlena dan bahkan mengabaikan tujuan ini, sehingga
mereka sibuk dengan dunia, lupa pada akhirat. Lupa bahwa suatu saat mereka
akan keluar dan meninggalkan dunia ini.
Kematian akan datang tiba-tiba dan memisahkan mereka dengan segala
kesenangan yang ada. Yang ketika itu tidak berguna lagi harta yang banyak,
anak-anak yang menawan, istri yang cantik, jabatan tinggi, popularitas,
dan lain sebagainya, kecuali yang digunakan pada jalan Allah dan datang
pada Allah dengan hati yang salim, amal yang berlimpah, dan iman yang
tidak tercampur dengan syirik.
Mereka yang mengetahui dan sadar akan tujuan ini, tidak akan terlena
dengan kesenangan yang sesat dan kesenangan yang menipu. Mereka selalu
menyibukkan diri dengan beramal untuk bekal di akhirat yang kekal. Mereka
rela meninggalkan kesanangan yang sesaat agar dapat meraih kenikmatan yang
abadi. Mereka bukanlah tipe orang yang pemalas, suka santai,
bersenang-senang, berangan-angan, lalai, budak nafsu dan pengikut setan.
Siang dan malam yang mereka lalui selalu diisi dengan amal kebaikan.
Setiap saat waktu yang mereka miliki bernilai kebaikan dan pahala.
Allah SWT, Pencipta kehidupan dunia ini telah menjelaskan dalam al-Quran
tentang hakikat kehidupan dunia,
"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan
sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan diantara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan
yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan
di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanya kesenangan yang
menipu." (QS Al-Hadid[57] : 20)
Dalam ayat lain Allah berfirman,
"Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia dan disisi Allah ada tempat kembali yang baik ( sorga )."
(QS Ali-Imran[3] : 14)
Juga pada ayat lain,
"Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui." (QS Al-Ankabut[29] : 64)
Dari Anas ra. bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Ya Allah tidak ada kehidupan
kecuali kehidupan akhirat." (HR Muttafaq `Alaih)
Dan juga dari Almustawrid bin Syidad Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah
kehidupan dunia dibanding akhirat seperti seseorang memasukkan satu
jarinya ke dalam samudra yang luas, maka lihatlah apa yang tersisa
(setelah dia mengangkat jarinya itu)." (HR Muslim)
Dan sabda beliau kepada Ibnu Umar, "Hiduplah kamu di dunia seperti orang
asing atau orang yang sedang melewati sebuah jalan. " (HR Bukhari)
Sungguh sangat banyak ayat-ayat al-Quran dan hadist-hadits Rasulullah SAW
yang menerangkan hakikat kehidupan dunia dan bahwasanya akhirat itulah
kehidupan sebenarnya, yang disana ada kenikmatan yang kekal dan
kesengsaraan yang abadi.
Waktu yang kita miliki di dunia ini hanya sesaat. Maka jadikanlah ia
selalu dalam ketaatan. Mari kita berbekal untuk perjalanan yang kekal
abadi di akhirat kelak. Karena, dalam perjalanan setelah kehidupan dunia
nanti setiap orang akan bertanggung jawab untuk keselamatan dirinya. Bagi
yang banyak membawa bekal amal soleh ia akan selamat, adapun mereka yang
tidak ada bekal maka ia akan sengsara.
Wallahu al-musta`an wa a`lam
Semoga bisa menjadi renungan kita bersama