“Allahumma arinal haqqa, haqqaa, warzuqnattiba’ah, wa arinal baathila baathila, warzuqnajtinabah” “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang haq (benar) itu sebagai haq (benar), dan karuniakanlah kepada kami kekuatan untuk mengikutinya (memperjuangkannya), dan tunjukkanlah kepada kami yang batil itu batil dan karuniakanlah kepada kami kekuatan untuk menjauhinya (menghapuskannya).
Mau kemana sampean
Apapun propesi dan peran yang kita jalani, kita hidup di dunia ini ibarat mampir ngombe dalam satu perjalanan menuju satu tempat. Baik itu dokter, ingsinyur, pilot, chef, kacung, ataupun propesi lainnya, semuanya sedang melakukan satu perjalanan menuju ke suatu tujuan. Semuanya memiliki Bendoro yang sama, yakni Sang Maha Pencipta, Yang Maha Kuasa, Yang dalam Islam memperkenalkan diri-Nya dengan nama ALLAH, yang lantas secara tidak orisinil dipakai juga oleh pihak lain.
Bayangkan jika itu adalah Kang Sukipel yang ditugasi bosnya kerja di kantor cabang di antabarantah sono. Oleh sang Bos, Kang Sukipel disuruh kembali ke kantor pusat di Jakarta. Dibekalilah Kang Ngaidin dengan uang limaratus rebu ripis untuk datang ke kantor pusat guna menghadap sang Bos. Maka Kang Sukipel sudah memiliki tujuan perjalanan, yakni ke Jakarta, dan sudah memiliki uang bekal yakni limaratus rebu ripis.Maka begitu sudah memiliki tujuan perjalanan dan bekal, segala sesuatu yang dilakukan di perjalanan hanya akan diarahkan oleh Kang Sukipel demi sampainya dia ke Jakarta. Kendaraan yang dipakainya, apapun itu, haruslah yang jurusan Jakarta. Di dalam perjalanan, Kang Sukipel seringkali kebelet nguyuh ataupun kebelet mbenjret yang tentu saja membutuhkan jeda buat metangkring di mbese. Tapi metangkring di mbese bukanlah tujuan perjalanan, maka hanya butuh waktu seperlunya. Demikian pula saat mampir makan dan ngombe.
Beruntung Kang Kemin dibekali limaratus rebu ripis oleh bosnya, sehingga bisa mendapat bis kelas VIP, ber-AC, dengan kursi yang mak bedunduk bisa ditekuk-tekuk. Salah seorang rekan kerja Kang Sukipel hanya dibekali sang Bos limapuluh rebu ripis. Sehingga dia harus berulang kali nyegat truk yang lewat buat nebeng numpang ke Jakarta. Tentu saja yang dia tumpangi yang jelas-jelas jurusan Jakarta. Gak peduli apakah itu truk pengangkut ayam, pengangkut terong, bahkan pernah juga truk pengangkut sampah. Yang penting tujuannya ke Jakarta. Pernah rekan Kang Sukipel ini ditawari tiket bis AC bertoilet mewah, tapi jurusannya ke Kalisoro, satu lokasi yang arahnya berlawanan dengan arah ke Jakarta, tentu saja ditolak mentah-mentah.
Itu semua hanyalah sebuah analogi. Bahwa ketika seseorang memiliki satu tujuan yang hendak dituju, maka tertib hidupnya akan menyesuaikan diri dengan tujuannya tersebut. Tertib hidup bisa dilihat dari kebiasaan yang dibangun, dan juga perilaku yang dikembangkan. Kita bisa tahu kemana Kang Sukipel hendak pergi dengan melihat bis jurusan mana yang dia pilih untuk dikendarainya.
Sampeyan dan kita semua, pastilah memiliki tujuan hidup. Jikalau sampeyan pedagang, yang siang malamnya otak sampeyan dipenuhi dengan dagangan terus menerus, sholat pun dipenuhi dengan doa-doa agar dagangannya laris, tahajudpun minta itu. Bahkan ketika hajipun permintaannya didepan Ka’bah tak jauh dari itu. Rela puasa nDawud biar dagangannya laku, dan kalau sedekah selalu minta doa pada yang disedekahi agar dagangannya laku. Maka tertib yang sampeyan bangun adalah tertib seorang pedagang tulen dimana tujuan hidup sampeyan benar-benar untuk menjadi pedagang. Tak lebih. Bahkan sholat, puasa, shodaqoh dan haji pun diarahkan untuk menyukseskan diri untuk menjadi pedagang.
Demikian pula jika itu dokter, ingsinyur, dosen, guru, wartawan, petani gurem, manajer eksekutip ataupun yang lainnya. Boleh jadi sampeyan tetep ngibadah, tetep njalani sholat, sedekah, haji, puasa, bahkan yang sunah sekalipun. Tapi sampeyan mencanangkan dan mematok tujuan hidup yang semuanya diarahkan hanya sekedar berhenti di dunia ini. Kendaraan-kendaraan trayek akherat pun dikendarai sekedar sampai di dunia saja. Karena tertib-tertib hidup beserta kebiasaan yang dibangun adalah jelas dia arahkan sekedar berhenti di terminal dunia.
Lihatlah tertib hidup yang sampeyan bangun saat ini! Lihat kebiasaan keseharian yang sampeyan hidupkan sehari-hari, lalu jujurlah pada diri sampeyan, apakah tertib dan kebiasaan hidup yang sampeyan bangun itu benar-benar menggambarkan bahwa sampeyan adalah orang yang sedang mengarahkan hidup sampeyan menuju akherat yang selamat sebagaimana yang dikehendaki Sang Maha Kuasa.
Tujuan hidup akan membentuk tertib hidup. Tertib hidup akan membentuk kebiasaan hidup. Jika kebiasaan hidup dan tertib hidup sampeyan sehari-hari tidak menunjukkan tujuan hidup yang sampeyan gembar-gemborkan, yakni menuju Keridhoan Allah, bantinglah stir sampeyan. Arahkan ke tujuan yang benar. Kembalilah pada jalan yang dikehendaki Yang Maha Kuasa.
Berpeganglah pada Tali Allah bersama-sama!
Miftahul Rasyid