Ashabul Jannah (pemilik kebun) berada di Dharawan, Yaman, sebuah wilayah dekat Shan’a yang diberi nama dengan nama lembah yang ada di bagian ujungnya. Itulah tanah yang disebutkan Allah swt di dalam kitab-Nya yang mulia. Itulah tempat yang paling baik di muka bumi Allah, yang paling banyak buah-buahannya.
Ashabul Jannah adalah kisah yang diterangkan di dalam Al Qur’an mengenai para pemilik kebun yang tidak mau berbagi dengan fakir miskin. Akibat dari keengganan mereka tersebut, kebun – kebun mereka dihancurkan oleh Allah melalui kebakaran yang dahsyat.
Kisah Ashabul Jannah (pemilik-pemilik kebun) yang tertera dalam surah Al-Qalam ayat 17-33.
Sekali waktu, tersebutlah seorang pria yang kaya dan saleh. Ia memiliki sebuah kebun luas yang selalu penuh pepohonan hijau yang sarat dengan buah-buahan. Di musim buah ini, pria yang baik itu biasanya membagikan buah-buahan hasil kebunnya bagi orang-orang miskin. Orang-orang miskin dari kota akan menunggu buahnya matang dan berduyun-duyun ke taman selama musim buah itu. Dengan senang dan berbahagia mereka pulang sambil membawa jatah buah-buahannya. Dengan kasih karunia Allah, kebun itu selalu memberikan panen raya setiap musim. Benar, orang yang mengeluarkan nafkah di jalan Allah akan segera mendapatkan pahala dalam kehidupannya saat ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
Orang kaya ini memiliki banyak anak. Mereka tidak sesaleh seperti ayah mereka. Ketika di musim pertama setelah kematian ayah mereka, mereka berbicara satu sama lain. Mereka membahas rencana dan berkata bahwa ayah mereka bukanlah orang yang bijaksana. Ia tidak tahu bagaimana sulitnya mencari nafkah. Mereka tidak suka cara membagikan buah-buahan di antara orang miskin padahal mereka telah bekerja keras untuk itu. Mereka merasa seolah-olah semua upaya yang mereka lakukan itu sia-sia. Mereka pikir mereka juga akan hancur jika mereka terus melakukan cara ini.
Kisah dan azab yang menimpa mereka ini sebagaimana terdapat di dalam tafsir firman Allah swt, “Ketika mereka bersumpah”. Artinya bersumpah diantara mereka. “Bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik hasilnya pada pagi hari yaitu pada waktu shubuh sekiranya orang fakir dan orang yang membutuhkan tidak melihat mereka sehingga mereka tidak harus memberikan hasil kebun itu kepadanya. Oleh karena itu, Allah menurunkan bencana kepada mereka, yaitu kebun itu menjadi hangus, tidak ada yang tertinggal dan tidak bisa diambil manfaatnya sedikit pun. “Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, sebagian dari mereka memanggil sebagian yang lain, seraya berkata. “Pergilah pada waktu pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya”. Artinya, “Berangkatlah pagi-pagi ke kebunmu lalu petiklah hasilnya sebelum datang waktu siang dan sebelum datang pula orang yang meminta-minta.”
“Maka, pergilah mereka saling berbisik.” Mereka saling berkata di antara mereka dengan cara rahasia. “Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.” Mereka berjalan pergi ke kebun itu dengan niat buruk, padahal sebenarnya mereka mampu memberikan sebagian hasilnya kepada orang miskin.
Ikrimah dan Syi’by mengatakan, “Dan berangkatlah mereka pada pagi hari dengan niat menghalangi orang-orang miskin.” Artinya mereka tidak menyukai kedatangan orang-orang miskin. “Tatkala mereka melihat kebun itu. “Yakni ketika mereka telah sampai ke kebun itu dan mereka melihat apa yang telah terjadi dengan kebun mereka, sebelumnya mereka lihat kebun itu dengan penuh buah-buahan yang baik-baik, lalu ternyata kebun itu berubah, disebabkan jeleknya niat mereka. Kemudian mereka berkata, Sesungguhnya, kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan) bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya). Berkatalah seseorang yang paling baik pikirannya diantara mereka.’ Yaitu seseorang dari mereka yang paling adil dan paling baik. Hal ini sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Mujahid, dan selain keduanya. Dia (orang yang paling baik di antara mereka) mengatakan, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?” di antara mereka ada yang mengatakan, “Hendaklah kamu mengatakan Insya Allah”. Ada pula yang mengatakan, “Hendaklah kalian mengatakan dengan baik sebagai ganti dari ucapan buku kalian.”
Mereka mengucapkan, “Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Maka mereka menyesal, namun penyesalan itu sudah tidak bermanfaat lagi bagi mereka. “Seperti itulah azab dunia. “ artinya, “Demikianlah kami menyiksa orang yang menentang perintah Kami dan tidak mau bersedekah kepada makhluk Kami, yaitu orang-orang yang membutuhkannya.”
“Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar. Yakni lebih besar dan lebih pasti ditegakkan hukumnya daripada siksa di dunia jika mereka mengetahui.”
Pelajaran ini sangat berharga bagi kita untuk tidak meremehkan, menelantarkan, atau bahkan menghina fakir miskin. Cukup besar ternyata azab yang diberikan Allah SWT kepada orang yang tidak ingin menyantuni kaum fakir dan miskin
Sumber: Syaamil Al-Qur’an. The Miracle.