“Allahumma arinal haqqa, haqqaa, warzuqnattiba’ah, wa arinal baathila baathila, warzuqnajtinabah” “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang haq (benar) itu sebagai haq (benar), dan karuniakanlah kepada kami kekuatan untuk mengikutinya (memperjuangkannya), dan tunjukkanlah kepada kami yang batil itu batil dan karuniakanlah kepada kami kekuatan untuk menjauhinya (menghapuskannya).
Menjawab bacaan ayat terakhir surat At-Tin
Oleh: Ust. Muhammad Muafa, M.Pd Pengasuh Pondok Pesantren IRTAQI, Malang, Jawa Timur
Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Diakhir surat Al-Qur'an At-Tin itu ada ayat pertanyaan, bila ada seseorang membacanya kita disunnahkan untuk menjawabnya.
1. Apakah yang demikian itu sunnah? mohon penjelasannya.
2. Bagaimana lafadz jawaban dari surat At-Tin tersebut?
3. Dan mohon disebutkan surat Al-Qur'an apa saja yang harus dijawab seperti surat At-Tin ini, dan bagaiman lafadznya masing-masing?
Jazakallahu Khairon. Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh..
Jawaban:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Ketika membaca surat At-Tin dan sampai pada ayat terakhir yang berbunyi;
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
Disunnahkan untuk menyahut dengan bacaan;
بَلَى وَأَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِينَ
Hukum sunnah ini berlaku baik surat tersebut dibaca di luar shalat maupun saat melakukan shalat. Dalil kesunnahan menyahut dengan bacaan tersebut adalah hadis berikut;
سنن الترمذى - مكنز (12/ 219، بترقيم الشاملة آليا)حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ سَمِعْتُ رَجُلاً بَدَوِيًّا أَعْرَابِيًّا يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَرْوِيهِ يَقُولُ مَنْ قَرَأَ (وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ) فَقَرَأَ (أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ) فَلْيَقُلْ بَلَى وَأَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِينَ.
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Isma'il bin Umayyah, ia berkata; saya mendengar seorang badui berkata; saya mendengar Abu Hurairah meriwayatkan hadits, ia berkata; barang siapa yang membaca surat At Tiin kemudian membaca: alaisallahu biahkamil hakimin "Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?" (QS. Attin 8), hendaknya ia mengatakan; balaa wa ana 'alaa dzalika minasy syaahidiin (benar, dan aku termasuk orang-orang yang bersaksi atas hal itu). (H.R. At-Tirmidzi)
Riwayat Abu Dawud berbunyi;
سنن أبى داود - مكنز (3/ 189، بترقيم الشاملة آليا)حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الزُّهْرِىُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنِى إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ سَمِعْتُ أَعْرَابِيًّا يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ مِنْكُمْ (وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ) فَانْتَهَى إِلَى آخِرِهَا (أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ) فَلْيَقُلْ بَلَى وَأَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِينَ وَمَنْ قَرَأَ (لاَ أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ) فَانْتَهَى إِلَى ( أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِىَ الْمَوْتَى) فَلْيَقُلْ بَلَى وَمَنْ قَرَأَ (وَالْمُرْسَلاَتِ) فَبَلَغَ ( فَبِأَىِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ) فَلْيَقُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ ». قَالَ إِسْمَاعِيلُ ذَهَبْتُ أُعِيدُ عَلَى الرَّجُلِ الأَعْرَابِىِّ وَأَنْظُرُ لَعَلَّهُ فَقَالَ يَا ابْنَ أَخِى أَتَظُنُّ أَنِّى لَمْ أَحْفَظْهُ لَقَدْ حَجَجْتُ سِتِّينَ حَجَّةً مَا مِنْهَا حَجَّةٌ إِلاَّ وَأَنَا أَعْرِفُ الْبَعِيرَ الَّذِى حَجَجْتُ عَلَيْهِ.
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Az Zuhri telah menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepadaku Isma'il bin Umayyah saya mendengar seorang arab badui berkata; saya mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa di antara kalian membaca; "WAT TIIN WAZ ZAITUN (Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun), " sampai akhir ayat "ALAISALLAHU BI AHKAMIL HAAKIMIIN (Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?) " hendaknya ia mengucapkan; "Benar, dan kami menjadi saksi untuk itu." Dan barangsiapa membaca; "LAA UQSIMU BIYAUMIL QIYAAMAH (Aku bersumpah demi hari kiamat), hingga akhir ayat "ALAISA DZAALIKA BI QAADIRIN `ALAA AIYYUHYIYAL MAUTA (Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?), maka hendaklah ia mengatakan; BALAA "benar." Dan barangsiapa membaca; WAL MURSALAATI `URFA (Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan) sampai dengan; FA BIAIYYI HADITSIN BA`DAHU YU`MINUN (Maka kepada perkataan apakah sesudah Al Quraan ini mereka akan beriman?), maka hendaknya ia mengatakan; AAMANTU BILLAH "aku beriman kepada Allah." Isma'il berkata: aku pergi untuk melihat apakah dia menjaganya, Dan dia adalah seorang badui, dia berkata; "wahai saudaraku, apakah kamu mengira bahwa aku tidak menjaganya, sungguh aku telah berhaji sebanyak enam puluh kali, tidaklah ada pada satu tahun pun kecuali aku mengetahui unta yang dulu aku pakai untuk berhaji." (H.R. Abu Dawud)
Adapaun sebagian pendapat kaum muslimin yang menolak hadis ini dan menganggapnya hadis Dhoif dengan beralasan Majhulnya (tidak diketahuinya) nama perawi sebelum Abu Hurairah, dan hanya disebut A'roby (Arab badui), maka Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-'Asqolani telah menyanggahnya dalam kitab beliau "Nata-ij Al-Afkar". Menurut beliau jalur periwayatan hadis ini bukan hanya dari Abu Hurairah saja, tetapi juga ada jalur yang berasal dari Al-Baro' bin 'Azib, Jabir dan Ibnu 'Abbas. Ada pula jalur Mursal dari sebagian Tabi'in dan riwayat Mauquf dari sebagian shahabat. Dengan kenyataan ini, yakni berbilangnya sejumlah jalur yang bisa menjadi penguat maka penilaian Dhoif bukanlah yang dijadikan sandaran. Maknanya, Ibnu Hajar memandang hadis tersebut masih terkategori riwayat yang bisa diterima, yakni Hadis Hasan. Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadis tersebut secara Mauquf pada Ibnu Abbas dengan Sanad Muttashil (bersambung) yang terdiri dari perawi-perawi Tsiqot.
Adapun riwayat yang melarang berbicara dengan ucapan manusia saat Shalat seperti riwayat-riwayat berikut ini;
صحيح البخاري (4/ 393)عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَكُنَّا نُسَلِّمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَرُدُّ عَلَيْنَا فَلَمَّا رَجَعْنَا مِنْ عِنْدِ النَّجَاشِيِّ سَلَّمْنَا عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْنَا وَقَالَ إِنَّ فِي الصَّلَاةِ شُغْلًا
Dari 'Abdullah radliallahu 'anhu berkata: "Kami pernah memberi salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika Beliau sedang shalat dan Beliau membalas salam kami. Ketika kami kembali dari (negeri) An-Najasyi kami memberi salam kembali kepada Beliau namun Beliau tidak membalas salam kami. Kemudian Beliau berkata: "Sesungguhnya dalam shalat ada kesibukan". (H.R. Bukhari)
صحيح مسلم (3/ 140)عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَبَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ
Dari Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami dia berkata, "Ketika aku sedang shalat bersama-sama Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari suatu kaum bersin. Lalu aku mengucapkan, 'Yarhamukallah (semoga Allah memberi Anda rahmat) '. Maka seluruh jamaah menujukan pandangannya kepadaku." Aku berkata, "Aduh, celakalah ibuku! Mengapa Anda semua memelototiku?" Mereka bahkan menepukkan tangan mereka pada paha mereka. Setelah itu barulah aku tahu bahwa mereka menyuruhku diam. Tetapi aku telah diam. Tatkala Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam selesai shalat, Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu (ungkapan sumpah Arab), aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelum dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukul dan tidak memakiku. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia (H.R. Muslim)
صحيح مسلم (3/ 142)عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَكُنَّا نَتَكَلَّمُ فِي الصَّلَاةِ يُكَلِّمُ الرَّجُلُ صَاحِبَهُ وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِي الصَّلَاةِ حَتَّى نَزَلَتْ{ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ }فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ وَنُهِينَا عَنْ الْكَلَامِ
Dari Zaid bin Arqam dia berkata, "Dahulu kami bercakap-cakap dalam shalat. Seorang laki-laki bercakap-cakap dengan teman di sampingnya dalam keadaan shalat, hingga turun ayat, '...Shalatlah kamu karena Allah dengan khusyu'. (Al-Baqarah: 238). Lalu kami disuruh diam, dan dilarang bercakap-cakap'." (H.R. Muslim)
Maka riwayat ini tidak menjadi dalil dilarangnya mengucapkan lafadz-lafadz sahutan ketika mendengar ayat tertentu di dalam Shalat. Hal itu dikarenakan perintah menyahut dengan lafadz tertentu pada ayat-ayat tertentu dinyatakan dengan lafadz Mutlak tanpa pembatasan, sehingga berlaku baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Hal ini bermakna, lafadz-lafadz sahutan tersebut bukanlah termasuk ucapan manusia yang dilarang oleh syara'. Lafadz-lafadz sahutan tersebut semakna dengan respon-respon ucapan Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam saat Shalat Tahajjud ketika membaca ayat-ayat Al-Quran sebagaimana yang dinyatakan dalam riwayat berikut ini;
صحيح مسلم (4/ 171)عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَصَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ فَمَضَى فَقُلْتُ يَرْكَعُ بِهَا ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلًا إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ
Dari Hudzaifah ia berkata; Pada suatu malam, saya shalat (Qiyamul Lail) bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau mulai membaca surat Al Baqarah. Kemudian saya pun berkata (dalam hati bahwa beliau) akan ruku' pada ayat yang ke seratus. Kemudian (seratus ayat pun) berlalu, lalu saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan shalat dengan (surat itu) dalam satu raka'at. Namun (surat Al Baqarah pun) berlalu, maka saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan segera sujud. Ternyata beliau melanjutkan dengan mulai membaca surat An Nisa` hingga selesai membacanya. Kemudian beliau melanjutkan ke surat Ali Imran hingga selesai hingga beliau selesai membacanya. Bila beliau membaca ayat tasbih, beliau bertasbih dan bila beliau membaca ayat yang memerintahkan untuk memohon, beliau memohon, dan bila beliau membaca ayat ta'awwudz (ayat yang memerintahkan untuk memohon perlindungan) beliau memohon perlindungan. (H.R. Muslim)
Selain ayat dalam surat At-Tin, ada pula sejumlah ayat lain yang disunnahkan menyahut dengan bacaan tertentu, diantaranya;
1.Surat Al-Qiyamah. Ketika sampai ayat yang berbunyi;
َلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِىَ الْمَوْتَى Maka menyahut dengan ucapan;
بَلَى atau سُبْحَانَكَ atau سبحانك اللهم بلى atau سبحانه وبلى
2.Surat Al-Mursalat. Ketika sampai ayat yang berbunyi;
فَبِأَىِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ Maka menyahut dengan ucapan;
آمَنَّا بِاللَّهِ
3. Surat Al-A'la. Ketika membaca ayat yang berbunyi;
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى
Maka menyahut dengan ucapan;
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
4.Surat Ar-Rohman. Ketika sampai ayat yang berbunyi;
فَبِأَىِّ آلاَءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka menyahut dengan ucapan;
لاَ بِشَىْءٍ مِنْ نِعَمِكَ رَبَّنَا نُكَذِّبُ فَلَكَ الْحَمْدُ
Dalil-dalil penjelasan di atas adalah riwayat-riwayat berikut ini;
سنن أبى داود - م (1/ 330)عَنْ مُوسَى بْنِ أَبِى عَائِشَةَ قَالَ كَانَ رَجُلٌ يُصَلِّى فَوْقَ بَيْتِهِ وَكَانَ إِذَا قَرَأَ (أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِىَ الْمَوْتَى) قَالَ سُبْحَانَكَ فَبَلَى فَسَأَلُوهُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
dari Musa bin Abu Aisyah dia berkata; " Seseorang shalat diatas rumahnya, apabila ia selesai membaca ayat "alaisa dzaalika bi qaadirin 'ala an yuhyiyal mauta" (Bukankah Dzat yang demikian itu lebih mampu untuk menghidupkan yang mati)?" maka dia mengucapkan "subhanaka" lalu menangis. Mereka bertanya kepada laki-laki tersebut tentang perbuatannya itu, dia menjawab bahwa dirinya pernah mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." (H.R. Abu Dawud)
سنن أبى داود - م (1/ 329)عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا قَرَأَ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) قَالَ « سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى ». Dari Ibnu Abbas bahwasanya nabi SAW jika membaca sabbihisma robbikal a'la maka beliau mengucapkan Subhana robbiyal a'la (H.R. Abu Dawud)
سنن الترمذى - مكنز (12/ 123، بترقيم الشاملة آليا)عَنْ جَابِرٍ رضى الله عنه قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى أَصْحَابِهِ فَقَرَأَ عَلَيْهِمْ سُورَةَ الرَّحْمَنِ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا فَسَكَتُوا فَقَالَ « لَقَدْ قَرَأْتُهَا عَلَى الْجِنِّ لَيْلَةَ الْجِنِّ فَكَانُوا أَحْسَنَ مَرْدُودًا مِنْكُمْ كُنْتُ كُلَّمَا أَتَيْتُ عَلَى قَوْلِهِ ( فَبِأَىِّ آلاَءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ) قَالُوا لاَ بِشَىْءٍ مِنْ نِعَمِكَ رَبَّنَا نُكَذِّبُ فَلَكَ الْحَمْدُ »
dari Jabir radliallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar menemui para sahabatnya dan membacakan kepada mereka surat Ar Rahman dari awal hingga akhir, kemudian mereka terdiam. Lalu beliau berkata; sungguh aku telah membacakannya kepada jin pada malam kedatangan jin dan mereka lebih baik jawabannya daripada kalian. Aku setiap kali membaca FirmanNya: "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS. Arrahman 16 dan seterusnya), Mereka mengatakan; "laa bisyai'in min ni'amika robbanaa nukadzdzibu falakal hamdu."Tidak, kami tidak mendustakan sedikitpun kenikmatanMu wahai Tuhan kami. Segala puji bagiMu. (H.R. At-Tirmidzi). Wallahua'alam.