Cara mengatasi orang berbohong
Siapa yang tak sakit jika seseorang itu dibohongi, apalagi dibohongi oleh orang terdekat kita seperti istri, anak, saudara, ataupun sahabat. Mungkin jika kita dibohongi oleh orang terdekat akan merasa sakit hati, memang itu wajar dan mungkin akan membenci mereka. Lebih baik jangan seperti itu, karena sulit sekali nantinya mereka akan mengakui dan menyesali perbuatannya. Ada kisah menarik Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam dengan Khawat yang diriwayatkan Oleh Ibnu Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir, Abu Nu’aim al Ashbahani dalam Ma’rifah al Shahabah. Begini Kisahnya:
Zaid bin Aslam menyampaikan bahwa Khawat bin Jubair bercerita:
Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berhenti di Marr Adz Dzahran. Aku keluar dari tendaku, aku lihat para wanita yang sedang berbincang. Mereka membuatku kagum. Maka aku kembali dan mengambil tas. Darinya aku keluarkan pakaian yang bagus untuk aku pakai. Aku datangi mereka dan duduk bersama mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terlihat keluar dari tendanya.
Beliau bertanya: Abu Abdillah apa yang membuatmu duduk bersama mereka?
Maka ketika aku lihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, aku merasakan kewibawaan beliau.
Dalam keadaan aku panik, aku jawab: Ya Rasulullah, untaku lepas. Aku sedang mencari tali kekangnya, tapi ia pergi. Akupun mengikutinya.
Beliau melemparkan seledangnya kepadaku dan masuk ke antara pepohanan. Aku seperti bisa melihat putih perutnya di antara hijaunya pepohonan. Setelah selesai buang air, beliau pun berwudhu. Air nampak mengalir dari jenggotnya ke dadanya. Beliau mendatangiku dan bertanya: Abu Abdillah, bagaimana kabar untamu yang lepas?
Kami pun berangkat melanjutkan perjalanan. Tidaklah beliau menemuiku di sepanjang perjalanan kecuali berkata: Assalamu alaik Abu Abdillah, bagaimana kabar untamu yang lepas?
Ketika aku merasakan (ketidaknyamanan) itu, aku bersegera masuk ke kota Madinah, menghindari masjid dan menghindari duduk bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Begitulah berlalu beberapa lama. Hingga ketika aku lihat masjid sedang kosong, aku pun masuk ke masjid. Aku shalat.
Tiba-tiba, Rasul terlihat keluar dari salah satu kamarnya. Beliau shalat dua rakaat singkat. Aku memperpanjang shalatku dengan harapan beliau pergi dan meninggalkan saya.
Beliau berkata: Panjangkanlah sesukamu Abu Abdillah. Aku tidak akan pergi hingga kamu selesai.
Akupun berkata dalam hati: Demi Allah, aku akan meminta maaf ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan menyenangkan hati beliau.
(selesai shalat) aku berkata: Demi yang mengutusmu dengan benar, unta itu tidak pernah lepas sejak aku masuk Islam.
Beliau berkata: Semoga Allah merahmatimu… Semoga Allah merahmatimu… Semoga Allah merahmatimu.
Dan beliau tidak lagi membahas tentang unta.
-------------
Di awal kisah, siapapun yang membacanya pasti tau bahwa Khawat sedang berbohong kepada Rasul “Ya Rasulullah, untaku lepas. Aku sedang mencari tali kekangnya, tapi ia pergi. Akupun mengikutinya.” Orang selain Rasul pun pasti tau khawat berbohong, meskipun hanya membacanya saja.
Maka berikut ini tips nabawiyah untuk mengatasi orang berbohong berdasarkan kisah di atas:
-Pilihlah orang yang berwibawa di hadapan pelaku bohong.
Kita akan mudah mengakui kesalahan apabila bertemu/curhat/cerita kepada seseorang yang mempunyai wibawa, jangan jauh-jauh disekitar kita atau bahkan kita pernah mengalaminya, apabila kita melakukan kesalahan tidak memakai kelengkapan berkendara (helm, sim, motor bodong) apabila bertemu polisi kita pasti akan takut, karena mereka mempunyai wibawa. Dalam kisah ini seperti kalimat Khawat bin Jubair bahwa sekadar melihat Rasul, pancaran wibawa itu telah menegurnya tanpa kata.
-Jangan menjatuhkan harga dirinya.
Dalam kisah ini Rasul tidak menegur Khawat di hadapan para wanita itu. Rasul juga tidak mendesak dengan kalimat yang menjatuhkan, saat Khawat menjawab dengan panik.
-Jadikan jawaban bohong itu sebagai pintu teguran berulang kali.
Rasul seakan percaya kalimat Khawat. Karena belum juga ada bukti yang menguatkan bahwa Khawat bohong. Saat Rasul berkali-kali menanyakan jawaban Khawat tentang unta yang lepas, sesungguhnya itu teguran Rasul. Dan Khawat merasakan itu.
-Sabarlah, mungkin tidak tuntas sehari.
Perjalanan itu menempuh beberapa hari. Rasul bersabar dan tidak harus selesai hari itu. Begitulah hingga beberapa hari di Madinah pun, Rasul tetap bersabar.
-Tunggu waktu yang tepat untuk menuntaskan
Rasul tahu persis bahwa Khawat sudah merasa bersalah besar, apalagi kebohongan itu dilakukan terhadap orang yang dikaguminya. Khawat yang selalu menghindari Nabi semakin menguatkan bahwa Khawat telah tersiksa dengan kebohongannya sendiri. Maka sudah saatnya untuk dituntaskan. Karena kebohongannya telah menyesakkan nafasnya. Dan pasti dia ingin segera melepaskan diri dari ketidaknyamanan ini.
-Tunjukkan jaminan kenyamanan, kalau dia mau mengaku.
Di tengah Khawat ingin segera melepaskan diri dari belenggu bohong. Dia menemukan oase nyaman untuk mengakui kesalahan. Bagaimana tidak, Rasul tidak menunjukkan muka yang masam dan marah. Rasul tidak mengeluarkan kata ancaman. Nyaman…
Jika telah mengaku, tak usah dibahas lagi.
Khawat pun mengaku. Dan subhanallah, Rasul tidak membahas mengapa kemarin ia berbohong. Tidak juga membahas lagi tentang jawaban bohong itu.
-Akhiri dengan doa.
Indah sekali. Saat orang mengakui kesalahannya, ada bercampur aduk rasa. Dari mulai merasa bersalah, malu hingga takut. Semoga Allah merahmatimu, begitulah embun pembasuh semuanya. Tak hanya sekali. Bahkan hingga tiga kali.